Mohon tunggu...
Baizul Zaman
Baizul Zaman Mohon Tunggu... Dosen - -

lahir di pulau Muna, Desa Pure, Kelurahan Labunia, Tahun 1988. Setelah tamat Sekolah di SMA 2 RAHA, saya melanjutkan kuliah di STMIK Dipanegara Makassar sampai tahun 2010. Tahun 2013 melanjutkan Studi S2 Bidang Teknik Informatika Universitas Hasanuddin.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Banjir dan Longsor, Kisah Lama yang Terus Berulang

16 Maret 2018   16:54 Diperbarui: 16 Maret 2018   17:23 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak terhitung lagi sudah berapa banyak daerah di negeri ini yang terdampak banjir dan tanah longsor. Kondisinya pun sangat menyedihkan. Pasalnya banyak kerugian yang ditimbulkanya. Termasuk jatuhnya sejumlah korban jiwa yang akhirnya hanya menyisakan duka dan air mata.

Melihat fenomena banjir dan longsor yang terjadi saat ini tentu membuat kita semakin was-was. Pasalnya, hampir setiap tahun ke dua bencana ini seolah sudah menjadi langganan di hampir semua wilayah negeri ini. Mulai dari sabang sampai merauke. Intensitasnya pun dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Kalau kita memperhatikan data tahun 2016, yang dirilis oleh Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN) bahwa, selama bulan Januari-September telah terjadi 1.704 bencana. 584 kali di antaranya adalah banjir dan sebanyak 47 kali banjir disertai tanah longsor. Selama periode ini jumlah korban meninggal dunia karena banjir  mencapai 128 jiwa.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah kenapa banjir dan longsor ini seolah sudah sangat begitu mudahnya terjadi. Bahkan, setiap tahun intensitasnya semakin tinggi. Padahal pemerintah sudah menggelontorkan sejumlah anggaran untuk penanganan banjir dan longsor ini. Seperti pembangunan drainase atau penampungan air hujan. Akan tetapi, semua seolah sia-sia belaka.

Minimnya Kesadaran

Terkait dengan banjir dan longsor ini, tidak selamanya kita harus menyalahkan alam. Karena pada dasarnya, apa yang terjadi itu semuanya tidak lepas dari ulah kita sendiri. Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah.swt dalam Al-Quran surah As-Syura ayat 30. Bahwasanya kita sebagai manusia turut andil menciptakan banjir dan longsor ini. Namun sayangnya, kita seolah mengabaikanya.

Terkadang kita sudah begitu paham kalau penggundulan hutan itu bisa memicu bencana banjir dan tanah longsor. Akan tetapi, pada saat yang sama kita masih tega untuk mengayunkan kampak menebang satu demi satu pohon-pohon yang ada di hutan. Hingga akhirnya yang tersisa hanya puing-puing kehancuran. Begitu pula dengan kebiasaan kita dalam memperlakukan sampah.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian dari kita masih begitu enggan untuk sekedar membuang sampah pada tempatnya. Kita lebih memilih untuk membuangnya atau meletakkanya di mana saja. Padahal, semua perbuatan ini sangat beresiko. Coba bayangkan, jika setiap orang meletakkan sampah-sampahnya sesuka hati, dijalanan, disungai atau tempat-tempat lainya  maka apa jadinya nanti kalau hujan sudah turun. Tentu saja hal ini bisa menghalangi aliran air. Sehingga, selokan ataupun sungai lambat laun tidak bisa lagi menjalankan fungsinya untuk mengantarkan air menuju ke laut. Kalau sudah begini, maka banjir pun tak akan bisa terelakkan lagi.

Saatnya Berubah

Sudah terlalu banyak contoh kejadian buruk yang terjadi akibat kerusakan yang kita lakukan dengan tangan kita sendiri. Tidak perlu lagi mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakan-tindakan bodoh yang kita lakukan itu. Sudah cukup banjir dan longsor menghancurkan sendi-sendi kehidupan kita. Sekarang waktunya untuk berbenah. Sekarang, kita tinggal memilih. Apakah kita mau bebas dari banjir dan longsor, atau mengabaikan itu semua dengan sebuah konsekuensi yang mengerikan.

Jangan bermimpi untuk bisa bertahan sampai 10 atau 20 tahun lagi di atas tempat kita berpijak saat ini. Jika masih memilih untuk abai dengan keadaan, maka besok atau lusa semuanya akan hilang, hancur dan porak-poranda tanpa ada satu pun yang tersisa.

Tulisan bisa juga dibaca disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun