Ke (2) Laporan keuangan klien, dan bahasa yang dikenakan bersifat sebagai Otonomi  Teks dan Bahasa. Pemahaman pada otonomi teks bahasa bersifat dekontekstualisasi, dan rekontekstualisasi.Â
Dekontekstualisasi adalah laporan keuangan terlepas dari cakrawala penulis (auditee), dan rekontekstualisasi upaya membua teks-teks laporan keuangan pada kemungkinan yang lebih luas, dan mendalam.Â
Maka tugas auditor melakukan "distansiasi"Â atau rekonsiliasi atau mencabut makna awal teks dari konteksnya untuk menjadikan diskursus baru dan memungkinkan pemahaman yang berbeda, dan baru sama sekali, sebagai fungsi apropriasi.
Ke (3) Pemahaman pada klien (auditee) berhubungan dengan sensasi (persepsi, dan kognisi), dan perluasan dengan metafora-metafora. Ini berkaitan  dengan temuan dan fakta audit yang ditemukan atau bersifat quasi empirisme.
Ke (4) Terdapat jarak pemahaman yang berbeda, antara dia tafsirkan kepada orang lain (antara auditor dengan klien (auditee). Artinya kesalahan interprestasi laporan keuangan mengalami gangguan pada diri sendiri (miliknya sendiri). Akibatknya  semua fakta laporan keuangan dapat terdistorsi oleh ekspresi dalam bahasa yang bias atau paradoks dan ambiguitas
Ke (5)  Auditor memiliki kompetensi untuk menyematkan bahasa, terutama pada pemahaman sekulerisme (waktu saat ini) atau metode fair value (tafsir kekinian), diikuti dengan "generic". Tras subtansi "genre" ini diperlukan untuk kesesuaian antara tujuan dan aturan umum tertentu yang disadari dan diikutinya. Dengan cara ini memungkinkan menemukan perbedaan material  terhadap bukti linguistic (fakta lainnya) yang relevan reliable pada laporan keuangan klien.
Ke (6) Â Transposisi adalah cara masuk kedalam atau aspek psikologi. Untuk memahami teks laporan keuangan, maka auditor (yang memeriksa) melakukan transposisi diri mengandaikan dirinya berada didalam proses penyusunan laporan keuangan tersebut.Â
Transposisi diri atau mengambil alih fungsi penulis laporan keuangan memungkinkan adanya pemahaman lahiriah dan batiniah menghasilkan teks tersebut. Akhirnya menemukan fenomen perasaan dibandingkan kognisi klien (auditee).
Ke (7)  Auditor memiliki peran penting untuk peramalan masa depan (audit going concern). Qua hipotesis antara pemahaman batiniah (fakta jasmani), dengan dimensi psikilogi batin auditee, baik inpeksi  perilaku verbal, dan non verbal klien, untuk menghasilkan konseptual penyimpulan (judgment) audit.
Ke (8) Prinsip mengakomodasi. Produksi teks laporan keuangan yang ditulis klien (auditee), sebagai pekerjaan penulis (produksi teks) dilakukan berbentuk tulisan dalam bentuk bahasa (kualitatif  kuantitatif) bukan sebenarnya (fakta) tetapi target bahasa yang dipandu dalam otoritas.Â
Prinsip mengakomodasi ini, mewajibkan auditor dapat melakukan kreativitas improvisasi (seni memahami) untuk mencapai bahasa target yang dibutuhkanya. Maka bentuk (seni memahami), tiruan, reparasi, peremajaan, atau pemindahan makna menjadi mungkin dilakukan.