Aku masih ingat, ketika masih duduk di bangku SMP, kami memiliki seorang teman nakalnya bukan main. Teman kami ini terkenal di sekolah suka mengganggu dan berbuat onar. Kepada guru pun dia berani. Tapi terhadap teman dekatnya dia baik bahkan perilakunya sangat sopan.
Kalau ke sekolah teman kami ini sering membawa benda tajam seperti pisau atau badik. Kadang dia memamerkannya kepada kami. Entah tujuannya apa. Mungkin ingin diakui sebagai jagoan.
Meski berperilaku nakal, dan "bodoh" hampir di semua mata pelajaran, dia memiliki kelebihan yakni berprestasi di bidang olahraga tenis meja. Jadi teman kami ini disamping jago berbuat onar di sekolah juga jago bermain tenis meja. Dia beberapa kali mewakili sekolah kami bila diadakan kejuaraan antara sekolah di daerah kami.
Lantas kami memiliki seorang guru yang berperilaku "killer" sebutan kami untuk guru yang memiliki watak keras. Guru kami ini sering mengeluarkan badik dari tasnya untuk menakuti kami bila sedang mengajar. Tentu saja, ini membuat kami merasa diintimidasi dan ditekan bila dia mengajar.
Suatu ketika, disaat guru "killer" sedang mengajar, teman kami yang dikenal urakan ini mendadak berbuat onar. Dia melakukan keributan berbicara seenaknya dengan suara keras, sehingga memancing guru kami itu ngamuk, berteriak sambil menghunus benda tajam dari pinggang. Tentu saja kami berhamburan lari ke luar kelas.
Waktu itu hampir terjadi duel antara guru dan murid. Untung beberapa guru lainnya datang melerai, sehingga tidak terjadi tindak kriminal yang dilakukan oleh guru dan murid.
Sekitaran tahun 80an dan 90an, siswa masih sangat hormat kepada para gurunya. Kalau kebetulan kami berpapasan dengan mereka dimanapun, kami pasti menyapa dengan membungkuk sebagai bentuk sopan santun. Sesuatu yang kini sudah jarang ditemui.
Saat ini, eranya sudah berubah. Anak-anak, sejak masih balita sudah berteman dengan HP. Bahkan beberapa kasus ditemukan  anak hanya menghabiskan waktunya bermain gadget seharian. Sikap sopan santun yang sangat diagungkan oleh leluhur mulai meredup.Â
Siswa semakin berani dengan gurunya. Perundingan sesama siswa mulai sekolah dasar sampai mahasiswa semakin sering terjadi. Guru bahkan sering mengalami tindak kekerasan baik dari siswa maupun dari orangtua dan keluarga siswa.
Informasi yang telah banyak beredar, termasuk dari kementerian Pendidikan, setidaknya ada 3 dosa pendidikan yang harus segera ditangani dengan serius dan penuh tanggung jawab. Ketiga dosa itu adalah perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi. Kekerasan yang terjadi di sekolah tidak harus ditutup-tutupi, tetapi harus diselesaikan.