Mohon tunggu...
Baizul Zaman
Baizul Zaman Mohon Tunggu... Dosen - -

lahir di pulau Muna, Desa Pure, Kelurahan Labunia, Tahun 1988. Setelah tamat Sekolah di SMA 2 RAHA, saya melanjutkan kuliah di STMIK Dipanegara Makassar sampai tahun 2010. Tahun 2013 melanjutkan Studi S2 Bidang Teknik Informatika Universitas Hasanuddin.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Menyangsikan Kesaksian Seorang Bocah

15 Mei 2015   03:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:02 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu saya menuju ke salah satu tempat makanan favorit mahasiswa yang tinggal disekitar kampus UNHAS yang biasa di sebut Workshop. Saya memilih untuk bersantap malam di salah satu warung yang pemiliknya seorang laki-laki keturunan jawa berambut gondrong. Tampangnya yang sangar berbanding terbalik dengan suaranya yang lemah lembut dan sikapnya yang ramah saat mempersilahkan saya untuk duduk dikursi tempat makan yang tak seberapa panjangnya. Mungkin hanya butuh 4 orang saja yang duduk diatasnya, maka tak ada lagi sisa untuk orang ke 5 yang ingin duduk disitu.

"indomie siramnya satu, campur telor mas..". spontan saya menyapa si Mas gondrong yang sedang sibuk mempersiapkan makanan buat para mahasiswa pencinta indomie goreng dan rebus yang saat itu sama-sama duduk di satu kursi menantikan sajian makanan dari siMas gondrong.

Tepat disamping kanan saya duduk seorang bocah yang saya perkirakan kira-kira berusia 7 tahun. Sejak awal saya tiba di warung itu, tak henti-hentinya bocah itu bercanda dengan para mahasiswa lapar yang tengah menunggu sajian makanannya siap untuk dihidangkan. Sambil menunggu sajian Indomie siram istimewa dari siMas gondrong saya juga ikut-ikutan bercanda dengan bocah itu. "siapa namamu, kamu sekolah kelas berapa?" pertanyaan pertama yang saya ajukan untuk memulai komunikasi dengan si bocah. Sambil tersipu malu bocah itu menjawab dengan suara yang sangat pelan, dan tentu saja tidak terdengar olehku. Karena tak kunjung bersuara akhirnya seorang mahasiwa yang duduk disampingya menjawab pertanyaan saya.."Rafi, kelas 1 SD..".

"pintar ini Rafi om..tiap hari dapat 100 disekolah, tapi tadi habis dimarahi gurunya karena tidak tau menjawab pertanyaan.." apalagi tadi ditanyakan sama ibu gurumu..? lanjut pemuda itu yang blakangan saya tahu kalau Rafi itu adalah kemenakanya yang sengaja malam itu di bawa ikut ke Workshop untuk mencicipi Indomie goreng.

Dengan polosnya Rafi menjawab, "tadi ibu guruku tanyakan tempat buang sampah dimana?" terus kamu jawab apa de..? pertanyaanku kemudian disambut gelak tawa oleh semua orang yang ada disitu. Ternyata sejak tadi, Rafi telah bercerita banyak kepada mereka termasuk apa yang dialaminya tadi siang di sekolah.. Tiba-tiba salah seorang mahasiswa disitu yang sedang menikmati indomie gorengnya melanjutkan cerita Rafi.."tadi disekolah itu anak ditanya sama ibu gurunya, dimana buang sampah..dijawab sama Rafi kalau buang sampah itu di selokan...kemudian ibu gurunya menyalahkan Rafi karena jawabanya salah,buang sampah bukan di selokan, tapi Rafi bersikeras kalau memang tempat buang sampah itu diselokan. Ibu guru kemudian bertanya, siapa yang ajar buang sampah diselokan.? Rafi menjawab tiap hari saya lihat ibuku buang sampah diselokan belakang rumah. orang-orang di lorongku juga buang sampahnya diselokan.."

Entah kisah ini benar atau salah, namun satu yang penting bahwa penuturan Rafi seorang bocah kelas 1 SD patut untuk diperhatikan oleh setiap orang tua yang telah memiliki anak.  Rafi menjawab pertanyaan gurunya bahwa tempat buang sampah itu diselokan karena Rafi belajar dan melihat dari apa yang dilakukan oleh orang tuanya dirumah.

Orang tua adalah guru pertama yang mengajar anak-anaknya untuk melakukan hal-hal baik dalam hidupnya. persoalan membuang sampah mungkin bagi sebagian orang tua adalah persoalan sepeleh, namun ingat apa yang dilakukan oleh orang tua maka itu yang akan diikuti oleh sang anak.

Hari ini banyak dari kita menjadi orang yang gemar membuang sampah diselokan atau disembarang tempat karena mungkin kita tidak pernah belajar dari orang tua kita dirumah tentang bagaimana memperlakukan sampah dengan baik. Kita terkadang abai dengan persoalan sampah karena menganggapnya kecil dan biasa-biasa saja. tetapi kita lupa bahwa peristiwa yang besar terjadi karena hal-hal kecil yang kita lalai darinya, termasuk kebiasaan membuang sampah diselokan.

Mengajarkan kebajikan terhadap seorang anak tidak perlu dimulai dari hal-hal besar . Mempertontonkan dia dengan hal-hal yang kecil seperti membuang sampah pada tempatnya dan mengajarkan kepadanya bagaimana dampak buruk akibat sampah yang menumpuk diselokan sehingga membuat genangan air yang berujung pada terjadinya banjir, itu sudah menjadi perlajaran berharga bagi sang anak.

Sampai selesai saya menikmati semangkok indomie buatan si Mas gondrong saya masih menyangsikan kesaksian bocah tadi tentang orang tuanya yang tidak pernah mengajarkanya membuang sampah ditempatnya. Apakah meungkin sikap orang tuanya seperti itu, ataukah itu hanya lelucon dari siBocah SD yang gemar makan Indomie..? Entahlah, hanya orang tuanya yang mampu menjawab...hehe ;)

Makassar, 15-05-2015, Di Ruang Lab Ber-AC AIMP UNHAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun