“songo wolu wis lewat...isi separuh”
“telu papat apik...do nggandul”
Anda pernah dengar ungkapan di atas?
....................................................
Aku baru saja kenal beliau. Beliau teman sekolah istriku saat di MAN Wates dulu. Namanya sangat sederhana dan singkat ...Tumino.
Sesederhana penampilannya. Profesi yang digelutinya pun mungkin profesi yang kurang mengenakkan bagi sebagian orang, yakni calo penumpang kendaraan. Jelek kah?
Mendengar kata “calo” maka banyak kita berfikir profesi ini selevel dengan “penipu”. Namun, 3 jam saya bercakap dan melihat beliau beraksi, tak sedikit pun kesan menipu ada dalam setiap gerakan dan ucapannya. Ungkapan di atas "songo telu wis lewat" adalah jawaban dari telpon yang diterimanya dari Kondektur Bis yang menanyakan kondisi penumpang Bus sebelumnya. "Songo telu/93" adalah 2 nomer terakhir bus yang baru saja lewat. Yang dilakukannya selama menjalani profesi ini sejak sekitar 5 tahun lalu adalah menunggu calon penumpang. Ditanyai tujuannya. Selesai. Tak lama bis yang ditunggu datang dan calon penumpang pun naik.
Dan, teman saya ini (sang calo) dapat uang sekitar 2-5 ribu (tergantung banyak tidaknya calon penumpang). Dan ucapan "matur nuwun" kepada beliau dari para penumpang pun sering terdengar.
Apakah ini penipuan?
Sebagai orang jalanan (tepatnya di daerah Toyan Wates) dalam satu hari, beliau bisa mendapat sekitar 30 hingga 50 ribu. Tergantung ramai tidaknya calon penumpang. Kadang, kalau pas sepi cuma sekitar 20 ribuan.
Jumlah yang tentu saja tidak banyak mengingat beliau memiliki tanggungan anak dan biaya perawatan ibunya di RSUD Wates (saat tulisan ini dibuat....dan dua minggu lalu Ibundanya wafat). Kadang, perbincangan kami terputus oleh kedatangan calon penumpang dan bus yang lewat. Bahkan, ada pula bus yang Cuma lewat namun memberikan tips pada beliau. Tak banyak. Cuma sekitar 2 ribu. Dilemparkan dari bus yang melaju dan beliau memungutnya. Saya kadang trenyuh juga melihat perjuangan beliau mengais rupiah. Saya tanya
“Apa gak tersinggung dan malu, mas...uang dilempar begitu saja, terus dipungut”
“Tersinggung? Ya tidaklah........khan mereka mengejar waktu jadi main lempar
Malu? Ngapain malu.......saya bukan koruptor. Koruptor aja gak tahu malu!”
Saya melihat beliau sangat menikmati “pekerjaannya”. Nggak aneh, wajah pria berwajah lumayan gemuk ini familiar sekali bagi banyak crew bus. Baik AKDP maupun AKAP. Bahkan, beberapa bus AKAP seperti “Efisisnsi” yang memiliki crew cewek akan membnyikan klakson melewati tempat beliau dan ada pula yang melambaikan tangan kepada beliau meski tak ada calon penumpang yang bakalan naik.
Dan terakhir sebelum berpisah saya berniat membayar teh manis yang dipesannya buat kami. Beliau marah.
“Bapak nggak percaya duit saya Halal?”
Saya terhenyak dan mempersilakannya membayar.......
........................
Ternyata.........di negeri ini banyak sekali ironi. Di satu sisi, si jujur harus mengais rejeki rupiah demi rupiah demi keluarga. Namun, dia hidup tenang. Di sisi lain, ada si penipu menghabiskan uang negara dan rakyat demi diri sendiri hingga mampu memiliki mobil-mobil mewah yang bejibun jumlahnya. Namun, hidup selalu gelisah dan mengakhiri hidup dibalik jeruji.
Pernahkah anda ditipu calo?
Masihkah kita berfikir SEMUA yang berprofesi ini setara dengan penipu?
........................
poentjakgoenoeng, 14-3-14 (sebulan abu Kelud)
potoku DW
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H