Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengusir Rohingya

16 Mei 2015   16:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:55 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: BBC Indonesia

[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Sumber: Sukan Star TV"][/caption]

Bagaimana jika kita yang terusir?

Terkatung-katung di lautan lepas, panas membakar seluruh tubuh, tanpa bahan makanan, pakaian seadanya, berlayar tanpa tujuan, tanpa arah pasti, tanpa kompas yang menata mata angin, tanpa tahu ke mana hidup akan berlabuh, tanpa mengerti dunia mana yang sanggup menampung, atau terus mengapung di atas laut, menanti hiu buas atau cumi-cumi raksasa menenggelamkan kapal, lantas tercelup ke dingin air laut untuk sekian lama, berenang ke sana-sini tak bisa ditafsir mana arah daratan sebenarnya…, tenggelam dan jadi mangsa punggawa lautan!

Lalu, seorang netizen menulis di akun media sosialnya, lebih kurang begini, “Malaysia sudah usir pengungsi Rohingya, mengapa Aceh tak bisa?”

Status media sosial tersebut tidak menjelaskan detail kejadian, barangkali mengacu pada pendapat Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Wan Junaidi Jafaar “Apa yang kalian harapkan di sini? Kami hanya menyampaikan pesan yang tepat bahwa mereka tidak diterima di sini!” Sedangkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Arrmanatha Nasir menengaskan “Indonesia tidak menaikkan mereka ke kapal dan mendorong mereka keluar atau menyebar mereka ke 17 ribu pulau kita. Kita menganut prinsip hak lintas damai di daerah Selat Malaka. Kita tidak mengusir mereka. Di Daerah Selat Malaka kita menganut prinsip hak lintas damai. Siapa saja boleh melintas di sana!” dilansir oleh Merdeka.com dari The Guardian (14/5/15).

[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Sumber: Sukan Star TV"][/caption]

Usir saja!

Manusiawikah itu?

Pernah tidak kita berpikir, berapa lama mereka terlunta-lunta di lautan sebelum sampai ke Aceh?

Biarlah mereka meneguk secangkir kopi Aceh!

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Sumber: Facebook Nurdin Hasan"][/caption]

Dunia telah menutup mata kepada mereka – karena mereka muslim, karena mereka percaya Muhammad, karena mereka menyembah Allah, karena mereka membaca al-Quran, karena mereka ingin menunaikan ibadah haji, karena mereka berpuasa di bulan Ramadhan, karena mereka ingin berzakat di saat harta tak ada, karena mereka….

Biarkan mereka mencicipi nasi yang ditanak dalam kuali orang Aceh!

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Sumber: Facebook Nurdin Hasan"][/caption]

Sebentar saja. Toh, mereka tak perlu diusir. Mereka akan diusir sendiri oleh waktu, jika pemerintah Indonesia tidak memberi suaka.

Banyak orang mengagung-agungkan kemanusiaan, namun ketika kemanusiaan itu direngut malah menyoraki ajakan donatur. Orang-orang ini hanya hidup dari upah yang diberikan pihak luar sehingga dapur mereka mengepul. Bahkan, lembaga besar dunia saja, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), baru sekarang mengeluarkan suara, meminta tolong pada Aceh, pada Indonesia, untuk menjaga mereka yang datang dari Myanmar maupun Bangladesh. PBB baru terbuka mata ketika nelayan Aceh menarik tangan para pengungsi ke tanah bekas tsunami. PBB telah menganak-tirikan mereka ketika ditumpas habis-habisan oleh mereka yang benar di negara sendiri. Dua bulan mereka terkatung-katung di lautan setelah mengalami pembantaian. PBB diam saja waktu mereka dipenggal di negara sendiri.

Dikutip dari BBC Indonesia, dari pengungsi yang terdiri dari laki-laki, perempuan, anak-anak, terdapat 421 orang dari Bangladesh dan 252 dari Myanmar. Mereka telah dihalau oleh angkatan laut Thailand dan Malaysia untuk tidak masuk ke daerah perairan mereka. Namun informasi lain ada yang menjelaskan 600 orang sampai 1080 orang pengungsi secara keseluruhan. Pengungsi ini akan terus bertambah karena masih banyak pengungsi lain yang mengapung di lautan lepas.

Coba kita lihat peta berikut!

[caption id="" align="aligncenter" width="562" caption="Sumber: BBC Indonesia"][/caption]

Entahlah. Perjalanan laut yang terlalu jauh untuk mereka yang tanpa bekal. Mereka bukan pelayar dalam kapal persiar. Mereka orang-orang terusir dari tanah lahir dan tempat hidup yang sama bahasa dan kebudayaan.

Karena mereka Islam. Apakah Islam itu salah? Apa yang Islam ajarkan sehingga jadi salah? Apakah Rohingya merusak hidup orang lain? Menganggu pemerintah dengan demo besar-besaran, menuntut dikayakan, menuntut rumah mewah, menuntut hidup makmur, menuntut apa saja.

Dan kita, orang-orang yang beranggapan untuk mengusir mereka, juga orang Islam.

Jangan takut, tanah Aceh tak akan pernah didiami oleh mereka dalam waktu lama. Mereka berteduh untuk menenangkan jiwa dan raga. Mereka berterima kasih kepada kita yang telah mengizinkan mereka menginjak tanah setelah hanya melihat air di sejauh mata memandang. Mereka tak akan lupa makanan dan minuman yang kita berikan, jika mereka dikembalikan ke negara antah berantah, jika Myanmar dan Bangladesh tidak menerima mereka kembali.

Aceh adalah Islam. Menyentuh Islam sama dengan menyentuh Aceh. Parang akan diangkat. Jambu runcing siap dilempar. Tenaga akan dikerahkan.

Nelayan Aceh telah berbuat lebih besar dari kita yang cuma “pandai” di media sosial. Nelayan Aceh yang cuma tahu ikan dan jalan itu lebih berperikemanusiaan dari pada kita yang mempelajari nilai-nilai kemanusiaan sampai perguruan tertinggi. Nelayan Aceh lebih besar nyali dibandingkan kita yang kaya harta benda, nelayan itu menolong saja walaupun tak tahu harus memberi makan apa pada mereka, asalkan sampai ke darat, tak lagi meradang dalam perih di tengah lautan.

Nelayan Aceh itu, mereka pahlawan. Anggap saja mereka yang protes sebagai candu kopi. Semakin diteguk semakin melenakan. Habis masa aktif kafein rasa kopi pun terlupa.

Nelayan Aceh itu, tolonglah sesuai kemampuan, berikan sesuap nasi kepada mereka, teteskan sepercik air untuk melepas dahaga mereka.

Nelayan Aceh itu, ini bukan proses mencari nama, inlah proses kemanusiaan sebenarnya. Jangan pikirkan ke depan mereka (Rohingya) akan merampas tanah Aceh. Aceh adalah Aceh. Perang telah dilalui. Tsunami telah diatasi. Mari berbagi, pada Rohingya yang sebentar lagi pergi!

[caption id="" align="aligncenter" width="583" caption="Sumber: Facebook Nurdin Hasan"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun