[caption id="" align="aligncenter" width="150" caption="Lambang Negara Libya"][/caption] Melihat perkembangan situasi di Libya melalui media di Indonesia, saya melihat beberapa media dan penulis menyebut Muammar al-Qaddafi sebagai Presiden Libya. Dan setelah membaca berbagai sumber (terutama wikipedia), ternyata Qaddafi bukanlah Presiden Libya, karena dalam sistem politik di Libya tidak mengenal jabatan Presiden. Lebih dari itu, Qaddafi bahkan tidak memiliki jabatan de jure di Libya.
Sistem politik di Libya tergolong unik karena agak berbeda dengan sistem politik negara-negara lainnya. Dalam sistem politik de jure Libya, kekuasaan tertinggi berada di tangan legislatif bernama Muktamar Rakyat Umum yang diketuai oleh seorang Sekretaris-Jenderal. Sekretaris-Jenderal inilah yang menjalankan fungsi kepala negara, sehingga ialah kepala negara de jure Libya. Kemudian, Muktamar membentuk Komite Rakyat Umum yang dipimpin oleh seorang Sekretaris dan mendelegasikan kuasa pemerintahan kepadanya, sehingga bisa dikatakan Sekretaris Komite Rakyat Umum adalah kepala pemerintahan de jure.
Untuk menyesuaikan dengan istilah yang umum digunakan di dunia internasional, Sekretaris-Jenderal Muktamar Rakyat Umum sering disebut sebagai Presiden Libya, kemudian Sekretaris Komite Rakyat Umum sebagai Perdana Menteri.
Nah, bagaimana dengan Muammar al-Qaddafi?
Dari sejarahnya, sejak berhasil mengkudeta Raja Idris pada tahun 1969, Qaddafi memimpin Libya dengan beberapa jabatan, antara lain: — Ketua Dewan Komando Revolusi (1969–1977), — Perdana Menteri (1970–1972), dan — Sekretaris-Jenderal Muktamar Rakyat Umum (1977–1979).
Pada tahun 1979, Qaddafi melepaskan semua jabatan formalnya. Namun bukan berarti ia keluar dari politik dan pensiun. Lepas dari jabatannya, pengaruhnya tetap ada. Ia kemudian mendapat gelar Saudara Pemimpin dan Pembimbing Revolusi. Gelar ini hanyalah gelar kehormatan (seperti Indonesia memberi gelar Bapak Proklamator atau Bapak Pembangunan), bukan jabatan formal dalam politik. Namun, dengan gelar itu, Qaddafi tetap mengendalikan pemerintahan Libya hingga saat ini. Segala kebijakan Presiden dan Perdana Menteri Libya merupakan arahan dari Qaddafi, sehingga bisa dibilang posisi mereka hanyalah boneka.
Bagi yang meminta Qaddafi turun jabatan, sebaiknya pertimbangkan dulu, sebab Qaddafi memang tidak punya jabatan apa-apa. Qaddafi memerintah Libya secara de facto tanpa jabatan apapun.
Dengan tulisan ini pula, saya berharap para media ataupun penulis bisa memperbaiki penyebutan jabataan atau gelar Qaddafi. Akan lebih tepat jika menyebut Qaddafi sebagai "Pemimpin de facto Libya", bukan Presiden Libya.
Informasi tambahan. Memimpin negara lebih dari 41 tahun, Muammar al-Qaddafi tercatat sebagai pemimpin negara non-monarki terlama di dunia pada saat ini, dan terlama keempat dalam sejarah, setelah Fidel Castro, Chiang Kai-shek, dan Kim Il-sung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H