Pada tulisan (1) saya sudah menguraikan tentan fenomena roh dalam pemikiran Hegelian. Dengan meminjam pemikiran Hegelian maka teori keagenan atau Agency Theory dapat dijelaskan relasi atau hubungan dominasi dan kepatuhan antara dua kesadaran, katakanlah tuan dan budak (metafora dialektika: relasi "Principles, dan "Agent"), masalah dasar untuk kesadaran adalah mengatasi keberbedaannya, atau menempatkan positif, pencapaian integrasi dengan dirinya sendiri.
Hubungan tuan dan budak (metafora: relasi "Principles, dan Agent" lihat teori Jensen Mackling 1976) atau Hegel menyebut sebagai "Social Character of Thought", dan mengarah ke semacam resolusi sementara, tidak lengkap dari perjuangan untuk pengakuan antara kesadaran yang berbeda.
Maka "Agency Theory" dalam konsep yang saya pinjam adalah fenomenologi Roh adalah "the category of Absolute Mind or Spirit (since the German word, "Geist",  can mean either 'Mind' or 'Spirit')".
Hakekat pada "Agency Theory" adalah pengenalan diri dari Yang Absolut, atau Hegel menyebut sebagai "Absolute Mind" Â sebagai Fenomenologi Roh (Die Phanomenologie des Geistes ). Maka ada (3) tiga tahap proses menuju yang Absolut tersebut. (a) bagimana obyek-obyek pengindraan berdiri diluar subyek sehingga menghasilkan kesadaran atau bewusstsein; (b) bagimana proses munculnya kesadaran diri (selbtbewusstsein) dan kesadaran social, (c) tahap ketiga adalah kedua bentuk kesadaran itu membentuk atau mencapai sintesis dalam rasio (vernunft).
Ke (1) obyek-obyek pengindraan berdiri diluar subyek sehingga menghasilkan kesadaran atau bewusstsein.  Kesadaran pada tahap ini adalah kesadaran indrawi, paling awal, dan paling mudah ditemukan, dan bukan pengetahuan yang sesungguhnya. Maka tahap  pengetahuan dapat dilakukan melalui episteme persepsi indrawi.
Ke (2) proses munculnya kesadaran diri (selbtbewusstsein) dan kesadaran social. Kesadaran diri berwujud 'hasrat', dimana subyek dapat menikmati dan menguasainya demi kenikmatan jasmani. Kesadaran ini dapat dibatasi pada kesadaran lainya dan membatasinya. Adanya kesadaran lain diluar diri sendiri akan membentuk keutuhan manusia sebagai kesadaran bersama-sama atau kesadaran "social" atau kesadaran kita. Untuk sampai pada tahap ini maka diperlukan proses kontradiksi alienasi diri, dan halangan-halangan.
Wujud kesadaran ini yang berasal dari luar diri sendiri atau kesadaran lain (the others) memiliki kecendrungan meng-alienasi-kan atau (bersifat negasi) atau menghapus kemudian menghasilkan eksistensi diri. Hubungan ini oleh Hegel disebut Relasi "Tuan dan Budak".
Kemudian digeser oleh Jensen Mackling kata "Budak" menjadi  Agent"; dan kata  "Tuan  menjadi "Principles.  Pada pemikiran Hegal inilah saya sebut asal pemikiran relasi "Principles, dan Agent" teori Jensen Mackling 1976. Kata  "Budak" menjadi  Agent"; (konkritnya adalah pegawai, karyawan, direksi CEO, pekerja, kuli, budak). Dan kata  "Tuan  menjadi "Principles (kongkritnya adalah pemegang saham, investor, kreditor, dan para pemilik property).
Tuan atau Principles mengenal dan mengukuhkan diri dengan cara memaksa kesadarannya (dengan otoritas) sebagai kesadaran yang lain. Sementara pada sisi "Budak" atau  Agent"; mengetahui diri (sadar diri)  dalam kesadaran yang lain (tuan). Hegel menjelaskan kondisi menjadi berubah karena masing masing ada kontradiksi (alienasi). Tuan atau Principles mengenali "Budak"  atau  Agent" sebagai non person, jatuh dalam level bawah yakni hasrat. Pada kondisi yang sama "Budak"  atau  Agent" mengambil posisi melakukan apa yang dikehendaki  Tuan atau Principles justru sadar diri lewat hasil kerja (kinerja), atau menjadi Tuan atas alam.
Hegel melanjutkan penjelasanya pada kasus kesadaran "Stoik" atau "Stoisisme" kontradiksi (alienasi)  diatasi dengan pindah atau melarikan diri ke dunia batiniah.  Hegel memberi contoh Tuan atau Principles dengan nama Marcus Aurelius) dan "Budak"  atau  Agent" bernama "Epictetus" merasa dirinya bebas, sementara hubungan kongkrit tetap dalam bentuk penindasan. Atau Hegel menyebut "Marcus Aurelius"  dan "Epictetus" wujud kesadaran terbelah antara menegasi diri, dengan mengafirmasi diri.
Ke (3) bentuk kesadaran itu membentuk atau mencapai sintesis dalam rasio (vernunft). Maka untuk menyelesaikan kesadaran terbelah antara menegasi diri, dengan mengafirmasi diri Hegel membuat tahap ketiga sebagai sintesis rasio. Atau sintesis antara kesadaran diri, dengan kesadaran. Pada tahap ini kesadaran diri sendiri, dengan kesadaran yang lain menjadi satu kesatuan yang universal, atau Hegel menyebut "Roh" itu yang sadar diri. Hegel menjelaskan realitas social adalah bentuk "roh" yang belum matang atau belum utuh. Dan Hegel menyebut wujud Roh nyata tersebut mengenal dirinya dalam agama.