Filsafat Seni Mimesis [168] Bahasa Seni
Ada banyak bahasa seni, masing-masing khusus untuk medium. Makna  diekspresikan dalam seni tidak dapat diterjemahkan ke dalam kata-kata. Selain itu, bahasa tidak hanya membutuhkan penutur tetapi juga pendengar. Jadi, dalam seni, karya itu tidak lengkap sampai dialami oleh orang lain selain seniman. Seniman, karya, dan penonton membentuk tiga serangkai, karena bahkan ketika pematung  itu bekerja sendirian, dia sendiri adalah penonton.
Bahasa melibatkan apa yang dikatakan dan bagaimana dikatakan: substansi dan bentuk. Upaya kreatif seniman adalah membentuk materi sehingga merupakan substansi otentik dari sebuah karya seni. Jika seni hanya ekspresi diri, substansi dan bentuk akan berantakan. Tetap saja, ekspresi diri itu penting. Tanpanya, karya akan kehilangan kesegaran dan orisinalitas, dan meskipun materi yang darinya karya tersebut berasal dari dunia publik, cara pembuatannya adalah individual.
Seseorang yang memandang sebuah karya secara estetis akan menciptakan pengalaman di mana subjeknya baru. Puisi adalah rangkaian pengalaman, dan tidak ada dua pembaca yang memiliki pengalaman yang sama. Memang setiap pembaca membuat puisinya sendiri dari bahan mentah yang sama. Karya seni sebenarnya hanya seperti itu ketika hidup dalam pengalaman seseorang. Sebagai objek fisik, karya itu tetap identik, tetapi sebagai karya seni, ia diciptakan kembali.Â
Tidak masuk akal untuk menanyakan kepada seniman apa yang dimaksud dengan karyanya, karena ia akan menemukan makna yang berbeda di dalamnya pada waktu yang berbeda. Apa yang dimaksud seniman dalam sebuah karya, adalah, apa pun yang dapat dirasakan oleh pengamat dari karya itu yang hidup. Ini tidak berarti bahwa interpretasi apa pun sebagus yang lain.
seni adalah kualitas dari suatu benda dan karenanya bersifat kata sifat. Mengatakan bahwa marathon atau berlari adalah suatu seni sama dengan mengatakan bahwa ada seni dalam marathon atau berlari. Produk itu bukan karya seni, tapi karya itu adalah pengalaman yang dinikmati manusia. Karena seni tidak menunjukkan objek, ia tidak dibagi ke dalam kelas yang berbeda. Ini hanyalah sebuah kegiatan yang dibedakan berdasarkan media yang digunakan. Seniman peduli dengan kualitas, dan kualitas konkret dan khusus. Bagi seorang pelukis, tidak ada dua warna merah karena masing-masing dipengaruhi oleh konteksnya.
Diantara organ indra yang lebih tinggi dan lebih rendah, atau antara seni ruang dan waktu, atau antara seni representatif dan non-representatif. Maka bahasa atau makna dalam seni  memiliki masalah dengan klasifikasi dan definisi  dalam hal genus dan spesies dalam hal estetika.  Klasifikasi bahasa kata, dipastikan membatasi persepsi dan menghambat kreativitas seni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H