Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humor

Menghapus Identitas dalam Meraih Gelar Putri

21 Februari 2014   22:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:35 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Jilbab milik perempuan Aceh? Saya rasa semua orang yang memiliki keyakinan dan memegang teguh baik buruk dalam Islam sangat memahami perkara ini. Sebelum Aceh mendapat gelar Serambi Mekkah, perempuan yang sudah mengikrarkan janji setia kepada pencipta langit dan bumi serta Muhammad sebagai pembawa kebenaran, sudah barang tentu paham aturan main dalam Islam. Aturan untuk perempuan, diwajibkan menutup fisik dengan sopan dan tidak membentuk tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Walaupun banyak pemahaman lainnya, tetapi yang paling kuat dipegang oleh mayoritas muslimah di seluruh dunia adalah peraturan ini. Aturan yang jelas terdapat di al-Quran surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31.

Saya tidak sedang menyoal masalah Aceh yang sudah menetapkan diri sebagai daerah hukum Islam. Persoalan yang muncul belakangan lebih rumit dari yang dibayangkan oleh masayakat kita sendiri. Anggapan yang menekankan sebagian masyarakat Aceh tidak lagi memegang teguh aturan yang diwajibkan di Aceh saat berada di luar Aceh, malah menjadi kenyataan setelah kita melihat tayangan televisi 17 Februari 2014 pukul 20.30 WIB.

Sangat disayangkan penayangan tersebut dilihat oleh seluruh Indonesia, mungkin juga dunia. Di mata seluruh masyarakat Indonesia, Aceh sangat kental dengan budaya Islam sehingga jilbab jadi takaran perempuan Aceh walaupun sebenarnya aturan milik Islam. Dengan lenggak-lenggok seorang perempuan dewasa yang sangat memahami kondisi serta situasi bahkan aturan agamanya di depan layar, secara langsung menepis keraguan masyarakat luar Aceh bahwa perempuan Aceh juga bisa berpenampilan demikian.

Identitas seorang perempuan Aceh dikenal karena jilbab, karena Aceh menerapkan hukum Islam. Pada dasarnya, jilbab merupakan identitas perempuan muslim bukan hanya di Aceh semata. Setiap muslimah yang melaksanakan aturan dalam Islam wajib hukumnya menaati perintah agama Islam. Orang mengenal Islam karena sifatnya mengatur setiap lekuk tubuh laki-laki dan perempuan, bukan saja beribadah lima waktu sehari, puasa, sampai zakat dan menunaikan haji.

Selama ini sebagian masyarakat Aceh masih memiliki pemikiran, berjilbab karena sudah menerapkan hukum Islam. Karena dasar ini pula, seorang gadis cantik dari Aceh, yang lahir di Aceh bahkan sekolah di Aceh ikut serta ajang pemilihan perempuan cantik yang ditayangkan salah satu televisi nasional. Masalah baik buruk pelaksanaan acara tersebut saya kembalikan kepada orang yang menilai. Persoalan yang menjadi tidak menarik dan didengar karena perwakilan Aceh menanggalkan identitas dirinya sebagai seorang perempuan muslimah.

Kembali ke tahun 2008, ternyata perempuan cantik ini sudah pernah mengikuti ajang serupa namun pada masa itu masih mengenakan jilbab. Saya tidak paham betul alasan “membuang” jilbab di tahun 2014 di ajang berbeda. Perempuan berdarah Aceh ini, secara langsung sudah mencoreng nama baik perempuan Aceh lain yang memperjuangkan identitas mereka sebagai perempuan muslimah sejati. Pemerintah, masyarakat Aceh, semua elemen di Aceh sudah memperjuangkan hukum Islam sampai ke hal-hal terkecil. Dengan langkah manis perempuan tersebut merubah semua pola pikir masyarakat di luar Aceh.

Aceh akan bangga karena perempuan ini mendapatkan nature and beautiful, masuk ke 15 besar sampai kemudian 7 besar? Malam itu mungkin kita melongo melihat dan mendengar jawaban perempuan ini dalam menjawab pertanyaan yang diberikan sesama rekan di babak 15 besar, lalu pertanyaan dari juri di babak 7 besar. Terlepas dari semua itu, perempuan-perempuan di Aceh yang dirazia polisi syariat, membela jilbab di siang panas, hatinya tentu teriris melihat senyum perempuan ini.

Aceh bangga dengan prestasinya bisa menaklukkan ajang tingkat nasional. Tetapi bukan dengan cara demikian, menanggalkan harga diri perempuan Aceh dan daerah yang sudah memberinya makan minum. Saya merasa yakin, perempuan Aceh punya potensi lebih baik tanpa tampil dengan busana terbuka dan rok mini. Bahkan, perempuan luar Aceh saja bisa menampilkan prestasi gemilang dengan menutup aurat. Tanpa perlu saya sebutkan, kita bahkan mengetahui ajang pencarian bakat bernyanyi pernah menorehkan prestasi seorang perempuan berjilbab yang dikenal seluruh Indonesia.

Dalam mendapatkan prestasi, siapapun berhak menghalalkan segala cara. Tetapi dalam kasus perempuan ini, semua sudah terlanjur. Pemerintah Aceh yang punya kuasa meredam amarah warganya tidak menarik keikutsertaan perempuan ini di ajang tersebut. Masyarakat Indonesia sudah menonton, biar dikata Pemerintah Aceh berkoar-koar terhadap perempuan ini tetap saja waktu tak akan bisa diminta mundur. Nama Aceh memiliki cita rasa tersendiri di mata masyarakat Indonesia, perempuan Aceh pun punya tempat yang khusus karena memiliki identitas sebagai muslimah berjilbab. Satu perkara ini, akan mengubah segala yang diatur dan ditetapkan oleh Pemerintah Aceh. Tidak salah rasanya jika ada protes perempuan di Aceh yang mengenakan pakaian terlalu ketat saat terjaring razia, mereka pun masih bisa berpakaian minim jika keluar Aceh bahkan masuk televisi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun