Episteme Setan atau Kejahatan (4)
Kudungga merupakan raja awal pendiri Kerajaan Kutai Martadipura dengan gelar Maharaja Kudungga Anumerta Dewawarman, yang memerintah sekitar tahun 350 Masehi atau abad ke-4 Masehi.Â
Adalah kerajaan tertua di Indonesia  Kerajaan Kutai Kartanegara yang dipimpin oleh Radja Kudungga pernah bersumpah bahwa "siapapun yang melakukan Kejahatan atau Pencurian di Tanah Air Indonesia atau Kalimantan tidak akan pernah selamat".Â
Dan tidak boleh membawa hasil kekayaan Indonesia keluar Negeri atau luar pulau Kalimantan, semua harus dimanfaatkan  untuk rakyat, dan kemakmuran bersama. Jika tindakan kejahatan atau pencurian ini tidak dihentikan maka negara ini menjadi krisis atau terancam palit.
Dan ini terbukti dengan banyaknya OTT KPK pada kepala daerah di Kalimantan akhir akhir ini. Atau nasib sengsara mantan para punggawa diakhir hidupnya dengan memakan dan menyimpan kekayaan yang bukan miliknya.Â
Nama-namanya pun tidak perlu saya sebutkan. Dapat dipastikan pasti akan sengsara selama 7 turunan akibat hukum karma, dan timbal balik tumbal dimakan setan atau dedemit.
Akal budi (reason) menyempitkan dunia, sementara imajinasi dan rasa menangkap kerumitannya, dan merayakannya. Iutlah akar manusia jahat (criminal). Arthur Schopenhauer menyatakan : dunia adalah lingkaran penderitaan-penderitaan. Rasio tidaklah dapat mengarahkan kehendak tetapi sebaliknya kehendaklah yang dapat mengarahkan rasio.Â
Dunia sebagai kehendak buta dan representasi yang menerabas tanpa diketahui sebab akibatnya. Kejahatan atau setan sulit sekali dipahami, maka sulit juga mencegahnya. Immanuel Kant berpendapat das ding an sich tidak dapat diketahui. Namun Schopenhauer melihat das ding an sich itu adalah kehendak.Â
Kehendak adalah realitas transendental, dan tanda atasnya dicirikan Schopenhauer dalam kehendak untuk hidup, termasuk dalam perlaku kejahatan manusia dan penderitan-penderitaan.Â
Shopenhauer menyatakan hakekat hidup manusia pada adalah penderitaan. Artinya unsur kejahatan merupakan pengetahuan manusia itu terbatas, sehingga tak mampu untuk memahami dunia seutuhnya.Â
Lebih gawat lagi negara yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa tetapi rajin berbuat kejahatan, dan korupsi. Mungkin Gottfried Wilhem Leibniz  benar tiap tahun selalu ada daftar peringkat Maling pada hasil survei Lembaga Tranparency Internasional. Ada probabilitas 70% manusia Indonesia memiliki potensi menjadi penjahat, pembohong, penipu, dan curang.