Problem Umum. Bahwa pembangunan di Indonesia tentu memiliki dampak positif dan negative. Efek yang kurang mendapat  perhatian adalah masalah etika lingungan hidup. Istilah etika ini apalagi non manusia rasanya pasti kurang pas, dan pengusaha dan pengusaha tidak menjadikan nomor satu. Itulah artikel ini akan membuka pandangan kita tentang pemikiran etika lingungan hidup. Demikian juga saya rangkum dalam beberapa catatan harian Kompas.com; sebagai berikut:
Kompas.com, 18/11/2010, 04.21 Kompas.com Ada Tiga Kasus Besar Kerusakan Lingkungan Kota Semarang. 02/04/2011, 08:41 WIB. Menyoal Amdal Jalan Tol Semarang. Kompas.com - 27/02/2015, 20:00 WIB, Ekologi Bali Selatan Terancam Rusak karena Reklamasi. Kompas.com - 27/01/2017, 17:30 WIB Â "Amdal Proyek Bandara Kulon Progo Dinilai Tidak Sesuai Prosedur".
Kompas.com - 18/01/2017, 20:09 WIB Kajian Lingkungan Hidup soal Reklamasi Teluk Jakarta Diminta Segera Dituntaskan. Kompas.com 15 Desember 2017 22:12 WIB. Kalangan lembaga kajian dan advokasi mendorong pemerintah untuk menyeimbangkan pembangunan infrastruktur dengan program-program kelestarian lingkungan hidup. Â Kompas.com 23/12/2015, 15:00 WIB., Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Merusak Lingkungan.Â
Dan seterusnya masih banyak sekali kasus perusakkan lingkungan hidup atas nama tahayul pembangunan, belum lagi pembakaran Hutan untuk Perkebunan, kebiasan masyarakat membuang sampah di Sungai, Pencemaran Laut, dan Pantai, atau penebangan pohon untuk jalan tol, jalan negara, Mall, dan seterusnya.
Maka berikut ini saya akan susun gagasan dari artikel hasil penelitian saya pada tahun 2013 lalu, tentang Etika Lingkungan hidup, untuk memastikan secara ontologis apakah benar manusia perduli terhadap lingkungan.
Pengantar. Masalah lingkungan, kini telah menjadi  persoalan hidup-mati bagi manusia sejagat. Dorongan kodrati untuk hidup lebih baik (bisnis)  telah menjerumuskan manusia ke dalam tindakan-tindakan eksploitatif atas alam.  Atas alasan itu (better life) pembakaran hutan, pembuangan limbah nuklir, sampah rumah tangga, polusi udara karena gaya hidup modern teknologis,dll. Seolah mendapatkan justifikasinya.  Apakah memang boleh atau semestinya demikian.
Lebih lagi, manusia seolah baru sadar dan beranjak  untuk berefleksi ketika hidupnya mulai terancam dan dunia sudah tidak lagi  menjadi tempat yang nyaman huni. Berbagai gerakan kepedulian terhadap   lingkungan pun bermunculan (Green peace,  sadarling, etc). Persoalannya.  Apa yang direfleksikan mereka. Â
Pesan moral apa yang akan diwartakan kepada dunia. Persoalan Konseptual. Tiliklah makna etis dalam istilah-istilah berikut! (1). Kementrian Kehutanan, dan  Lingkungan Hidup. Tidak lebih dari sebuah instansi teknis (2). Kepedulian atas Lingkungan Hidup. Lebih daripada sebuah gerakan moral  yang eksis setelah alam tidak lagi nyaman bagi manusia untuk hidup sebagai makluk humani; (3). Etika Lingkungan Hidup. Inilah yang menarik untuk dikaji lebih seksama dan mendalam. Ada apa di baliknya.
 Gagasan SEC, dan DEC.  Filsuf Norwegia Arne Dekke Eide Naess  (1912-2009)
Pada teks buku  Naess (The Ethics of Environmental Concern, Oxford, 1983, 2-3), membedakan dua macam kepedulian manusia  saat ini atas lingkungan, yakni: (1) Kepedulian atas Lingkungan Yang Dangkal  atau (Shallow Ecology Care atau SEC); dan (2) Kepedulian Yang  Mendalam  Pada Lingkungan atau (Deep Ecology Care atau DEC).
Apa hakekat dan praksis atau (Shallow Ecology Care atau SEC) dan atau (Shallow Ecology Care atau SEC) itu sesungguhnya. Kepedulian Yang Dangkal merujuk kepada kepentingan-kepentingan yang diabaikan dalam kaitannya dengan ekonomi tradisional. Himbauan untuk tidak merokok dengan alasan membahayakan kesehatan rekan kerja, larangan menyuntik ayam pedaging dengan hormon, larangan mempergunakan zat pewarna untuk makanan, keinginan untuk  tidak memakai asbes sebagai bahan bangunan, dapat disebut sebagai contoh- contoh untuk bentuk kepedulian ini. Istilah 'dangkal' di sini tidak harus berarti 'tidak penting'. Kepedulian Yang Dangkal Vs Ekonomisme.