"Peristrophe Periagoge" Dialog Socrates Dengan Glaukon [6]
Bolak balik menanjak (anabasis), turun (katabasis)
Dialog Glaukon Dengan Socrates sebagai hidup mati atau bolak balik menanjak (anabasis), turun (katabasis) Platon mencapai tahap-tahap pada ["idea Yang Baik" atau "ten tou agathou idean"]. Platon membagai 3 bentuk metafora alegori untuk mencapai ["idea Yang Baik"] yakni: (1) Matahari (Sun), (2) Dua Garis Membagi (Divided Line), (3) "The 'Allegory Of The Cave" atau alegori Gua (Cave).
Setelah pada tulisan 1 sampai 5 sebelumnya, maka pada tahap ini adalah inti penjelasan [Paideia] adalah proses "Peristrophe Periagoge" seperti dalam dialog  Dialog Socrates Dengan Glaukon sebagai progress pencerahan manusia diandaikan bolak balik menanjak (anabasis), turun (katabasis) dalam gua. Atau hidup mati adalah proses Hidup, Mati  diawali pada Bayangan (shadow); Permainan (game); Melarikan diri (escape); Kembali (return) turun kedalam gua.
Dan Kembali (return) turun kedalam gua, Â maka ada perlawanan dalam Gua, seperti dalam kondisi Socrates mati di voting di Bunuh, atau Nabi Isa di Salip, atau Galileo Galilei, atau Santa Margaretha dari Metola, atau martir untuk iman, dan ilmu. Dalam metafora ini reformasi mental dan pemikirian atau perubahan paradigma (kemapanan) dalam masyarakat adalah tugas mereka yang sudah melalui proses naik gua, dan turun gua.
Mampu mengalienasikan diri menjadi (leader of change) atau semacam moksa dalam tatanan tertentu. Paradigma masyarakat yang sudah mapan berada dalam zona nyaman, pasti terusik dan terganggu dengan novelty  atau pergantian paradigma (istilah Khun, Popper), atau dekonstruksi model Derrida, atau Rorty. Hal ini adalah tantangan pada King Philosopher sebagai motivator pembaruan diri pada zona nyaman (dalam Gua) ke paradigm yang lebih tinggi.Â
Semacam guru pembebas yang memperoleh ganjaran "kematian" karena melawan kemapanan dan sudah baku sebagai konsititusi ide fixed. Tindakan Socrates sebagai guru reformasi harus membayar dengan kematian dirinya sendiri. Upaya pendidikan mata jiwa batin taruhannya adalah kematian guna memperbaiki mengeliminasi tatan kebudayaan yang mapan (namun busuk). Maka tugas filsuf turun kedalam gua kembali sebagai representasi pada figure ["protagonist"].
Bagimana untuk dapat menanjak, dan kembali ke dalam gua untuk memberikan pencerahan dalam komunitas, masyarakat, negara. Platon pada buku Republic kemudian menggambarkan Filsuf Alamiah (philosophos phusis) melalui jalur pendidikan ["Paideia"]Â sehingga membuka "mata jiwa", dan membalikkan pengetahuan dari doxa pada Mata indrawi untuk mencintai (philein) dan kebijaksanaan (sophia) dan kemudian mampu menegakkan (mengatur) wilayah res publica secara adil dan mengemban tugas utama sebagai pendidik warga negara atau negarawan (kalos kagathos).Â
Proses mencetak melalui pendidikan atau [Paideia] untuk menghasilkan  negarawan (kalos kagathos) ada pada (teks 474c8, dan 475b8-9) mewujudkan manusia yang sebagai filsuf alamiah (philosophos phusis) mencintai kebijaksanaan (philosophia) sebagai wujud mencintai secara keseluruhan (alla pasen) dalam seluruh eros (hasratnya).
Pengertian mencintai secara keseluruhan (alla pasen) adalah hasrat besar pada kebenaran kekal (immortal) dan menyeluruh, memiliki kepastian tidak tertarik pada motivasi mata indrawi (material benda), memiliki intelektual yang baik, daya ingat yang stabil, tubuh sehat, mudah belajar, cepat tepat tanggap, elok, menawan, berjiwa besar, dan senantiasa bersahabat mencintai kebenaran, keadilan, keberanian, dan ugahari.