Mohon tunggu...
Bain Saptaman
Bain Saptaman Mohon Tunggu... Administrasi - guru

aku adalah ..Musik....liverpool...the beatles...kopi....sepeda..vegetarian...... "AKU BERONTAK....maka aku ADA"....

Selanjutnya

Tutup

Bola

Liverpool, antara Istanbul 2005 dan Anfield 2016

15 April 2016   16:06 Diperbarui: 15 April 2016   16:26 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Lagi... setelah menunggu 11 tahun, akhirnya momen “great comeback” itu pun berulang. Benar-benar sebuah partai Thriller, mirip dengan final Liga Champions di Istanbul yang mempertemukan AC Milan melawan the Reds yang berakhir 3-3 sebelum diakhiri adu penalti untuk Liverpool. Banyak yang mirip dari kedua partai ini meski skor akhir berbeda, yakni 4-3. Apa saja?

1.

Lini Belakang yang sembrono. Dua gol Milan dan dua gol Dortmund jelas merupakan gol mudah akibat kesembronoan pemain belakang the Reds. Setelah serangan terputus, bola langsung menuju ke jantung pertahanan Liverpool yang belum siap. Melawan Milan, Traore gagal memotong umpan Kaka yang dieksekusi Crespo. Goal Aboumeyang juga akibat kegagalan Mamadou Sakho memotong umpan.

2.

Adanya sosok motivator dan penyemangat. Bila melawan Milan, Gerrard menjadi motivator buat rekan-rekannya dengan goal pertama the Reds.

[caption caption="Ilustrasi: mirror.co.uk"][/caption]Golnya membuat rekan setim menjadi gila dengan gayanya mengangkat-angkat tangan sembari berteriak memompa semangat. Saat melawan Dormund, sosok itu adalah Coutinho, yang golnya menjadi penipis selisih agregat menjadi 2-3. Coutinho pun bergaya bak Gerrard memompa semangat rekan-rekannya.

3.

 Pencetak gol Liverpool berasal dari pemain berbeda. Bila melawan Milan, pencetak golnya adalah Gerrard, Smicer dan Alonso, saat menghantam Dormund sosok itu adalah Origi, Coutinho, Sakho dan Lovren.

4.

Arogansi Tim yang Sudah Unggul. Memang, adalah hal yang wajar bila tim yang sudah unggul akan terlihat “arogan” dan terkadang underestimate alias menganggap enteng. Milan telah membuktikan. Unggul 3-0 di paruh waktu, para pemain menganggap permainan telah usai. Milanisti bernyanyi riuh bahkan pemain Milan (Maldini) sempat menyentuh sang Piala saat jeda, seakan mereka TELAH JUARA. Bagaimana dengan Tim kelahiran the Beatles? Pemain tertunduk lesu ke ruang ganti. Supporter meski terus meneriakkan YNWA suaranya agak lirih. Bahkan, sang legenda Dalglish sangat menyesal tidak menyaksikan babak kedua karena pulang ke Hotelnya akibat merasa “malu”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun