Episteme Metafisik Pemindahan Ibu Kota NKRI
Artikel Kompas.com - 29/04/2019, 14:28 WIB" Jokowi Yakin Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta Terwujud", Presiden Joko Widodo yakin pemindahan Ibu Kota dari DKI Jakarta terwujud suatu hari nanti. Oleh sebab itu, Jokowi pun menekankan persiapan yang matang demi mewujudkan hal itu. Hal itu diungkapkan Presiden Jokowi saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden Jakarta pada Senin (29/4/2019) pagi membahas pemindahan ibu kota. "Memindahkan ibu kota negara membutuhkan persiapan yang matang.
Jokowi mengatakan, pemindahan ibu kota dari Jakarta sudah menjadi wacana lama. Bahkan, sejak pemerintahan pertama, Presiden Ir Soekarno. Namun, wacana itu timbul tenggelam karena tidak segera diputuskan dan tidak direncanakan secara matang dan sistematis. Presiden menekankan, "Kita harus bicara kepentingan lebih besar, bagi bangsa negara, visioner, dalam jangka panjang sebagai negara besar menyongsong kompetisi global,".
Kemudian di Harian DetikFinance, pada  Senin, 29 Apr 2019 19:00 WIB. Bicara Lokasi Ibu Kota Baru, Menteri PUPR: Paling Aman Kalimantan. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menilai lokasi ibu kota baru pengganti Jakarta paling aman di Kalimantan. Sebelumnya, selain Basuki, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan ibu kota baru bisa Sulawesi, yaitu Mamuju. "Ya. Sulawesi dibilang Pak JK, kalau mau di pusatnya itu Mamuju, Pare-pare, tapi itu ring of fire. Sulawesi kalau tidak mau ring of fire itu Makassar, tapi tidak di tengah itu. Paling aman Kalimantan," ujar Basuki usai rapat terbatas (ratas) tentang pemindahan ibu kota di kantor Presiden, Komplek Istana Presiden, Jakarta Senin (29/4/2019).
Tulisan dan kajian ini sudah pernah saya tuliskan di Kompansina Tafsir Ontologi Metafisika Umum: Palangka Raya Pengganti Jakarta tanggal 25 Januari 2018 yang lalu.
Maka pertanyaannya adalah jika akhirnya ibu Kota Negara Pindah ke Kalteng di antara kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan, dan Kabupaten Gunung Mas maka bagimana kajian [world view] pada aspek Kajian Metafisik Untuk Rencana Bapak Presiden Pada Pemindahan Ibu Kota dapat diwujudkan dengan baik.
Sebenarnya sangat mudah untuk dijawab tidak terlalu sulit, bagimana kajian [world view] pada aspek Kajian Metafisik dapat dijawab. Justru yang sulit adalah menulis kajian tersebut dengan diskursus terbuka dimedia masa [Kompasiana] yang dapat menimbulkan salah paham, dan sulit diungkapkan dengan bahasa yang lugas, tegas, dan kongkrit. Maka dalam tulisan ini saya mungkin hanya menyampaikan jawaban maksimal 30% itupun masih dalam tatanan metafora, Â sedangkan sisanya tidak mungkin saya ungkapkan dalam tulisan ini.
Ke [1] Ada dua Kerajaan Hindu Purba di Kalimantan [a] Kerajaan Hindu tertua di Indonesia ada di Kalimantan bernama Kutai Martadipura adalah kerajaan Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Pemimpinnya bernama Kudungga merupakan raja awal. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. [b] Kerajaan Nan Sarunai Kerajaan Hindu  Kaharingan adalah pemerintahan purba yang muncul dan berkembang di wilayah yang sekarang termasuk dalam daerah administratif  Provinsi Kalsel, tepatnya di antara wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Tabalong.Â
Kerajaan Nan Sarunai merupakan bagian awal dari riwayat panjang Kesultanan Banjar. Kerajaan Nan Sarunai terkait erat dengan kehidupan orang-orang Suku Manyaan, salah satu sub Suku Dayak Paling Tua di Kalimantan. Pemimpinnya Kerajaan Nan Sarunai Kerajaan Hindu  Kaharingan bernama  Nini Punyut [Etuh Bariungan].
Maka jika  Pak Jokowi, Pak Soeharto, Pak Soekarno; saya tahu paham betul bentuk dialektika antara alam nyata, dan bukan nyata,  sampai penampakan diri fenomenologi apa yang harus dilakukan. Apa lagi jika dikaitkan dengan para hari dan jam yang sama ada  pembatalan presiden datang ke Jogja untuk meresmikan Bandara Yogjakarta Internasional pada saat dilakukan rapat rencana pemindahan ibu Kota NKRI.  Dan disinilah terjadi paradox anomaly dan tawar menanwar dalam alam metafisik paling dasyat terjadi saat tulisan ini dibuat;
Ke [2] Implikasi pada dua Kerajaan Hindu awal purba [force primitive]  pada point [1] di atas dapat lihat pada perjalanan event atau peristiwa atau actual entity dan menghayati kemungkinan menjadi fakta objektif pada Sumpah Kudungga Raja Kutai Kartanegara yang isinya [barang siapa umat manusia melakukan mengambil, memiliki, memiliki, merusak,  secara tidak bertanggungjawab [perbuatan jahat] atau melanggar hukum adat di tanah Kalimantan demi keuntungan pribadi kemudian memindahkannya ke tempat lain maka menerima akibat malapetaka selama-lamanya 7 turunan]. Hal ini sama dengan  7 (tujuh) bukti penemuan Yupa Artefak pada Kerajaan Kutai Raja Kudungga.