Mohon tunggu...
Baja Bajo
Baja Bajo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNS

Memiliki minat dalam hukum dan filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketergantungan Pihak Barat atas Sumber Energi dari Rusia Menjadi Alasan "Lolosnya Putin

22 September 2024   10:38 Diperbarui: 20 Desember 2024   10:03 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketergantungan Uni Eropa terhadap ekspor energi dari Rusia adalah alasan utama mengapa Vladimir Putin bisa "lolos" dari banyak tindakan internasional yang seharusnya dapat membatasi agresi Rusia. Sekitar 40% dari total minyak dan gas yang berada di seluruh dunia berasal dari Rusia, dengan Uni Eropa sebagai salah satu konsumen terbesar. Ketergantungan ini telah menciptakan hubungan yang rumit, di mana meskipun Rusia terlibat dalam berbagai tindakan agresi, banyak negara Barat merasa kesulitan untuk mengeluarkan sanksi yang lebih keras atau mengambil langkah-langkah militer yang lebih tegas. Ketika Putin melancarkan perang terhadap Ukraina, dunia menghadapi dilema besar karena efek samping dari sanksi terhadap Rusia yang dapat memicu krisis energi global, yang akan berdampak langsung pada ekonomi negara-negara besar yang bergantung pada pasokan energi Rusia.

Keengganan Inggris sebelum tahun 2022 untuk mengirimkan senjata ke Ukraina merupakan tanda bahwa negara-negara Barat, terutama yang merupakan bagian dari NATO, kurang memiliki respons yang tegas. Keputusan ini berkesan bahwa pihak Putin bisa "lolos" begitu saja dengan agresinya terhadap Ukraina. Bahkan setelah Rusia mencaplok Krimea pada 2014, negara-negara Barat cenderung tidak memberikan respons militer yang cukup keras untuk menghentikan langkah Rusia, lebih banyak mengandalkan sanksi ekonomi yang terbukti tidak efektif dalam menghalangi agresi lebih lanjut. Keengganan ini mencerminkan ketidakmampuan untuk bertindak secara cepat dan tegas, yang memungkinkan Putin untuk terus memperluas wilayah kekuasaannya, baik di Ukraina maupun negara-negara pasca-Soviet lainnya.

Selain itu, ketergantungan terhadap energi Rusia juga memperburuk kesulitan dalam merumuskan kebijakan luar negeri yang lebih tegas. Negara-negara Eropa, khususnya, harus memilih antara mempertahankan stabilitas ekonomi dengan energi murah dan mendukung prinsip-prinsip internasional yang menuntut penghormatan terhadap kedaulatan negara lain. Keputusan untuk tetap mengimpor energi dari Rusia memberi Putin kekuatan tambahan dalam perundingan internasional, memperpanjang posisi dominannya di pasar energi global, serta memperlemah upaya kolektif untuk menanggulangi agresinya. Dampak ekonomi dari penghentian pasokan energi ini, yang akan mencakup lonjakan harga energi, ketegangan sosial, dan ancaman krisis ekonomi, seringkali lebih diperhitungkan oleh para pemimpin politik dibandingkan dengan pelanggaran hak asasi manusia atau hukum internasional yang dilakukan Rusia.

Namun, kesadaran akan ketergantungan ini juga mulai memunculkan inisiatif untuk mengurangi ketergantungan energi terhadap Rusia. Sejak invasi Rusia ke Ukraina, beberapa negara Eropa mulai berupaya mencari alternatif untuk pasokan energi, seperti memperluas kerjasama dengan negara-negara penghasil energi lain dan berinvestasi dalam energi terbarukan serta teknologi penyimpanan energi. Sanksi terhadap Rusia juga semakin diperketat, meskipun dampaknya terhadap ekonomi Eropa tidak dapat dihindari. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa, meskipun ketergantungan energi Rusia sangat kuat, ada upaya untuk mencari cara untuk mengurangi pengaruhnya secara bertahap.

Keengganan yang terlihat pada awalnya, khususnya dari negara-negara besar seperti Inggris, juga mencerminkan kesulitan yang dihadapi oleh aliansi internasional dalam mengambil keputusan yang berisiko tinggi. Keputusan untuk tidak memberikan bantuan militer yang lebih besar atau segera kepada Ukraina adalah bentuk dari ketidakpastian dan ketakutan akan eskalasi lebih lanjut. Namun, sejak 2022, perubahan signifikan telah terjadi, dengan negara-negara Barat memberikan bantuan yang lebih substansial kepada Ukraina, meskipun konsekuensinya masih terasa dalam aspek ekonomi global. Ketergantungan pada energi Rusia, walaupun masih menjadi isu besar, memaksa negara-negara besar untuk melakukan introspeksi terkait kebijakan luar negeri mereka dan mengubah pendekatan mereka terhadap Rusia.

Putin, yang merupakan pemimpin Rusia, telah melakukan tindakan brutal dan melanggar kedaulatan Ukraina, serta memperlihatkan dengan jelas bagaimana tindakan agresif dapat dilakukan dengan sedikit konsekuensi jika melibatkan sumber daya strategis yang vital bagi negara-negara besar. Negara-negara Barat, meskipun memiliki kapasitas untuk memberikan tekanan lebih besar, sering kali terjebak dalam dilema ekonomi dan ketergantungan terhadap pasokan energi yang menghambat tindakan tegas. Keadaan ini memberikan sinyal bahwa tanpa perubahan mendasar dalam kebijakan energi global dan strategi keamanan internasional, Putin dan negara-negara lain yang memiliki pengaruh serupa dapat terus melakukan tindakan agresif tanpa rasa takut akan konsekuensi yang berarti.

Sebagai solusi jangka panjang, negara-negara Barat harus mempercepat transisi ke energi terbarukan, mengurangi ketergantungan pada sumber daya dari negara-negara yang memiliki agenda politik ekspansionis seperti Rusia, dan membangun solidaritas internasional yang lebih kuat untuk menanggapi pelanggaran terhadap hukum internasional. Hal ini akan membantu mencegah situasi di mana agresi militer yang dilakukan oleh negara besar bisa terus "lolos" begitu saja akibat ketergantungan energi yang tidak terpecahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun