Tujuan dari Kurikulum Merdeka adalah mereka!
Mereka penuh harap dan cita-cita ketika masuk ke kelas. Tak ayal, kita (sebagai guru) harus menggerakkan segenap tenaga agar mereka nyaman. A sampai Z adalah karakter. 1 sampai 30 lebih siswa di dalam kelas adalah perbedaan.
A leluasa belajar dengan audio. B sering belajar dengan visual. Sedang C adalah pembelajar dengan audio visual. Saya dapat memastikan bahwa antara A, B, dan C harus memiliki pendekatan tersendiri agar suatu materi ajar sampai ke mereka.
Tantangan ini didengar dengan baik oleh Kurikulum Merdeka yang sudah diterapkan di sekolah dan sedang dalam pengembangan mencari tujuan pembelajaran sesuai kaidah belajar di Indonesia. Saya tentu tidak punya teori apapun tentang Kurikulum Merdeka, namun interaksi keseharian saya bersama mereka sebagai objek dari Kurikulum Merdeka patut menjadi sebuah apresiasi.
Tanpa mereka, Kurikulum Merdeka adalah omong kosong!
Mereka itu adalah siswa-siswa dari MAN 2 Aceh Barat, tempat saya mengabdi sebagai pengajar, motivator dan pembimbing agar anak-anak sukses dengan cita-cita mereka. Lalu, apa kata mereka tentang Kurikulum Merdeka ini? Apakah sudah layak untuk pembelajaran mereka selama di bangku sekolah?
Liputan tentang itu saya deskripsikan di sini sebagai pencerahan bahwa Kurikulum Merdeka tak lain sebagai kawan anak didik kita!
Auliana Putri, Calon Ibu Apoteker
Ayu dan dan keibuan. Itulah sosok Auliana Putri di sekolah kami. Ia tak banyak bercakap-cakap namun soal pelajaran Biologi, dirinya nomor satu untuk pemahaman dan menjawab soal-soal. Kata Auliana tentang belajar yang nyaman baginya.
Selama ini, ia mengakui bukanlah sosok yang pintar berhitung maupun menurunkan rumus-rumus yang rumit seperti pelajaran Fisika. Ia yang sudah menghapal 2 juzz Alquran lebih leluasa belajar dengan menghapal karena baginya, pembelajaran yang terpenting itu adalah diterima dan diingat dengan baik. Dengan menghapal, pelajaran itu akan mudah ia ingat kembali suatu saat nanti.Â