Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kata

4 Februari 2019   15:39 Diperbarui: 4 Februari 2019   15:51 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DOKUMENTASI PRIBADI

"Kata"

Friedrich Wilhelm Nietzsche, 1844-1900  memberikan pengertian "kata" adalah transposisi sonor sebuah rangsangan saraf. Kata tanpa rumah asal, tanpa tujuan akhir, tanpa nostalgia, yang ada adalah tanpa ada sebuah tanah air pikiran  berubah sirna, dan hilang. "Kata" tidak memiliki jangkar makna apapun. Kata hanyalah sebuah topeng atau selubung yang tidak memiliki arti apa-apa.

Kita semua terjabak dalam laba-laba dan jejaring kata-kata, yang tidak memiliki representasu kehendak, tanpa  asal, tanpa maksud, dan tanpa tujuan. Kata selalu bersifat paradox saling mengaliensi, roboh, hancur, dan menguap. Kata pun tidak memiliki "sebagai kemungkinan" apalagi sebagai realitas apapun. Kata adalah kebungkaman tak bisa berkata-kata dan tidak mewakili apapun. Kata belum atau tidak bisa menjawab apapun, atau tak terjangkau logika; Kata adalah sebuah  jalan paradoksal dan kontradiksi. "Nobody is my name", demikian kata Homer (800-750SM).

Francis Bacon (1561-1626), menyatakan sekalipun [kata]  bisa kemungkinan mewakili "nama dengan konsep", tetapi mengandung makna lain secara bersamaan dari wilayah nonverbal. Manusia adalah berada pada dua tegangan antara {"the Real"}, dengan {"the symbolic"}, dan semua kata tidak menjelaskan apapun. Kata bukan bersifat {"Niscaya (necessary), atau  Kemungkinan (possible)"}, maka semua kata bersifat paradoks

Pengakuan jujur kan yang menjelaskan tidak bisa dipahami [kata] adalah Immanuel Kant (1724-1804), menyatakan "Noumena" adalah benda/objek pada dirinya sendiri (das ding an sich). Manusia tidak dapat mengetahui noumena (sebagai misteri X). Dengan [kata]  tidak dapat merumuskan apapun yang diberikan nama oleh pendasaran logika manusia.

Ketika saya berkata-kata, maka ada tiga saya, (a) saya yang berkata-kata, (b) saya ada dalam kata-kata itu, (3) saya bingung (ragu-ragu) dan bukan ada dalam kata-kata tersebut. Demikian jika saya meminjam pemikiran Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900), bahwa hidup adalah menerima realitas (iya sekaligus tidak) secara bersamaan, apa adanya polos, tanpa kepentingan apapun juga, tidak dikonsepkan dengan dalil ajaran atau teori apapun atau tidak ada ide fixed. Jadi kata bukan "ide fixed" pada apapun juga.

Herakleitos (540SM-480SM) "tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen". Demikian juga dengan [kata] tidak ada sesuatu yang betul-betul ada mewakili apapun, semuanya berada di dalam proses menjadi. Kemudian Herakleitos menyebut "panta rhei kai uden menei" artinya, semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap, artinya [kata] bukan hal tetap, baku, dalam semua tatanan.  Maka {kata} akhirnya tidak berbeda sikap "bungkam".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun