Satu alasan yang pasti, kenapa saya tidak kalap beli makanan yang dijual sore hari karena tidak akan dimakan. Kembali kepada tulisan sebelumnya, efek dari sakit lambung itu sangat parah sekali. Dalam hari biasa yang mudah pengobatan dan bisa makan lebih banyak, salah makan bisa langsung sakit. Bisa dibayangkan selama bulan puasa, jika salah makan meskipun makanan itu sangat indah bentuknya, saya akan kembali ketergantungan obat-obat untuk beberapa waktu ke depan agar puasa bisa lancar.
Sering tidak kalap beli makanan tiap sore, padahal banyak sekali orang jual, kemudian muncul rasa ketidakinginan untuk mendapatkannya. Seolah-olah saya lupa untuk membeli.
Buka puasa saja itu adalah parutan semangka atau air tebu dan nasi dengan lauk yang tidak asam dan pedas. Setelah itu, saya bahkan tidak ingin makan apa-apa lagi. Rasa penuh di perut membuat ingin mual dan bahkan terasa lelah meskipun makan hanya sedikit saja.
Kalau ditanya bagaimana rasanya kalap membeli makanan berbuka selama bulan Ramadan, saya sangat bingung untuk menjawabnya. Orang lain beli kue banyak, saya cuma beli air tebu. Orang lain buka puasa dengan banyak menu, saya cuma makan nasi.
Kebiasaan ini bukan tidak berdampak ke hal baik. Yang saya rasakan kemudian adalah penghematan besar-besaran. Selama tidak kalap beli makanan dalam jumlah banyak selama Ramadan, budget bisa disisihkan untuk kebutuhan lain.
Memang, di sisi lain, kadangkala saya merasa sedih tidak sama seperti orang lain dalam merayakan bulan puasa. Tidak ada keinginan untuk berbuka dengan banyak makanan. Tidak merasakan bagaimana menempatkan banyak lauk di atas piring.
Semua harus hati-hati. Kamu boleh tertawa. Kamu boleh menghujat curahan hati orang yang sakit lambung. Tetapi bagi saya, cara ini adalah terbaik untuk kesehatan sepanjang puasa dan juga 'kesehatan' dompet menjelang lebaran dengan banyak kebutuhan lainnya.
Kalap Belanja Makanan Boleh, Tapi Pakai Rumus Laba Rugi
Makin banyak permintaan, maka makin banyak produk yang dijual. Demikian hukum permintaan dari bahasa ekonomi. Hal ini sangat berlaku selama bulan puasa. Penjual menu berbuka itu cukup banyak sekali. Orang yang tidak pernah berjualan, mendirikan gubuk kecil di pinggir jalan depan rumahnya. Orang yang terbiasa menjual kue dalam keseharian, akan menambah produksinya.
Kalap belanja makanan selama Ramadan itu untuk apa sebenarnya? Apakah karena masa pandemi? Karena takut kondisi makin memburuk? Karena khawatir penyebaran virus Corona Covid-19 makin menjadi-jadi?
Kalap beli makanan bisa berarti luas bukan? Tidak hanya saat berburu menu berbuka saja. Misalnya, saat ke supermarket, kita memborong banyak cemilan, mi instan, susu, buah-buah segar, maupun makanan lain yang kiranya akan dimakan pada malam hari. Beberapa makanan mungkin saja bisa disimpan waktu lama, tetapi buah atau roti cepat saji hanya bisa disimpan dalam hitungan hari saja.
Belanja dalam jumlah banyak tidak masalah. Itu termasuk dalam perencanaan pengeluaran yang baik. Namun, beberapa makanan tidak boleh dibeli sembarangan karena cepat busuk. Pertimbangkan untuk membeli makanan yang bertahan lama agar kita tidak berulangkali membelinya.