Filsafat  Seks (8), Pantheon Lingga Yoni Dinsti Sanjaya
Pada tulisan ini adalah bagian interprestasi riset saya  pada Dua Dinasti di Kerajaan Mataram', yaitu: (1) Dinsti Sanjaya (Sajayavasa), dan (2) Dinasti Sailendra (Sailendravamsa). Ikon utama berupa metafora dalam bentuk Lingga-Yoni. Pantheon Lingga Yoni dapat dijadikan episteme dan cara memahami dunia dengan bertanggungjawab, dan memenuhi kaidah akademik. Â
Pada tulisan ini adalah sebagian ringkasan road map riset saya tahun 2003-2034 khususnya pada studi hermeneutika, semiotika, etnografi dan genealogi pada "Pantheon Lingga Yoni Dinsti Sanjaya".
Pada bagian (1 sampai 7) ini saya telah  jelaskan Filsafat  Seks, Menjadi Seksuasi, Menjadi Pengawasan Sistem Kapitalisme, sebagai bentuk kekuasan dominasi.  Pada tulisan ke (8) ini saya menjelaskan hasil umum tema "Pantheon Lingga Yoni Dinsti Sanjaya" sesuai studi interprestasi hermeneutika pada  (1) Candi Gunung Wukir, Candi Canggal, atau Shiwalingga, (2) Candi Ngawen, (3) Candi Asu, (4) Candi Pendem,  (5) Candi Lumbung, (6) Pratasti Mantyasih, (7) Candi Gunungsari, (8) Candi Liyangan, (9) Candi Gedong Sangao Ungaran, (10) Candi Dieng, (11). Candi Sukuh, dan (12) Candi  Ceto. Semua Candi ini berada di Provinsi Pulau Jawa.Â
Setelah melakukan hampir 2009-2018 ini saya dapat memberikan beberapa makna  hermeneutika, semiotika, dan etnografi  pada "Pantheon Lingga Yoni Dinsti Sanjaya" dan saya menemukan novelty (STOA) pada "Kitab Pantheon Lingga Yoni". Keterbaharuan ini "Kitab Pantheon Lingga Yoni",  belum saya temukan dalam riset di Indonesia.Â
Tentu saja penelitian ini sudah berupaya dengan segala usaha, dana, dan waktu dan menghasilkan diskursus yang memungkinkan pemahaman Indonesia Kuna Khususunya Mataram Kuna sebagai pusat episteme, dan kekusaan di Nusantara yang masih memiliki pengaruh "metafisik" dan misteri yang tidak mampu dilakukan rekonstruksi dengan tepat, dan tepat.Â
Tetapi penelitian saya selama 18 tahun terakhir tanpa henti telah menemukan bahwa dokrin leluhur Indonesia tidak jauh kalah dan berbeda dengan model kedalaman pada ilmu-ilmu barat sejak Yunani Kuna. Indonesia hebat, dan diunggul luhur dan berkeadilan, dengan penuh kewaspadaan, dan mawas diri (ugahari) itulah nilai arite nya Indonesia lama. Â
Kedalaman batin (sembah roso) adalah kata kunci pada "Kitab Pantheon Lingga Yoni" sehingga memungkinkan semua elemen dan penjelesannya dapat dipahami tentang prediksi masa depan (drama eksistensial) Â semacam manusia keterlemparan dalam dunia (Dasein_ Haiddeger). Kecemasan selalu ada dalam tiap-tiap artefak candi yang teliti, dan kemungkinan kekembalian hal yang sama secara abadi, atau kemungkinan mencari ide fixed, atau fenomenologi roh (Geist Hegel) membentuk sejarah.
Tetapi hasil riset ini lebih dalam dan mengagumkan bahwa "Kitab Pantheon Lingga Yoni" secara ontologis seks manusia (bibit) adalah hubungan dua orang untuk menghasilkan penduduk. Kata ini wajar jika dipahami dalam tradisi kejawen atau Mataram Kuna tentang istilah "Wiwitan, atau Timur" atau permulaan, atau awal manusia dapat dijelaskan dengan ontologis seks manusia (bibit), diikuti dengan (bebet), dan terakhir adalah (bobot). Tetapi apapun bahwa ontologis seks manusia (bibit) ide gagasan pada "Kitab Pantheon Lingga Yoni" atau "Pantheon Lingga Yoni Dinsti Sanjaya". Sebagai wujud akar problem berawal pada seks, seksuasi, kapitalisme atau sekulerisasi.
Hasil penelitian menunjukkan apa yang dikatakan dalam pemikiran cHerakleitos Segala sesuatu yang terus berubah di alam semesta dapat berjalan dengan teratur  seusai tatanannya, dan tidak ada yang disebut ide fixed. Tetapi Pantheon Lingga Yoni Dinsti Sanjaya" memiliki ontologis dan episteme ide  pada realitas manusia apa yang saya sebut sebagai filsafat seks, seksuasi, dan kapitalisme. Atau penyebab semuanya ini adalah  ide pada seks manusia (bibit).Â
Maka semua berubah berkembang, dan "menjadi".  Misalnya Candi di Magelang dan Jogjakarta, Pertama-tama candi di buat disusun dibangun dalam metafora seks manusia (bibit) atau Pantheon Lingga Yoni Dinsti Sanjaya", bergeser menjadi Kraton Jogja, dan Mangkunegaran Solo, bergeser menjadi "Alun-Alun, terus bergeser menjadi  Pasar Pasar Beringharjo (mistis perjumpaan waktu lalu dan kekinian), Mall Malioboro di Jogja, atau  Pasar Klewer (Solo), kemudian bergeser menjadi Mall Hartono Jogja Solo, dan kemudian bergeser menjadi  Mall dalam dunia Maya (atau bayang bayang simbol Wayang).