Aristotle, Platon membagi kosmos dalam dua tatanan, (a) fana (sublunar). Dan kedua (b) wilayah abadi (supralunar), bersifat dialektika dengan kesinambungannya, konstan, dan tidak mengalami perubahan. Pada sisi waktu kosmos tidak berawal, dan tidak berakhir, abadi dalam waktu. Ada dua pilihan dalam memahami realitas alam semesta (a) mengekang Tuhan dengan pertimbangan logika atau melalui  Scientia (pembisaan pelatihan intelektual), (b) memahami semua realitas dengan jalan realitas melalui (religio) agama. Maka implikasi pada "Novum Organum Scientiarum", oleh Francis Bacon (1561-1626), tentang Tuhan menyediakan dua Kitab bagi manusia yakni Kitab Suci, dan Kitab Alam. Dua kitab ini memunculkan episteme gagasan filsafat Skolastik dengan dua cara menemukan Tuhan, dan realitas melalui (religio), dan melalui Scientia (pembisaan pelatihan intelektual) sebagai upaya mencari keselamatan atau membangun "regnum hominis" (pengetahuan sebagai kekuasaan manusia di dunia) atau establishing the dominion of man on earth ("regnum hominis").
Ke (10) Cara padang ini (world view) pada dua cara ini menimbulkan dua perselisihan dan tegangan, bahkan isolasi-isolasi. Pada satu sisi melahirkan sains modern dengan kemegahan Universitas terkemuka menciptakan penemuan kebudayaan dalam rasio instrumentalnya, dan pada sisi lain (religio) agama hadir dengan megah. Dua pandangan ini mengakibatkan perpisahan yang tidak dapat dihindari. Dan filsafat Skolastik berusaa membangun dialektika sintesis antara filsafat Aristotelian, dan dokrin agama Nasrani.
Ke (11) Ada paradoks dokrin William Ockham (1287-1347) kata "credo ut intelligam" (aku percaya untuk memahami) atau memperluas iman agama, dan saat bersamaan makin memperkecil "Scientia". Disinilah terjadi perselisihan dalam padangan sejarah dunia. Maka pada kondisi ini; agama atau teologi berjalan tanpa filsafat "Scientia" ; dan filsafat ("Scientia") tidak memerlukan agama atau teologi. Keduanya bisa jalan sendiri-sendiri;
Ke (12) perubahan cara padang ini (world view) pada hubungan Tuhan, dengan ciptaan mempengaruhi episteme. Atau paham determinisme Albert Einstein (1879-1955), dan Pythagoras (570SM--495SM), bahwa hukum-hukum yang tidak dipandu oleh hukum-hukum umum, dan fakta kontingen berdiri sendiri lepas, dan tidak saling mempengaruhi secara univeral, maka syollogisme deduksi (umum) kepada khusus (partikular) menjadi tidak berlaku.
Ke (13) Karena Jika Tuhan mau, (sebagai Maha), maka terjadilah. Bahkan yang disebut Niscaya  (necessary) dalam pandangan ini menjadi tidak berlaku. Maka seluruh konsep bentukan fakultas akal budi, dan fakultas kesan indrawi karena secara ontologis tidak mempunyai komitmen pada dunia atau tanpa perlu deterministik kaulasitas. Atau dokrin "Deus absconditus", Tuhan tersembunyi, tak terjangaku fakultas akal budi manusia. Tuhan bersifat kekal, dan "ananta", berada di luar waktu. Hukum alam bisa berubah-ubah jika Tuhan mau;
Ke (14) Fakta menunjukkan bahwa kita bisa naik pesawat terbang  pulang ke Solo, Jogja, Bali, wisata liburan ke Jepang, Eropa, hanya beberapa menit atau jam dan tidak jalan kaki karena hasil otak pikiran cerdas, kemampuan menciptakan, dan seterusnya. Atau pada sisi lain ada fakta bahwa manusia sakit TBC, malaria, flu, buta karena katarak, bisa di sembuhkan dengan hasil ilmu, dan logika, dan bukan dengan doa. Bahkan NASA Space Shuttle (USA), dengan kecepatan hingga 28.100 kilometer per jam atau 1,4 jam untuk mengelilingi Bumi. Bahkan jika tahun 2030 ide ini diproduksi, komersialisasi pesawat Space Shuttle maka jarak Jakarta ke Tokyo Jepang hanya butuh waktu 5 menit sampai 15 menit atau mungkin 1 menit.  Demikian juga hasil riset publikasi terakhir telah ditemukan adanya partikel Tuhan (God particle: Higgs boson), dan bumi kembar. Kondisi ini apa yang dikatakan oleh John Duns Scotus (1265-108), dan William Ockham (1287-1347) sebagai pembawa jalan modern (via moderna) lawan jalan kuna (via antiqua).
Ke (15) Maka pada kondisi ini; agama atau teologi berjalan tanpa filsafat ("Scientia"), dan filsafat ("Scientia") tidak memerlukan agama atau teologi. Keduanya bisa jalan sendiri-sendiri. Maka alam dengan cara padang filsafat ("Scientia") hanya dijadikan artefak, seperti mesin, yang terlepas dari yang kudus, dan sakral. Maka 4 penyebab "Universal And Causes": atau (four cause) Aristotle (384BC322BC), berupa material cause, forma cause, efficient cause, final cause, hanya dipakai oleh Rene Descartes (1596-1650) dengan dua cause saja yakni material cause, dan efficient cause. Maka seluruh alam semesta hanya terdiri materi, dan rangkaian gerak. Cartesian membuat definisi alam adalah dianggap benda wujud material (kecuali mind), atau disamakan dengan mesin raksasa yang dibuat dikendalikan oleh Tuhan. Maka alam adalah sebagai kinerja mesin dengan dua tatanan yakni materi, dan gerak. Mesin berdaya guna.
bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H