Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangisan Bara

13 Juli 2016   15:44 Diperbarui: 13 Juli 2016   15:53 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia menangis terus. Terus menangis. Lagi-lagi menangis! Apa itu sudah tabiatnya! Waktu yang dia habiskan hanya untuk menangis saja! Dia malah lupa makan, lupa minum, lupa tidur, lupa jalan tertatih, lupa merangkai kata jadi kalimat, lupa tersenyum bahkan tertawa, lupa membalas sapaan orang lain. Lupa segalanya!

Karena dia hanya bisa menangis!

Berisik. Bahkan tidurku sudah tidak nyenyak lagi semenjak dia ada di sebelah rumahku. Padahal suaranya bisa diredam dengan mudah di rumah yang besar. Tentu saja, dia bisa menangis di kamar pekat biar tidak ada yang mendengar tangisannya.

Apa gunanya rumah mewah jikalau tidak bisa meredam tangisan melengking itu? Sekilas kulihat rumah itu berdiri kokoh di tanah dua kali lapangan bola. Rumah itu berwarna keemasan, berdiri di tengah-tengah padang berumput hijau. Besar sekali untuk ukuran rumah di kampungku. Sebagai tetangga, aku jelas lebih tahu isi seluruh rumah itu. Kamar tidur empat, ada kamar tamu pula! Kamar mandi ada di masing-masing kamar tidur itu. Ruang tamu sebesar rumahku yang hanya dua kamar. Ruang keluarga sebesar dua kamar rumahku. Jangan tanya apa saja yang ada dalam rumah itu. Rumah sebesar itu punya segala, yang tidak dipunyai seluruh rumah di kampungku yang masih miskin!

Rumah milik itu mantan pengusaha kaya! Dulu memang kaya, punya banyak harta. Sekarang tinggal di rumah merenung hartanya yang habis terkuras semenjak akhir tahun lalu. Semua harta bendanya terbakar di kota, tempat orang itu mencari nafkah. Tidak ada angin. Tidak ada badai. Ruko miliknya terbakar habis tengah malam buta. Masa yang tidak ada jaringan telekomunikasi, membuat berita kebakaran sampai pada kami, pada pemilik rumah itu, pada pemilik ruko berisi banyak sandang pangan, pakaian, semua lengkap, keesokan harinya!

Tinggallah bekas bangunan usang. Tidak ada barang selamat – mungkin ada tetapi sudah dibawa kabur maling di malam buta. Orang itu meratap. Tapi tak bisa mengubah. Orang itu jatuh. Ke jurang yang tidak pernah diinginkannya!

***

Pemilik rumah itu tidak pernah merasa miskin. Dari kecil sudah kaya dan bergelimpangan harta. Hidupnya tidak pernah susah, seperti yang aku alami dan kebanyakan orang kampungku. Kami hanya ke sawah, menanam padi dan menuai hasil saatnya tiba. Hasil panen kami pun tak ubah bagai menjual sebungkus jambu merah, enak dimakan tapi harganya murah. Hasil panen kami tak dibeli dengan harga mahal, tidak sebanding dengan tenaga yang kami keluarkan.

Di sepanjang jalan setapak kampungku. Di depan sawah berhektar milik banyak orang. Di samping rumah setengah beton milik orang tuaku, berdirilah rumah itu. Sejak aku ada dan tersadar sebagai manusia bernyawa rumah itu sudah ada. Hanya desas-desus yang kudengar kalau pemilik rumah itu anak orang kaya!

Itu saja.

Orang itu sudah kaya. Tidak ke sawah dan tidak pula membeli sawah. Hartanya ditimbun di rumah mewah itu. Orang itu pula juragan yang memberi kredit pada penduduk kampung lantas dibayar berlipat ganda. Orang itu malah tidak peduli penderitaan masyarakat kampungnya. Orang itu pergi pagi pulang malam. Mencari uang di ruko tiga pintu, dua tingkat, di kota, pemberian orang tuanya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun