Sejak ikut Kompasiana Februari 2010, foto profil saya adalah sepeda onthel tua. Jadi, gak aneh kalo teman-teman Kompasianer memanggil saya pak Onthel. Bagi saya, bersepeda bukanlah sebuah gaya hidup. Sejak SMA tahun 80-an, kuliah, hingga bekerja, sepeda tak lepas dari kegiatan saya sehari-hari. Kenapa? Karena saat itu kota Jogja masih ramah dengan sepeda. Menggunakan sepeda motor apalagi mobil sekitar tahun 80-90-an adalah hal yang mewah. Jalanan Jogja masih lengang.
Apa pun itu, bagi para pesepeda seperti saya, jalanan yang kurang nyaman tetap harus dijalani. Kadang, bersepeda (apalagi sepeda tua) dipandang aneh. Saat ke sekolah saya yang ada di Bantul Jogja, saya gowes setiap hari Rabu. Di antara sekitar 30-an guru, saya satu-satunya yang bersepeda. Kadang parkir pun di tengah-tengah sepeda motor teman.
Kalau ada yang bertanya...
“Kenapa Cuma nyepeda, pak Bain?”
“Khan jogja memang kotanya sepeda.....buktinya pak mantan walikota Zuhdi meluncurkan slogan
“SEGOSEGAWE”
Sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe alias sepeda untuk bersekolah dan bekerja.
Saya bangga bisa menjalankan perintah pak mantan Walkot meski saya warga Bantul bukan Kodya...hehehhe
Selain untuk mengajar, sepeda tua saya ini juga bermanfaat untuk Gowes di akhir pekan. Sudah beberapa bulan terakhir ini, saya menjadwalkan gowes ke daerah-daerah wisata di Jogja. Wisata alam dan juga komplek candi. Nah, di sinilah baru kelihatan betapa serunya CERITA BERSEPEDA saya.
Sepeda onthel saya ini memang cocok untuk daerah-daerah wisata yang berjalan datar. Sudah banyak candi kujelajahi dengan sepeda ini. Di antaranya, Candi Kalasan yang tengah mengalami pemugaran
Candi Sari nan elok
Candi Banyunibo nan anggun
Candi Prambanan yang penuh cerita romantis
dan juga Candi yang saat itu tengah dipakai Waisak, Candi Plaosan.
Perjalanan ke Candi – candi di atas lumayan mudah. Jalanan rata tak mendaki meski di beberapa tempat aspalnya sudah mulai terkoyak dan berlubang.
Nah, yang paling sulit dan susah adalah saat saya dan istri menuju 2 candi yang ada di pebukitan, yakni Candi Barong dan Kraton Ratu Boko yang terkenal itu. Jalanan yang mendaki memaksa saya untuk sering-sering berhenti. “Age never lies” (Usia gak bisa berbohong) memang benar!!. Keringat bercucuran deras akibat menuntun sepeda menuju lokasi. Karena sepeda saya tak bisa saya naiki. Kenapa? Sepeda saya Cuma onthel tua yang tak bisa disetel/diatur giginya untuk trek rata/tanjakan. Nah, setiap 100 meteran, saya berhenti menghela nafas sambil minum air putih....
istirahat 5 menit lanjut lagi. Begitu seterusnya hingga saya pun sampai di Puncak .... di mana Candi Barong berdiri dengan gagah dan anggunnya......
Sampai di Candi, saya tak langsung menuju tempat. Namun, duduk di tanah dekat parkiran membayangkan jalan pulangnya hahahahha.
Pulang dari Barong yang HTM-nya gratis tis tis, kami mampir ke candi terkenal , Candi/Kraton ratu Boko. HTM 30.000 membuat kami putar otak. Sepeda kami belokkan ke jalanan setapak yang berupa cor-blok. Kadang sepeda dinaikin kadang dituntun. Akhirnya, sekitar 40 menit bersepeda dari Barong, sampailah kami di Candi yang diidam-idamkan, Boko. Lumayan, masuk lewat pintu belakang (jalan para pengambil rumput) tak perlu bayar 30.000. Hehehehe. Sayangnya, sepeda tak bisa naik ke Boko...karena jalanan ke Candi berupa tangga batuan candi.
Puas di Boko, jam 3 sore saya pulang. Kondisi sudah lelah, memaksa saya banyak menuntun sepeda. Turunan cukup curam. Istri pun demikian "Demi toleransi katanya...hahahaha" Palagi sepeda Cuma pake Torpedo tanpa rem tangan.
Andaikan, saya nanti memenangkan sepeda Thrill dalam lomba ini, saya tak perlu lagi menuntun sepeda naik atau turun saat berkunjung lagi kelak. Hehehehee
Ada 3 tips buat pesepeda saat bergowes dengan sepeda Onthel tua
1.
Pilihlah jalur rata atau mendaki saat bepergian. Karena saat berangkat kondisi masih fit. Dan pulangnya saat kondisi lelah, kita tak perlu banyak menggenjot karena jalanan menurun.
2.
Jangan terlalu memaksakan diri terus menerus menggenjot saat nafas sudah mulai tersengal. Bukan sehat dan senang yang anda peroleh, tapi sakit dan sesak nafas.
3.
Cari jalan-jalan alternatif yang sepi kendaraan besar. Jalanan utama terkadang tidak ramah dengan para pesepeda. Selain itu, jalur alternatif bisanya sejuk dan sepi
Dan jangan lupa......mengulangi kisah romantis dengan mantan pacar alias istri justru makin berkesan dengan kehadiran sepeda di tengah-tengah kami.....hahahaha
Ayo...Gowessss...... Dan kisah-kisah itu kelak akan bicara
..............................
Poentjakgoenoeng, 9-6-15
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H