Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Televisi Masjid

16 Juli 2015   09:26 Diperbarui: 16 Juli 2015   09:26 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

Senja ini masih sama seperti yang sudah. Suara bising terdengar sampai ke radius beberapa meter. Suara itu telah menghilangkan hening jadi gaduh di saat orang-orang tekun pada lelah. Saat orang-orang berhambur ke tempat peribadatan. Saat orang-orang baru pulang dari segenap penat. Saat suara-suara lain terdiam menunggu nafas kembali tertata dengan rapi. Saat semua raga menyentuh dinginnya air di pancuran.

Di saat itu pula suara-suara itu mulai gemuruh!

Awal mula masalah ini saat Hakim menjelma jadi manusia kaya. Memang tidak ada yang pungkiri hal tersebut. Hakim mendadak kaya raya. Hakim semula hanya seorang penarik karet di hutan belantara, sama seperti warga kampung lain. Baru setahun belakangan Hakim berubah. Ulahnya pun berbeda. Sifat alimnya sudah berkurang. Sifat pendiamnya jadi tak bersahabat; berulang kali Hakim mencemooh orang-orang di sekelilingnya.

Hakim menjadi sangat angkuh pada teguran orang padanya. Hakim sudah menjadi bos, sikapnya ikut-ikutan jadi atasan. Entah dapat modal dari mana, tiba-tiba saja Hakim menjadi tauke karet. Hakim membeli karet dengan harga lebih tinggi dari orang lain. Tak perlu waktu lama, Hakim menjadi tauke kesayangan. Banyak orang yang menjual hasil panen karet kepada Hakim. Tak tanggung-tanggung, Hakim memberi bonus untuk mereka yang rajin menjual karet kepadanya.

Hakim terbahak. Impiannya sudah tercapai. Hakim tidak lagi miskin. Sudah saatnya berpesta foya!

Rumah Hakim sudah megah. Rumah kayu kini berubah bata dengan warna putih menggilap. Atap rumbia menjadi seng putih belum berubah menjadi kecoklatan. Lantai semen kasar jadi keramik berwarna putih susu. Gorden transparan berganti warna-warni dan lebih pekat. Teras yang tak pernah ada sudah berubah menjadi luas dengan sebuah mobil pribadi terparkir di sana. Ruang tamu yang tak pernah terisi kursi apa-apa, kini sudah terduduk sofa keemasan dengan bantal sebagai penghias. Dapur yang dulu hanya dihiasi kompor minyak tanah, sudah berubah dengan ruangan serba berkecukupan, mulai dari kompor gas, lemari es, lemari peralatan dapur, sampai meja makan berlapis alas dengan corak bunga mawar besar. Ruang keluarga yang dulu hanya impian keluarga Hakim, sekarang dibangun sangat luas agar bisa menampung seisi keluarga yang ramai. Dan dari sinilah seluruh anggota keluarga berkumpul.

Hakim sudah mulai duduk-duduk tersenyum senang di rumahnya, waktu muda yang lebih banyak ia habiskan dengan menarik karet sampai keluar getahnya dalam masa tunggu sampai seminggu, sudah dibuang Hakim jauh-jauh. Kakinya tak akan pernah penat lagi berjalan ke hutan dengan jarak lebih kurang hampir dua kilometer dari rumahnya. Badan Hakim tidak akan pernah kusut lagi di siang hari, berbau getah karet yang tak ada tandingannya sebelum dicuci dengan sabun bermerek murahan. Hakim sudah bisa menyimpan langkah demi langkah kakinya saat keluar rumah, karena Hakim sudah punya kendaraan pribadi. Jika dulu sepeda motor satu saja tak sanggup Hakim beli, sekarang mulai dari mobil pribadi sampai sebuah truk pengangkut karet ke Medan sudah dimiliki. Jika dulu Hakim jadi anak buah, sekarang Hakim malah memerintah. Dunia memang sangat cepat berputar dalam hidup Hakim. Hakim sangat yakin, bahkan dari dulu Hakim sudah percaya Tuhan tidak akan menyia-nyiakan usahanya!

***

Azan berkumandang Hakim sudah berdiri di saf terdepan. Tak jarang pula Hakim yang mengumandangkan Azan. Hakim menjadi imam shalat. Hakim menjadi makmum. Hakim menempati semua posisi di dalam masjid. Hakim punya kuasa karena sejak kecil sudah mengaji dan belajar agama. Orang-orang kampung juga tidak meragukan ketaatan Hakim pada agama.

Hakim tak hanya pintar dalam agama, Hakim juga sangat pandai bergaul. Di mana-mana orang mengenal Hakim sebagai pencerita ulung, paham kaidah-kaidah kitab gundul dan bisa menjelaskan maksud dengan benar. Hakim pun disegani kawan bahkan lawan. Dan selama itu, Hakim tak pernah punya lawan. Hakim selalu berjalan di atas hal yang benar. Hakim dipercaya sebagai orang tua kampung, jabatan yang tak pernah ada kini disandang di pundaknya. Hakim melenggang dengan pasti ke seluruh penjuru kampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun