Pada Maret 2021 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyampaikan prakiraannya terkait profesi petani yang akan tidak ditemui lagi di tahun 2063 mendatang. Tentunya hal ini juga dapat dilihat dari banyaknya berita media yang menggadang-gadang bahwa kini generasi milenial tidak mau berprofesi sebagai petani.
Padahal Indonesia sendiri merupakan negara agraris, di mana sektor pertanian menjadi bagian penting yang mempengaruhi perekonomian dan ketahanan pangan. Bappenas juga pernah menyampaikan bahwa proporsi pekerja Indonesia pada sektor pertanian di tahun 1976 sempat menyentuh angka 65,8% namun mengalami penurunan pada 2019 menjadi 28%.
Baca Terkait Bappenas: Tak Ada Lagi Profesi Petani pada 2063
Sejumlah faktor terkait ancaman krisis regenerasi petani dinilai menjadi penyebabnya, terutama jika ditinjau dari perspektif generasi milenial sekarang.
Sektor non-Pertanian Menjadi Prioritas
Saat ini yang terasa nyata ialah pemerintah lebih memprioritaskan sektor non-pertanian sehingga hal ini menimbulkan ketimpangan. Pada kenyataannya sektor pertanian masih menjadi andalan utama bagi masyarakat dalam memenuhi tuntutan hidup dan masih memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional. Namun pemerintah lebih memprioritaskan sektor industri seperti pabrik. Sehingga, banyak lahan digunakan untuk membangun pabrik-pabrik yang mampu menyerap para anak muda untuk lebih memilih bekerja di pabrik industri.
Sedikitnya Petani Muda Akibat Ketimpangan Biaya Produksi
Dilansir dari laman misekta.id berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2022 menyatakan bahwa 64,50 juta penduduk Indonesia adalah pemuda, namun hanya 21% saja yang berada di sektor pertanian.
Baca Terkait REGENERASI PERTANIAN: Solusi Pembangunan Pertanian
Dari data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia saat ini mulai dalam krisis regenerasi petani. Hal ini berdampak buruk atas perputaran ekonomi di sektor pertanian yang menjadi sulit dan petani berada begitu dekat dengan kemiskinan.