Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Trans Substansi Filsafat dan Reputasi Perusahaan [2]

20 Januari 2019   00:16 Diperbarui: 29 April 2019   00:05 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Trans Substansi Filsafat dan Reputasi Perusahaan [2]

Tulisan ini adalah hasil penelitian Apollo Daito, dan Pia Oliang (2015) tentang beberapa factor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Mengacu pada aspek aksiologi akuntansi yakni menyangkut kebaikan manusia sebagai manusia dalam penjewantahan kegunaan ilmu (= sains), sebagai penciri persatuan alam, manusia, dan Tuhan.

Dengan dasar filsafat tindakan atau filsafat moral maka bangunan reputasi perusahaan dapat dibuat pengertian [episteme] yang memadai. Ada dua filsafat moral yang dipinjam dan dipakai pada riset ini yakni John Stuart Mill (1806-1873), dengan prinsip memaksimalkan rasa enak (bernilai) dan meminimalkan rasa sakit (tidak enak). Dasar pemikiran ini merupakan pangkal penelitian dan kajian dalam bidang ilmu ekonomi. Jeremy Bentham (1748- 1832) proposisi baru "the greatest happiness for the great number" (= kebahagiaan yang besar mungkin bagi jumlah yang terbesar mungkin),  yang dijelaskan dalam dua tahapan nikmat (pleasure) dan perasaan sakit (pain). Manusia rasional selalu memiliki kecenderungan memaksimalkan rasa nikmat (laba) dan meminimalkan rasa sakit (= kerugian atau biaya). Berikut ini adalah pengertian reputasi dengan menggunakan Grand Theory pada filsafat moral John Stuart Mill (1806-1873), . Jeremy Bentham (1748- 1832). Dan dukungan teori latar belakang atau background theory Argumentasi dalam Skeptis-Metodis dikenal dengan istilah (a) Ren'e Descartes (1596-1650) Aku berpikir maka aku ada (=Cogito ergo sum), (b) Santo Agustinus (354-430), kalau aku keliru itu berarti saya ada (="Si fallor, sum,"), (c) Maine de Biran (1766 - 1824), Saya  Merasa,  Maka Saya Ada (=Volo, ergo sum) sehingga sampai kepada Kant (1724-1804), kebaikan tertinggi (summum bonum).

 Reputasi perusahaan dapat ditinjau pada berbagai sudut pandang sehingga memiliki sejumlah definisi yang berbeda satu sama lain. Menurut Larkin (2003;117), reputasi merefleksikan bonafiditas nama suatu perusahaan menurut pandangan lembaga atau kelompok tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan tesebut.    Definisi reputasi perusahaan menurut Dobson, (1989:26) adalah :"A reputation is a behavioral trait. A firm build a reputation by demostrating aconsisyent mode of behavioral through a series of contractual situations. Once built, a reputation increases the value of implisit claims sold by the firm to stakeholders. Thus a firm's desire to earn future economic rent by maintining it reputation may act as an implicit contractual enforcement mechanism."

 Menurut Michalisin et. al., (1997;23) resource-Based View of the Firm (RBV), reputasi termasuk dalam kategori intangible asset.         Barney (1991:443) mengatakan  reputasi merupakan salah satu elemen kunci intangible resource yang akan menjadi sumber penciptaan kondisi keunggulan daya saing berkelanjutan (sustainable competitive advantage) suatu perusahaan.    Hall (1992, 1993) mendeskripsikan intangeble resources sebagai bahan mentah (feedstock) kapabilitas berbeda (capability differrential) yang menciptakan keunggulan daya saing berkelanjutan dan kinerja perusahaan yang superior.

 Wernerfelt, (1984:21) ; Mahoney dan Pandian, (1992:227) ; Amit dan Shoemaker, (1993:99) ; Barney, (1991:342); Michalisin dan Acar, (1994:334), reputasi perusahaan merupakan sumber daya perusahaan yang dapat menjadi penentu dalam pembentukan keunggulan daya saing dan profitabilitas perusahaan. Sisi lainnya, Spencer (1974:90) mendefinisikan reputasi perusahaan sebagai hasil proses suatu perusahaan yang mengirimkan sinyal-sinyal karakteristik kunci kepada para konstituen sehingga perusahaan dapat memaksimalkan status sosialnya.

  Simon (1985:339) berargumentasi reputasi adalah hasil pengalaman kepuasan para konsumen atas produk-produk perusahaan. Studi lain Weigelt dan Camerer(1988) menyatakan  reputasi perusahaan merupakan serangkaian atribut perusahaan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan masa lalu.  Williamson, (1985:111), faktor reputasi juga banyak dibicarakan dalam tradisi Transaction Cost Economics dan Game Theory. Dalam Transaction Cost Economics, reputasi dinilai sebagai "safeguard against opportunism" Dalam Game Theory, reputasi dibahas panjang lebar dalam kerangka permainan antarwaktu (inter-temporal game theory framework).  Game Theory yang mengilhami banyak pembahasan tentang strategi perusahaan menekankan arti penting reputasi. Christian von Weizsaker (Williamson, 1985:49): "One of the most effective mechanism avaiable to sociaty for the reduction of information production cost is the principle of extrapolate the behavior of other froam past observations and this extrapolation is self-stabilizing, because it provides an incentive for others to live up to these expectations .... by observing other' behavior in the past, one can fairly confidently predict their behavior in the future without incuring further costs."

 Situasi Fombrun dan Shanley (1990:46) mendefinisikan reputasi sebagai persepsi yang ditanamkan di benak publik berdasarkan informasi tentang posisi relatif perusahaan dalam bidang organisasi. Publik menerima sinyal-sinyal pasar mengindikasikan kinerja pasar, sinyal-sinyal akuntansi yang mengindikasikan kinerja keuangan, sinyal-sinyal institusional yang mengindikasikan kepatuhan perusahaan terhadap norma sosial, dan sinyal-sinyal strategis yang mengindikasikan arah strategis perusahaan. Dari keseluruhan sinyal-sinyal tersebut, reputasi perusahaan lambat laun akan tertanam di benak publik.

Studi yang dilakukan Fombrun tersebut sesuai dengan studi Knipes (1988:111) yang menyatakan  reputasi perusahaan merupakan pengukuran kinerja subyektif yang didasarkan pada persepsi individual. Akan tetapi, karena reputasi perusahaan didasarkan pada persepsi individual,  dapat saja terjadi information asymmetry dalam penilaiannya oleh publik. Terjadinya information asymmetry ini sesuai dengan teori Akerlof (1970) atau dikenal dengan nama The Market for Lemons: Quality Uncertainty and the Market Mechanism" is a well-known 1970 by George Akerlof.

  Mengenai market for lemons yang penelitiannya memperlihatkan  para pembali mobil bekas (lemon cars) tidak mempunyai informasi yang cukup terhadap produk dan barang yang ditawarkan, sehingga dalam kasus ini penjual mobil bekas cenderung untuk menurunkan kualitas rata-rata suatu produk.

  Walaupun definisi-definisi yang dipaparkan di atas berbeda satu sama lain, menurut Hannon (1992:190) secara keseluruhan tetap mempunyai garis besar yang sama tentang hakikat reputasi,  yaitu: (1) reputasi memainkan peran penting dalam setiap proses pertukaran antara perusahaan, individu atau perusahaan dan individu; (2) sinyal reputasi dirancang untuk mempengaruhi targetnya secara positif; dan (3) ketika sinyal reputasi berkonotasi buruk,  akan timbul hasil yang negatif.

 Sebuah studi lanjutan dari Fombrun (2001:41) menyimpulkan reputasi perusahaan merupakan : (1) hasil corporate branding di bidang pemasaran Klein dan Leffler, (1981:29) ; Milgromm dan Robert, (1986:11); (2) sinyal dari tindakan dan perilaku di masa depan dimana perusahaan berjanji untuk menilai dan mempromosikan harapan principal tentang kegiatan-kegiatan dari agent sesuai dengan agency theory Spreeman, (1988:88); Milgromm dan Robert, (1982:11);(3) niat baik yang diungkapkan dalam akuntansi Hall, (1992:10) ; Weigelt dan Camerer, (1988:9); (5) manifestasi dari identitas perusahaan sesuai dengan teori organisasi (Fombrun, 2001;9); (6) Market entry barrier yang potensial sesuai dengan teori manajemen Caves dan Porter, (1977:7) ; Wilson, (1985:21); dan; (7) Hasil proses pembentukan yang dapat meningkatkan citra persahaan di pasar modal dan di mata investor Beatty dan Ritter, (1986:22) ; Millgrom dan Roberts, (1986:11).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun