Di petang yang hening, hujan turun lembut,
Membanjiri bumi dengan kelembutan menyapu.
Di gubuk ini, kenangan bersemi,
Teringat kakek dalam tiap tetes di atas bumi.
Dulu, di sini, di balik atap yang retak,
Kakek berdiri tegar, sigap terjaga tiada henti.
Bocor demi bocor, ia perbaiki dengan cinta,
Mengukir cerita di setiap serpihan bambu.
Hujan mengingatkanku akan suara beliau yang sepuh,
Menyemangatiku dalam setiap usaha dan kegigihan.
Tak pernah lelah, tak pernah mengeluh,
Kakek menatap dunia dengan mata penuh harap.
Gubuk ini saksi bisu perjuangan seorang kakek,
Yang tiada kenal lelah, tiada kenal menyerah.
Dalam setiap tetes hujan, ia hadir dalam ingatan,
Membawa kehangatan dan kebijaksanaan di hati.
Hujan di petang hari, serupa dengan pelukan kakek,
Menyelimuti dunia dengan kebaikan dan kedamaian.
Di gubuk bambu ini, kenangan abadi terpatri,
Kakek, dalam hujan, tetap hadir dalam hati.
Kraksaan, 25 Februari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!