Tiap kali ke Banda Aceh, saya selalu mampir ke salah satu toko buku. Biasanya, saya sudah membuat list buku-buku apa saja yang akan dibeli. Toko buku ini merupakan salah satu toko buku besar di Banda Aceh, jangan lihat ruko kecil dua pintu namun lihat isi di dalam toko buku ini. Toko buku ini menyediakan beragam buku. Dan tentu saja, diskon 10% untuk tiap member terdaftar dan memegang kartu keanggotaan.
Interaksi saya dengan pemilik toko buku berlanjut ke media sosial, terutama perpesanan instan. Sejak awal saya datang ke toko buku ini, saya sudah tahu bahwa pemiliknya bukan seorang muslim. Pemilik toko ini biasanya duduk sebagai kasir dan pekerja yang tampak tiga orang adalah mereka yang berkerudung. Pertemanan di aplikasi chatting membuat saya sering menerima pesan broadcastberisi promo buku terbaru. Tidak hanya itu, broadcast dan status dari pemilik toko buku yang merupakan keturunan China ini, begitu menghargai konsumen dan juga rekan mereka yang ada di Aceh. Contohnya, lebih kurang dua tahun saya berteman dengan wanita dengan rambut sebahu itu, saya selalu menerima broadcastseperti; Selamat Puasa Ramadhan, Selamat Idul Fitri, Selamat Idul Adha, Mohon Maaf Lahir dan Batinmaupun Selamat Tahun Baru Islam.
Namun, saya tidak pernah sekalipun membuat status atau kirim pesan langsung kepadanya seperti Selamat Tahun Baru Imlek atau Selamat Natal. Saya masih memegang teguh larangan untuk membuka tabir dengan non muslim. Tabir itu terbentang luas dari sejak saya di masa remaja, saat masih belajar kitab kuning di pesantren tradisional, menerima pelajaran di madrasah sampai saya kuliah di kampus Islam, ajaran itu menguatkan hati untuk tidak berinteraksi dengan mereka yang non muslim.
Sampai kini, setelah lepas dari atribut pendidikan, pemahaman saya tentang interaksi dengan dengan non muslim yang tertuang dalam Islam masih sangat dangkal sekali. Saya tidak memungkiri bahwa pertemanan di media sosial, dari mereka yang tidak berdomisili di Aceh, yang saya tidak pernah berinteraksi langsung, sebagian bukan berasal dari agama Islam. Ada yang dekat secara personal, ada yang cuma numpang lewat status saja. Tetapi mereka selalu saja meluangkan waktu untuk mengucapkan selamat untuk hari-hari besar di dalam Islam. Norma yang terlarang di dalam ajaran Islam sejatinya mereka tidak peduli. Kami di dalam Islam, teramat panjang berdebat soal ini padahal jelas sekali bahwa kehidupan di dunia ini saling ketergantungan.
Kita terlalu lupa bahwa kehidupan masyarakat Islam sangat tergantung kepada mereka yang non muslim. Namun, begitu berkaitan dengan persahabatan dengan non muslim, hukum-hukum Islam berjajar setinggi angkasa. Padahal, zaman yang terus berkembang dengan baik tidak selalu berkaitan dengan seorang non muslim meracuni seorang muslim untuk menjadi bagian dari mereka. Jika saya tanya beberapa pertanyaan, tidak perlu Anda jawab, cuma simpan di hati saja. Terlepas siapa penemu di era kejayaan Islam terdahulu. Kita berbicara siapa yang berbuat dan menciptakan di masa kini.
“Kendaraan apa yang Anda pakai saat ini?”
“Berapa sering Anda naik pesawat terbang?”
“Kapan terakhir akan berlayar dengan kapal laut?”
“Smartphone merek apa yang Anda beli?”
“Pakaian merek apa yang Anda pakai?”