Metagenesis dalam Hiyang Wadian bahwa kampung asal itu bernama (tumpuk Adiaw (liau nyanyu saniang, datu tunyung atau tumpuk munta mudi matei) atau dalam bahasa Indonesia "Kampong abadi keberasalan ada"; dan sampai hari ini ada faktanya adalah "tumpukan-tumpukan metagenesis itu disebut Gunung Lumut. Maka seluruh kehidupan (roh leluhur) berawal dan berakhir pada metafora narasi Gunung Lumut.Â
Gunung Lumut pada metanarasi Hiyang Wadian Kaharingan di sebut sebagai kekekalan (finalitas, asal usul yang ada seada-adanya atau pertemuan tiga unsur pertemuan kelembaban air, tanah, dan udara sebagai mediasi). Hal ini tentu saja sesuai dengan kajian ilmiah pada ilmu biologi bahwa: Lumut, dan Paku (bryophyta) adalah tumbuhan paling primitive di dunia ini berkembang biak meluas dan menyebar dengan metode metagenesis bersifat aseksual (sporofit), dan seksual (gametofit). Ilmu biologi menyebutnya "Lumut" sebagai bentuk asal dari air berpindah kedarat.
Dengan pendasaran ini sangat wajar apabila seluruh metanarasi "Wadian Kaharingan atau identik pada tradisi Filsafat Yunani pada akhirnya siklus itu adalah perjumpaaan tiga unsur kelembaban air, tanah, dan udara sebagai mediasi. Sampai hari ini Lumut, dan Paku (asal primitive) atau sejenisnya menjadi tempat arwah atau eksistensi "roh" selalu di antar kepada Gunung Lumut.Â
Gunung ini merupakan penyeimbang di antara pertemuan-pertemuan seluruh propinsi di Borneo (Kalimantan). Gunung Lumut namanya atau Pegunungan Muller, Schwaner di sebut Gunung Purei (purei bahasa dayak adalah "padi" symbol kesuburan ibu), atau Gunung Meratus semua memiliki puncak akhir pada kata "Lumut" atau asal usul manusia, Narasi Nansarunai Usak Jawa, perjanjian Tumbang Anoi, Abeh Dayu, Christian Simbar, makna kampong Paku (paku alam). Maka pada konteks ini secara rasional dan spiritual dijumpai bahawa realitas (roh) yang memiliki, merawat, dan menghancurkan pada Borneo yakni Lumut sebagai pembentukan tiga elemen air, tanah, dan udara. Ini mengapa Pusat konservasi hutan lumut berada di Borneo.
Bagimana hubungan kedekatan dan keeratan hubungan lumut ini dengan diskursus lainnya. Sangat mudah dipahami bila dipakai metanarasi sifat universal untuk ikatan batin kesatuan NKRI. William Shakespeare sebagai Wadian kata-kata pernah mengungkapkan: "What's in a name" sekalipun nama mawar di ubah dengan nama lainnya dia tetap lah wangi ("A rose by any other name would smell as sweet"). Saya rasa cukup dipahami maknanya.
"Gunung Lumut" ada di Propinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Morowali adalah metafora kehidupan masyarakat lokal (tau Taa Wanba) sebagai tradisi kearifan leluhur "Lumut", maka di Morowali "Gunung Lumut" dinamai Tongku Barenge Berada pada Pegunungan Balingara .
"Gunung Lumut" ketiga ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tepatnya di Belitung Timur Desa Limbongan Kec. Gantung ada narasi "Lumut" hadir.
"Gunung Lumut Ramma", Bawakaraeng di Kabupaten Gowa di Sulawesi Selatan.
"Gunung Lumut" Singgalang di Sumatera Barat atau disebut Telaga Dewi. Tri Arga atau rantai tiga gunung yakni Singgalang, Marapi, dan Tandikek.
"Gunung Lumut" di Hutan Lumut Di Puncak Tanggamus Kecamatan Gisting Lampung
"Gunung Lumut" meminta dan membuat jalan di Provinsi Bali dibuka maka ada "Jalan Lumut" kemudian disebut Jl. Gunung Lumut Padangsambian Klod Denpasar Bar. Kota Denpasar Bali. (makna gunung ini saya paham dan sangat mengerti tetapi tidak semua yang dimengerti wajib disampaikan)