Mohon tunggu...
Bakrie Ahmad Faada
Bakrie Ahmad Faada Mohon Tunggu... Ilmuwan - Yakusa

Pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Money

Lemahnya Penerapan Prinsip PSNR dalam Pengelolaan Energi Indonesia

28 Januari 2020   19:51 Diperbarui: 28 Januari 2020   20:06 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.germxit.com

Isu energi tidak pernah sepi untuk dibicarakan di publik. Mulai dari isu lingkungan dalam proses eksplorasi dan eksploitasi, ketahanan energi, sampai yang kembali mengemuka saat ini, yaitu isu mafia migas. 

Energi merupakan kebutuhan primer dan menjadi faktor krusial bagi produktifitas suatu bangsa atau negara. Bahkan, sakin pentingnya, timbul banyak konflik-konflik yang disebabkan oleh perebutan sumber-sumber maupun perdagangan energi diantara negara-negara di dunia. Masifnya konflik di dataran Middle East yang melibatkan banyak negara, motif utamanya adalah energi.

Atas dasar tingginya urgensi, energi sering dikaitkan dengan seberapa berdaulatnya suatu bangsa. Henry Kissinger, penasihat keamanan di era Presiden Ameriksa Serikat, Richard Nixon, sampai-sampai mengeluarkan statement yang sangat dikenal dan menjadi filosofi pertahanan bagi negara-negara di dunia.

"Kuasai minyak, maka engkau akan menguasai bangsa-bangsa. Kuasai pangan, maka engkau akan menguasai rakyat"

Mengenai kedaulatan energi, dikenal juga prinsip Permanent Sovereignty over Natural Resources (PSNR), yakni sebuah instrumen internasional yang telah sukses dibentuk oleh negara-negara untuk kemudian berlaku sebagai guidance. 

Isi dari prinsip tersebut berkenaan perihal pengaturan dan perlindungan bagi kegiatan ataupun aset investasi asing pada sektor sumber daya alam terhadap negara penerima investasi. United Nation (UN) melalui General Assembly Resolution (GAR) Nomor 1803 tanggal 14 Desember 1962, berdampak signifikan bagi new emerging country  untuk menuntut kedaulatan penuh atas sumber daya alam energi. Isi dari resolusi tersebut adalah sebagai berikut:


  • Setiap negara berdaulat atas sumber kekayaan alam;
  • Pembagian keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam tidak boleh merusak kedaulatan suatu negara;
  • Kerjasama internasional untuk pembangunan ekonomi dilaksanakan atas dasar penghormatan terhadap kedaulatan negara atas sumber kekayaan alam yang dimilikinya.
  • Hak dan kedaulatan rakyat dan bangsa atas kekayaan alam yang dimilikinya, harus dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat dari negara yang bersangkutan.

Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya alam energi yang besar, selain dari  pada resolusi PBB sebetulnya mengenai kedaulatan dalam penguasaan sumber daya alam sudah diatur di dalam konstitusi. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 merupakan dasar bagi Indonesia dalam pengelolaan sumber daya energi, bunyinya "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Namun, dalam pelaksanaannya masih jauh dari kata ideal. Begitu pula dalam pelaksanaan GAR PBB Nomor 1803 Tahun 1962, justru memiliki kecendrungan ke arah sebaliknya.

Seperti pada sumber daya energi geothermal atau panas bumi. Jenis energi ini potensinya sangat besar di Indonesia, mengingat kondisi geografis dan geologis Indonesia yang terletak dalam jaringan Ring of Fire sehingga banyak gunung berapi aktif. Namun, dalam pengelolaannya belum optimal, selain itu penguasaannya mayoritas dimiliki oleh pihak swasta luar. 

Padahal, energi merupakan hajat hidup orang banyak yang harus dikuasi negara dan pengelolaan serta produksinya dilakukan melalui BUMN. Akan tetapi, BUMN Indonesia hanya menguasai 41% nya sementara sisa 51% nya dikuasai oleh asing. 

Secara keseluruhan, negara hanya menguasai 12% sektor migas. Implikasi dari kecilnya penguasaan migas Indonesia adalah tingginya angka defisit neraca migas. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar US$ 9,34 miliar atau setara Rp 130,8 Triliun.

Permasalahan-permasalahan tersebut dilatarbelakangi oleh lemahnya regulasi Indonesia dalam membendung penguasaan asing terhadap sektor energi. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas adalah salah satu kambing hitam dari permasalahan lemahnya kedaulatan energi Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun