Kajian Filsafat: Mei Day Keabadian Penderitan Umat Manusia [1]
Pak Anton Boediman adalah pekerja mebel Jati di Solo, sudah bekerja 30 tahun, dengan loyal pada sebuah pabrik sederhana. Dia memiliki 3 anak, satu anaknya sudah menikah tamantan dari FEB UGM Jurusan Akuntansi, 1 lagi lulus serjana Kehutanan dengan IPK 3.70. Dua anaknya ini  telah menikah berkeluarga, dan satu lagi anak bungsu Odilia Fransisca  masih kuliah semester 6 di Farmasi Santa Dharma Jogja.
Selama 30 tahun bekerja Pa Anton Boediman tidak berubah dia tetap sebagai pegawai, menunggu kebahagian 1x dalam sebulan bernama "gaji" atau 1x THR tiap tahunnya. Sedangkan bonus tergantung ada tidaknya kenaikan laba perusahaan. Jika laba naik berlipat-lipat pa Anton akan kebagian berapa persen dari kenaikan tersebut.Â
Kongkritnya pak Anton hanya bahagia 1x sebulan saat menerima gaji, sedangkan 29 hari lain ia harus bekerja, dan kadang-kadang lembur hanya dikasih uang makan. Waktu ditanya apakah pak Anton bahagia dengan kondisinya, dia menjawab dengan nada datar pasrah pada keadaan, dengan menyatakan [yang penting anak-anak saya lebih baik dari saya] tidak seperti saya sebagai kuli, dan budak. Saya bersyukur masih sehat dan bisa melihat anak-anak saya tidak seperti kondisi orang tuanya.
Mengapa kondisi Pak Anton Boediman, dan mungkin jutaan umat manusia lainnya di Indonesia sampai hari ini nasibnya tidak berubah, dalam artian hanya bahagia 1hari dalam 1 bulan. Maka jawaban filsafat dan teori ekonomi adalah karena pak Anton tidak memiliki factor produksi seperti mesin, tanah, property yang menjadikannya sebagai apa yang disebut Perusahaan. Pak Pak Anton Boediman, dan mungkin jutaan umat manusia lainnya hanya memiliki "tenaga kerja".Â
Maka Pak Anton Boediman, dan mungkin jutaan umat manusia lainnya hanya bisa menawarkan "tenaga kerja" atau bekerja sama orang lain. Uniknya hasil kerja Pak Anton Boediman, dan mungkin jutaan umat manusia lainnya  [buruh]  bukan menjadi miliknya.Â
Artinya Hasil kerjanya di transfer menjadi milik orang lain atau diserahkan kepada orang lain yakni pemilik modal atau pengusaha. Artinya Kerja Pak Anton Boediman, dan mungkin jutaan umat manusia lainnya bukan miliknya.
Disinilah letak muncul problem utama dalam Mei Day sebagai  Keabadian Penderitan Manusia. Adalah gagasan Filsuf  Ekonomi Sosial bernama Karl Heinreich Marx filsuf Jerman hidup di antara tahun (1818-1883) kondisi Pak Anton Boediman, dan mungkin miliaran umat manusia di dunia ini terjebak dalam apa yang disebut ["Teralienasi"} atau kondisi manusia mengalienasi diri menjadi milik orang lain. Kondisi teralienasi ini adalah wujud  dialektika materialism melalui kerja social produksi dan merepoduksi barang atau jasa.
Melalui proses dan transformasi Alienasi Diri ini buruh menghasilkan produk barang atau jasa sebagai hasil kerja atau good jobs and skill adalah wujud objektivitas dirinya diukur dengan harga dan maanfaat bagi orang lain atau masyarakat. Proses alienasi diri ini oleh Marx dapat saya terjemah dalam wujud penderitaan abadi pada akibat alienasi diri menjadi:
Alienasi (1) Pak Anton Boediman, dan mungkin miliaran umat manusia di dunia ini melaksakan kerja buruh/budak pada proses produksi bahwa good jobs and skill dibayar dengan system kerja upah atau gaji, sebagai pekerja menjual tenaganya, tetapi hasil kerjanya atau outputnya produk barang adalah milik orang lain (pemilik modal atau perusahaan).
Alienasi (2) Pak Anton Boediman, dan mungkin miliaran umat manusia di dunia ini  bahwa semua  aktivitasnya produksinya pada tipe pekerjaan, jam kerja,  waktu kerja, hari kerja, dan seterusnya semua kewajiannya bukan ditentukan dirinya sendiri tetapi ditentukan menurut kehendak orang lain (pemilik modal atau pemilik perusahaan);