Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Anyaman Tikar Pandan

7 Januari 2015   22:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:36 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah lihat tikar pandan? Atau sudah memilikinya?

Sayang sekali, warisan budaya Indonesia, khususnya di Aceh sudah tergerus oleh tikar modern. Harus diakui, tikar pandan sulit sekali didapati di rumah-rumah penduduk. Di mana penggunaan tikar yang terbuat dari plastik sudah menjamur di toko. Faktor lainnya, tikar modern harganya bisa lebih murah dan bahkan setara dengan tikar pandan. Selain itu, tikar pandan dianggap kurang menarik karena motifnya yang itu-itu saja, tipis, cepat rusak jika terkena air, maupun cara pembuatannya yang rumit.

Memang, di daerah-daerah masih terdapat daun pandan dan sebagian masyarakat masih menyempatkan diri membuat tikar pandan. Sebut saja di Aceh Barat, tikar pandan masih dianyam supaya warisan budaya Indonesia tersebut tidak hilang di makan usia bahkan semakin tergilas dengan tikar modern.

Tikar pandan tergolong kerajinan tangan yang membutuhkan waktu lama untuk menganyamnya. Pandan yang dipotong dari pokoknya, disisir sesuai keinginan besar kecilnya, dijemur, lalu baru dianyam. Butuh waktu lebih kurang seminggu jika matahari benar-benar terik untuk mengubah daun pandan hijau menjadi putih. Semakin lama dijemur maka semakin bagus kualitas tikar pandan tersebut. Daun pandan yang sudah kering itu bertambah kuat dan susah rapuh jika intensitas cahayanya mencukupi. Jika ingin tikar bervariasi, bisa saja ditambahkan pewarna alami dengan catatan tidak membuat daun pandan cepat berjamur dan putus jika ditarik.

Proses menganyam daun pandan menjadi tikar utuh juga membutuhkan waktu lama. Proses ini sangat tergantung pada besar kecil tikar yang sedang dianyam. Semakin besar tikar yang ingin dihasilkan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu anyaman. Demikian sebaliknya.

Produksi tikar pandan semakin berkurang dari waktu ke waktu. Pengalaman ini setidaknya menjadi perhatian pihak terkait supaya kembali digalakkan. Kita mudah saja mendapatkan pandan tumbuh liar di perkampungan atau di pinggir hutan. Lagi pula pembuatan tikar pandan tidak membutuhkan mesin maupun alat bantu lain sehingga mudah dikendalikan komoditinya. Pengayaman tikar pandai hanya membutuhkan keahlian dan pembiasaan. Semakin terbiasa maka semakin rapi tikar yang dihasilkan.

Warisan budaya ini memberikan nilai tambah kepada Indonesia. Menjaga warisan budaya menjadi keharusan bagi setiap generasi. Kita tidak pernah tahu sampai kapan tikar pandan dikenal oleh generasi muda. Kita juga tidak tahu berapa banyak generasi muda yang mampu menganyam tikar pandan dengan baik.

Masa boleh berganti, tetapi sesuatu yang  berharga jangan pernah hilang dari ingatan kita. Benar demikian?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun