Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Metanarasi Mitos Tantalos, Sisyphus: Utang Indonesia Rp 4.636 Triliun

9 Februari 2018   14:49 Diperbarui: 9 Februari 2018   17:05 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rupiah (Thinkstockphotos.com)

Problem Pada artikel ini pada Kompas.com, 16/01/2018, 06:02 WIB. Bank Indonesia (BI) melaporkan, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir November 2017 tercatat sebesar 347,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.636,455 triliun dengan kurs Rp 13.350 per dollar AS. Jumlah tersebut naik 9,1 persen secara tahunan (yoy), "tulis BI dalam pernyataan resmi, Selasa (16/1/2018). ULN tetap didominasi ULN jangka panjang yang memiliki pangsa 85,7 persen dari total ULN dan pada November 2017 atau tumbuh 7,5 prrsen (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 3,9 persen (yoy).

Problem ke dua seperti pada Kompas.com, 04/07/2017, 11:00 WIB. Jumlah utang luar negeri (ULN) pemerintah pusat terus bertambah. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), jumlah utang pemerintah di akhir 2014 tercatat Rp 2.604,93 triliun. Dan hingga akhir Mei 2017 lalu, jumlah total utang luar negeri Indonesia mencapai Rp 3.672,33 triliun.Jumlah utang luar negeri RI meningkat hingga Rp 1.067,4 triliun sejak awal pemerintahan Presiden pada 2014 hingga Mei 2017. Menurut informasi dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, beberapa utang jatuh tempo dalam periode dua tahun ke depan, yani 2018 dan 20 19.Dalam rincian DJPPR, pada 2018 utang jatuh tempo mencapai Rp 390 triliun dan pada tahun 2019 sekitar Rp 420 triliun. Jika dijumlah, sekitar Rp 810 triliun. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Pertanyaan saya: {"Bagaimana mungkin terjadi pada November 2017 utang Indonesia sekitar Rp 4.636,455 triliun, sedangkan  akhir 2014 tercatat Rp 2.604,93 triliun"}. Atau {selama 3 tahun utang naik sebesar Rp 2.032 triliun). Untuk memahami ini dengan segala hormat tanpa mengurangi kerja maksimal, dan permohoan maaf  kepada manusia pintar dan hebat dinegara ini, maka setelah mempelajari narasi akademik tidak kurang 170 literatur terutama buku "An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations" karya  Adam Smith (1776),  bahkan termasuk pada kerangka pemikiran para peraih nobel bidang ilmu ekonomi seperti:(1) Angus Deaton (2015), Measuring and Understanding Behavior,Welfare, and Poverty, (2)  Robert J. Shiller (2013) Speculative Asset, (3)  Lloyd S. Shapley (2012) Allocation Games the Deferred Acceptance Algorithm, (4) Thomas J. Sargent (2011) Simple Model For Government Debt,  (5) Jean Tirole (2014)  Market Failures and Public Policy, (6) Oliver Hart, Bengt Holmstrom (2016) Utang Swasta dengan aspek moral hazard: untuk penyelesaian kontak utang pihutang dan mekanisme tata kelola,  (7) Dale T Mortensen (2010), Labor market was the "supply and demand" framework of neoclassical economics, model Market With Search and DMP Model,  (8) Paul Krugman (2008) The increasing returns revolution in trade and geography  untuk model alokasi geografis strukutur ekonomi pada wilayah di NKRI.

Maka saya sampai pada simpulan bahwa: "sangat kuat sintesis apriori  bahwa "indikasi kegagalan dalam bentuk setengah kuat (semi strong form) mengelola utang negara". Apalagi bila dianalisis dengan nilai tukar, nilai pakai, dan nilai kerja. Tentu saja saya tidak ingin kesimpulan seperti ini. Apalagi jika dipahami pada narasi akademik, Elinor Ostrom (2009), Beyond Markets and States: Polycentric Governance of Complex Economic Systems.

bahaya-sysyphus-tantalos-5a7d51d2bde5750c1c4f0502.png
bahaya-sysyphus-tantalos-5a7d51d2bde5750c1c4f0502.png
Kita sebenarnya sampai pada tahap indikasi kegagalan dalam bentuk setengah kuat (semi strong form). Boleh saja kita berargumentasi  pada pasal 12 ayat 3,  UU No 17 tentang Keuangan Negara batas rasio utang tidak boleh melebihi 60% dari PDB, untuk mencari pembenaran. Itu benar sekali tetapi menurut saya itu tidak cukup. Karena UU adalah suatu diskursus yang menjadi wacana public kemudian menjadi memasyarakat, dan di bekukan atau di dogma menjadi idiologi.  

Tidak bisa mendasarkan kebenaran hanya dan hanya pada UU pasal 12 ayat 3 dan  kemudian menjadi generalisasi adanya ide  fixed  (ide final). Hal ini bertentangan dengan konsep Hegelian bahwa semua realitas fakta yang ada hanyalah ide kemenjadian  (idée becoming).  UU adalah penjangkitan pikiran dan konsep yang (sengaja) diadakan,  dan bukan Ide  fixed (ide final) tentang kebenaran. Demikian menurut Herakleitos, tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen semuanya berada di dalam proses menjadi.  Yang tetap adalah perubahan itu sendiri.

Saya berharap indikasi kegegalan dalam bentuk setengah kuat (semi strong form) ini tidak terjadi, karena itu kedepan kekuasan dan regulasi di Negara ini perlu membuat dewan ekonomi atau dewan negara malam hari, dan siang hari selama 24 jam, diisi oleh manusia yang sehat jiwa rasional logistikon demi NKRI. Tujuannya agar sintesis apriori indikasi kegagalan dalam bentuk setengah kuat (semi strong form) ini tidak terjadi. Harus ada terobosan yang melampuai (beyond) supaya tidak mewariskan problem utang pada generasi anak-anak bangsa pada masa mendatang.

{"Bagaimana mungkin terjadi pada November 2017 utang Indonesia sekitar Rp 4.636,455 triliun, sedangkan  akhir 2014 tercatat Rp 2.604,93 triliun'}. 

Secara rasional sulit diterima akal sehat jika tidak ada solusi cepat, tepat, dan terbuka kepada public jalan keluar apa yang wajib dilakukan.

Jika tidak (sekali lagi kita semua berharap jangan sampai terjadi) indikasi kegagalan dalam bentuk setengah kuat (semi strong form) ini tidak terjadi  dan kita dapat mengatasi problem ini. Jika tidak berhasil  mengatasi benang kusut ini  maka ada kemungkinan tafsir semiotika, dan hermeneutika bahwa Negara ini mengalami takdir metafora pada simbol mitos Yunani pada "Republik Tantalos". Pengelola regulasi, masyarakat, dan kita semua (dimetaforkana sebagai Tantalos) telah yang dipercaya oleh para dinasti leluhur amanah agar tidak mengulangi kesalahan sejarah yang pernah dilakukan.  

Bagaimana kita menikmati  "nectar, dan ambrosia" (identic dengan seluruh fasilitas negara) namun membalasnya dengan perbuatan tak bertanggungjawab secara etis rasional. Mitos Republik Tantalos membunuh Pelops, anaknya sendiri (atau memiliki tafsir makna mewariskan beban utang pada generasi Indonesia mendatang "debt failure" maka harus ada kesungguhan untuk  dicari solusinya sebagai tanggungjawab bersama-sama). Saya, dan kita semua tidak ingin Republik Tantalos tiba di negara ini. Mitos Republik Tantalos  dihukum dengan rasa lapar dan haus yang tiada akhir, akibat jumlah utang yang tidak wajar ini. Kita semua tidak ingin keterulangan pada siklus penderitaan tiada akhir di tanah air  ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun