Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik [7]
Pada tulisan (1) saya sudah membahas esensi Debat Calon Presiden  Wakil Presiden dan Tradisi Akademik dikaitkan dengan tiga (3) tradisi akademik yakni retorika, dialektika, dan logika. Tiga tatanan ini adalah "Diskursus" ilmu atau disebut wacana dengan mengedepankan : logika, retorika, dialektika. Pada tulisan ke  (2) ini saya membahas tatanan lain pada konteks Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik, dengan  meminjam pemikiran Dokrin Platon dan Aristotle tentang Sikap mental Calon Presiden Wakil Presiden memiiki apa yang disebut "Phronesis Dianoia".  Kemudian pada tulisan ke (3) saya akan meminjam pemikiran Yunani atau tradisi akademik pada tatanan dengan menggunakan apa yang disebut "episteme Arete".
Dan pada tulisan ke (4) ini saya membahas  Doktrin of Persuasion (Aristotle) : Ethos, Pathos, Logos. Debat para calon punggawa Negara atau Calon Presiden Wakil Presiden memiiki apa yang disebut kompetensi "Retorika; Ethos, Pathos, Logos".  Kemudian pada paparan ke (5) tentang Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik tentang konsep modalitas atau konsep Anthony Giddens pada bukunya Modernity and Self Identity (1991).  Pada tulisan ke (6) ini saya membahas konteks dengan Calon Presiden Wakil Presiden untuk membangun Indonesia secara tradisi idialnya menguasi kompetensi metafisika makna paling dalam "weruh sak durunge winarah" disejajarkan dengan ["mengetahui memahami segala sesuatu sebelum waktunya terjadi"]
Maka pada tulisan ke (7) saya akan membahas satu topic terakhir dengan kompetensi calon presiden dan wakil presiden yang saya sebut sebagai "Bolak balik menanjak (anabasis), turun (katabasis)", dalam upaya melaksanakan tugas utama yakni "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa".
Pemahaman ini memang agak rumit karena saya meminjam pada inti pemikiran gagsan buku Republic Platon tentang "sebagai hidup bolak balik menanjak (anabasis), turun (katabasis) untuk mencapai tahap-tahap pada ["idea Yang Baik" atau "ten tou agathou idean"]. Platon membagai 3 bentuk metafora alegori untuk mencapai ["idea Yang Baik"] yakni: (1) Matahari (Sun), (2) Dua Garis Membagi (Divided Line), (3) "The 'Allegory Of The Cave"Â atau alegori Gua.
Tugas Calon presiden dan wakil presiden membawa atau mengubah  rakyatnya dari mayoritas kebodohan kemeskinan penyakit (seperti manusia dalam Gua), ke tahap mayoritas memiliki jiwa ["idea Yang Baik"] atau Matahari (Sun) symbol kebenaran kebaikan keutamaan.Â
Ukuran mayoritas adalah manusia cerdas, sehat, kaya jasmani rohani atau dalam statistic disebut sebagai "Human Development Indices and Indicators" yang terbit tiap tahunnya. Indonesia pada tahun 2018 berada pada 116 dari 189 negara  rating Latest Human Development Index (HDI) Ranking yang dikeluarkan oleh UNDP. Proses mutu manusia Indonesia mayoritas memiliki jiwa ["idea Yang Baik"] atau Matahari (Sun) adalah tugas penting calon presiden wakil presiden Indonesia.
Calon presiden dan wakil presiden yang idial adalah dimetaforkan Dialog Socrates Dengan Glaukon sebagai progress pencerahan manusia diandaikan bolak balik menanjak (anabasis), turun (katabasis) dalam gua (cave). Dalam metafora Republic Platon disebutkan hidup mati adalah proses, Mati diawali pada Bayangan (shadow); Permainan (game); Melarikan diri (escape); Kembali (return) turun kedalam gua. Siklus ini adalah kemampuan leadership dalam peran sebagai king atau memerintah menjadikan dirinya paham diri, dan mampu mengubah masyarakat menjadi lebih baik lebih bagus atau Human Development Index (HDI).
Hal ini menjadi lebih kongkritnya adalah sama dengan ide pada konstitusi Negara Indonesia pada Pembukaan UUD 1945 terkandung menggariskan empat fungsi negara (sistem pemerintahan negara), seperti tertuang dalam alinea keempat. Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; kedua, memajukan kesejahteraan umum; ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa; keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk mencapai hal demikian maka calon presiden wakil presiden mampu mengalienasikan diri menjadi (leader of change) atau semacam moksa dalam tatanan tertentu dalam upaya membawa serta seluruh pontensi bangsa menjadi adil makmur. Kemampuan mengalienasikan diri menjadi (leader of change) termasuk bisa mengubah  masyarakat membedakan dua wilayah terpisah antara : (1) res privata, dan (2) res publica. Dan saya percaya problem Indonesia saat ini adalah ketidakjelasan tatanan (1) res privata, dan (2) res publica.  Dengan pemisahan secara jelas antara wilayah ini maka calon presiden wakil presiden mencapai pada pentahapan dunia ideal itu atau logistikon (Arete).
Artinya kemampuaan menata logika sebagai pemimpin berkeutamaan (pure reason), dan "tidak dapat" dipertukarkan prinsip epithumia, dan prinsip thumos. Sekali lagi bahwa keutamaan "Agathon" "tidak dapat" dipertukarkan dengan apapun, artinya jiwa rasional pada proses phronesis yang wajib menjadi pemimpin dalam setiap tindakan supaya "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" bisa terwujud.