Kompas.com - 17/05/2018, 09:12 WIB. dengan judul "Keamanan Bandara, Pelabuhan, Terminal dan Stasiun Diperketat, Masyarakat Diminta Maklum". Keamanan ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi pasca kasus pasca-kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok pada Selasa (8/5/2018) silam, disusul kejadian  serangkaian aksi serangan bom di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018), dan terakhir kasus  Mapolda Riau diserang terduga teroris pada pukul 09.05 WIB, Rabu (16/5/2018).
PT KAI Commuter Jabodetabek sejak tanggal 19 September 2017 telah berganti nama menjadi PT Kereta Commuter Indonesia adalah salah satu anak perusahaan di lingkungan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Berdasaskan informasi pada Kamis, 4 Januari 2018 15:15 WIB di Tribunnews.com dengan judul Jumlah Penumpang KRL Sepanjang 2017 Melampaui Target, jumlah pengguna KRL di tahun 2017 mengalami kenaikan sebesar 8 persen dari target sebanyak 315.811.848 penumpang, atau naik sebanyak 23.471.050 orang dari target awal volume penumpang.
Bagi kita pengguna jasa KRLÂ Commuter Line Jabodetabek hingga Agustus 2017, KCI telah memiliki 758 unit KRL. Pada Agustus 2017, rata-rata jumlah pengguna KRL per hari mencapai 993.804 pengguna pada hari kerja, dengan rekor jumlah pengguna terbanyak yang dilayani dalam satu hari adalah 1.065.522. Sebagai operator sarana, kereta Commuter Line yang dioperasikan KCI saat ini melayani 75 stasiun di seluruh Jabodetabek, Banten dan Cikarang dengan jangkauan rute mencapai 418,5 km.
Lalu bagimana keamaanan, KRL Commuter Line Jabodetabek dari serangan manusia tidak bertanggungjawab atau "Kebiadaban teorisme" dapat dicegah supaya tidak boleh terjadi seperti dalam berita  Kompas.com.17/05/2018, 09:12 WIB tersebut.
Memang tidak mudah mendeteksi kemungkinan tindakan "Kebiadaban teorisme" dapat dicegah, atau menghindari pada tindakan "Kebiadaban teorisme" ini dapat dicegah. Bisa dibayangkan bagimana mengawasi lalu lintas manusia  dengan  penumpang rata-rata satu dari 1 juta penumpang KRL per hari. Apalagi pada jam sibuk  dengan kapasitas rata-rata 12 gerbong KRL, terutama pada pada jam sibuk puncak: sejak pukul 16.30-20.30  malam,  atau jam pagi hari dimana semua pekerja kantor memiliki jadwal masuk yang sama, sekitar pukul 06.00-08.30 pagi hari.Â
Human Traffic atau full capacity, dan over capacity  pada  jam tersebut atau di sebut waktu  Peak Hour atau Waktu Sibuk. Bayangkan 1 gerbong KRL kapasitas  normalnya muat 250 penumpang bisa naik hingga 3 sampai 4 kali lipat. Lalu bagaimana dengan  Prosedur Keamanan di Kereta Api di tiap-tiap Stasiun KRL Commuter Line atau mencegah mendeteksi "Kebiadaban teorisme".
Jawabannya memang tidak dapat dipastikan tingkat keamanannya  untuk memberikan rasa aman dan nyaman terhadap penumpang kereta api, dengan memasang kamera CCTV dan menempatkan dua petugas Polsuska, aparat kepolisian berpakaian resmi, atau tidak resmi (Reserse Kriminal Polri).Â
Karena prosedur yang dilakukan petugas keamanan dan CCTV di berbagai tempat menjadi corong verifikasi data-data penumpang, semua muka dan gerak penumpang terekam saat masuk sehingga siapapun yang berbuat kejahatan akan mudah terlacak.
Hanya saja, hasil pengamatan saya, di stasiun Pasar Minggu, Bogor, Bojong Gede, Depok, Manggarai, Sudirman, Karet Bivak, Tanah Abang, dan Jakarta Kota, saya belum menemukan alat detector atau  pemasangan alat Pendeteksi Barang Bawaan Penumpang. Demikian juga pada saat di Stasiun Pasar Senen menuju ke Jawa atau Jogjakarta, atau sebaliknya dari Stasiun Tugu ke Pasar Senen saya tidak menemukan alat detector semacam x-ray seperti ada di bandara Udara untuk Pendeteksi Barang Bawaan Penumpang.
Saran saya demi keamanan bersama dan nyawa manusia, maka semua stasiun KRL Commuter Line, atau stasiun ke Jalur Jawa Jakarta atau sebaliknya  harus mengupayakan memasang  alat detector mesin X-ray.  Jadi apapun benda simpan, dibawah, atau selipkan didalam tas maupun barang bawaan kita akan terdeteksi dengan mesin X-ray ini atau alat "Entry Body Scanner" atau alat "Explosives Narcotic", atau alat pendeteksi "metal detector" atau Teknologi FLIR (Forward Looking Infra Red), merupakan alat pendeteksi bahan peledak serta dapat digunakan untuk pendeteksian narkotika. Alat ini biasanya digunakan di bandara internasional. Dengan model ini alat ini akan  mencegah mendeteksi tindakan bom bunuh diri atau "Kebiadaban teorisme". Â
Dengan alat dan teknologi wajib kita perlukan supaya apapun benda yang dilarang UU seperti senjata tajam, gunting, panah, beceng, pisau lipat, samurai, bom, narkoba, maupun bahan peledak tidak boleh masuk dalam area Stasiun Kereta Api di seluruh Indonesia. Jayalah Negara Indonesia selalu. ***)