Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Schiller: Fakultas Supra Sensual

24 Agustus 2018   12:17 Diperbarui: 24 Agustus 2018   13:12 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Schiller: Fakultas Supra Sensual| Dokumentasi pribadi

Johann Christoph Friedrich von Schiller (10 November 1759-9 Mei 1805), umumnya dikenal dengan nama Friedrich Schiller, adalah penyair, filsuf, sejarawan, sastrawan, dan penulis drama berkebangsan Jerman.

Jika Kant menyatakan episteme mengetahui dengan menggunakan fakultas akal budi, dan fakultas kesan indrawi melaui 12 kategori, maka Friedrich Schiller memperkenalkan konsep baru dengan pendekatan yang sama sekali berlainan yakni fakultas supra sensual umat manusia. Fakultas Supra Sensual ini adalah kehendak tidak tunduk pada alam, maupun alasan-alasan lainya terutama pada "sakit, kehilangan, dan kematian". 

Manusia dengan fakultas supra sensual mampu memiliki jiwa luhur dan iklas dan kekuatan lepas darai penderitaan, dengan" rahmat dan martabatnya" atau "Uber Anmut und Wurde" (On Grace and Dignity)  tahun 1793 untuk mencari dan menemukan keselarasan dengan cita-cita harmoni manusia.

Untuk menjelaskan kemampuan fakultas supra sensual ini,  Schiller pada argument "On the Art of Tragedy" ["Uber die tragische Kunst"], tahun 1792, essai tentang yang sublime atau "On the Sublime" (1801), dan "On the Pathetic" ('Uber das Pathetische') diterbitkan pada tahun 1793).

Tiga karya ini khususnya "On the Art of Tragedy" ["Uber die tragische Kunst"], tahun 1792, soal kesanggupan manusia dengan fakultas supra sensual menerima penderitaan dengan menggunakan reason (kesadaran) atau matematika , dan "kepekaan", bahwa manusia dapat berpikir melampaui dari apa yang kita ketahui. 

Dengan "kepekaan", memunculkan campuran antara ketakutan, dan kekaguman yang kita alami, sebagai objek perasaan, pada bahaya/ ketakutan, kemudian berani mengambil sukap melawan dengan cara yang berbeda pada situasi "kehilangan, penyakit, dan kematian" (3 hal ini di sebut sebagai bentuk "sublim"). 

"Sublim diri" adalah bentuk menampakkan keindahan dalam bentuknya yang tertinggi; amat indah; mulia; utama. Hal ini diperoleh dengan cara luhur kontemplatif, saksi bisu, dan rasa pendertitaan, hancur, tetapi kemudian memiliki martabat untuk menyerahkan diri dan tidak takut. Inilah keluhuran manusia dengan fakultas supra sensualnya. 

Mampu menerima segala sesuatu, menanggung segala sesuatu, melalui rahmat, dan anugrah bersedia menerima yang paradoks pada penderitaan atau disposisi paling mulya dalam diri manusia dalam teks Uber das Erhabene (mengenai yang sublim). Artinya keluhuran dan kemulyaan manusia ada pada kemampuan mengubah penderitaan menjadi suka rela, iklas menghadapi kekuatan tak terbatas sebagai obyek yang luhur. 

Fakultas supra sensual adalah keluhuran manusia memahami hal theoria, dan parktis  dengan segala bentuk paradoksnya terutama dikaitkan dengan makna pada  3 kriteria sublim "kehilangan, penyakit, dan kematian".

bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun