Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Peristrophe Periagoge, Dialog Socrates dengan Glaukon [3]

31 Juli 2018   01:11 Diperbarui: 31 Juli 2018   01:45 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dialog Glaukon Dengan Socrates sebagai hidup mati atau bolak balik menanjak (anabasis), turun (katabasis) Plato mengunakan istilah "eikon"  dengan menggunakan metafora alegori Gua untuk mencapai ["idea Yang Baik" atau "ten tou agathou idean"]. Platon membagai 3 bentuk metafora alegori untuk mencapai ["idea Yang Baik"] yakni: (1) Matahari (Sun), (2) Dua Garis Membagi (Divided Line), (3) Gua (Cave).

Tentang  makna "The 'Allegory Of The Cave" atau Alegori Gua (Cave) pada pemikiran buku pada teks  Buku VII The Republic  Platon atau Politeia Platon,  atau esensi dialog Socrates Glaukon pada teks Buku VII ["514a1 sampai 517a6"].

Pada dasarnya inti dialog antara Glaucon dan Socrates ini adalah metafora pada alegori manusia dalam episteme pemahaman. Seperti menonton film mirip bioskop XII (atau panggung wayang malam hari_ teks 7 seksi, 514b) menghadap tembok akhir. Ada enam manusia, misalnya Adi, Budi, Cicilia, Danu, Elia, Fransisca. Kelima orang ini mirip penjahat, atau  tawanan perang, diikat kaki, dan tangan, sehingga mereka tidak bisa bergerak, dan harus diam saja atau mirip pada "gagasan tubuh sebagai penjara jiwa". Dibelakang mereka ada jalan (roadway) yang di buat pagar setinggi kira-kira 1 meter, sehingga memungkinkan apa saja melitas benda apa saja.

Kemudian disebelahnya lebih tinggi sedikit terdapat ada api unggun (cahaya api buatan) menyala sehingga memungkinkan gua memiliki cahaya, dan jika ada objek benda yang melintas maka ada bayang-bayang. 

Bayang-bayang itu adalah realitas yang ditampakkan pada enam manusia tadi. Misalnya budak lewat, patung lewat, kera lewat, kelinci lewat, ayam lewat, kucing lewat, dan mereka berenam tertawa (bahagia), dan senang menonton film di dalam gua, dan betah berlama-lama. Mereka juga merasa diri mereka tidak bisa memutuskan rantai pada tubuh mereka (akibat tersandra). Penjelasannya seperti ada pemisah antara pantulan gambar-gambar dengan dengan  enam orang terikat  tersebut.

Pengetahuan yang mereka peroleh adalah hasil interprestasi dengan menggunakan indra mata, membuat apa yang disebut sebagai persepsi atau bayang-bayang realitas  atau kemudian menghasilkan pengetahuan sensible (visible world). 

Pengetahuan ini disebut Platon sebagai "Eikasia (persepsi/gosib)" atau "Pistis (kesan pancaindra)". Bagi mereka dua pengetahuan ini sudah sebuah realitas sesungguhnya atau disebut Platon sebagai pengetahuan "doxa" atau opini.

Pengetahuan  "doxa" atau opini ini disebut sebagai pengalaman persepsi indrawi (aesthesis arte), dan menurut Socrates manusia demikian adalah manusia tidak terdidik (apaideusias). Yang kemudian manusia membutukan pendidikan [paideia] pembelajar dan membentuk manusia berkebudayaan.

Lalu dalam teks 515c.... When one was freed from his fetters and compelled to stand up suddenly and turn his head around and walk and to lift up his eyes to the light, and in doing all this felt pain and, because of the dazzle and glitter of the light, was unable to discern the objects whose shadows he formerly saw. 

Ketika salah satu dari tawanan tersebut dapat melepaskan diri sebagai tahanan  terikat maka salah satu diantara terlepas, dan dipaksa [teks 515e], would not that pain his eyes, and would he not turn away and flee to those things which he is able to discern and regard them as in very deed more clear and exact than the objects pointed out?" "It is so," he said. "And if," said I, "someone should drag him thence by force up the ascent1 which is rough and steep, and not let him go before he had drawn him out into the light of the sun.

Tinakan pemaksaan, dan kekesaran dilakukan untuk keluar melalui jalan menanjak mendaki dan curam, mencari dan menemukan pintu keluar mulut gua. Untuk melihat cahaya asli yakni matahari. Tindakan paksa keluar dari zona gua ["Eikasia (persepsi/gosib)" atau "Pistis (kesan pancaindra"] menuju tahap lebih tinggi yakni tahap pengetahuan intelek atau episteme dalam kemampuan menjadi manusia pembelajar memahami ["Dianoia"] atau logika abstrak matematika, dan sampai kepada tertinggi tertanammnya jiwa manusia pada pengetahuan ["Noesis"] atau  (Arete) pada dokrin Platon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun