Hampir setahun perjalanan Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara (GPAN) sebagai wadah untuk membina minat baca generasi muda melalui beberapa program-program yang dicanangkan, Namun sejauh ini pula ruang gerak GPAN seperti stagnan tanpa massifnya dukungan-dukungan dari berbagai pihak yang sangat diharapkan. Gerakan perpustakaan anak nusantara yang sedari awal ingin fokus untuk distribusi buku dengan membidik beberapa panti asuhan sebagai binaan, namun karena terkendalanya donatur buku, maka tindakan nyata untuk gerakan ini, setiap minggunya kunjungan ke panti asuhan binaan (salah satunya Panti Asuhan Azzuhriyah, Yogyakarta) dengan program bimbingan belajar dan game-game edukatif agar generasi muda di panti tersebut juga semakin terlecut geliat belajarnya.
Seperti halnya gerakan-gerakan sosial lainnya yang pastinya juga merangkak di awal untuk berkembang, begitu juga GPAN saat ini, merangkak secara pelan, namun pasti arahnya, yaitu membumikan budaya membaca untuk generasi muda sebagai langkah awal membangun intelektualitas. Bertepatan dengan hari buku sedunia yang telah lewat beberapa hari lalu, media banyak memberitakan tentang ceremonial hari tersebut, akan tetapi dampak berkelanjutan setelah ceremonial bisa dikatakan belum massif. Padahal gerakan turun tangan yang dapat kita lakukan untuk membudayakan membaca cukup banyak sekali, salah satunya dengan mendorong berkembangnya gerakan-gerakan sosial yang berupaya untuk itu, semisal dengan menjadi donatur buku, atau membantu menyebar luaskan informasi tentang gerakan-gerakan sosial itu, agar semakin banyak yang mengetahui gerakan baik tersebut.
Tidak dipungkiri, peran media dalam men-setting persepsi masyarakat melalui pemberitaan akan suatu gerakan, cukup efektif juga sebagai ruang promosi untuk berkembangnya. GPAN untuk promosi melalui media Nasional belum ada lirikan karena kurangnya jaringan pada insan media/pers. Akan tetapi walaupun tidak ada pemberitaan, gerakan nyata tetap berjalan, salah satunya dengan tetap konsisten untuk kunjungan ke Panti Asuhan yang terprogram selama beberapa bulan untuk tiap Panti Asuhan. Di samping itu, dengan memanfaatkan media sosial berupa Web, Facebook, twitter, instagram dan lainnya, sebenarnya dapat juga dimanfaatkan sebagai media promosi dengan redaksional yang persuasif agar semakin banyak yang tertarik untuk ambil bagian di dalamnya.
GPAN saat ini dengan jumlah anggota berkisar 43 orang sedang menjajal kreatifitas mereka dengan berkontribusi nyata melalui gerakan baik ini. Sebaran anggota yang beragam dari mahasiswa S1 dan S2 dari berbagai kampus di Yogyakarta, namun tetap solid untuk bersama-sama dengan aksi nyata untuk tercapainya tujuan komunitas ini. Begitu juga dengan GPAN di kota-kota lainnya seperti Malang, Lamongan dan Jember, kontrbusi sosial melalui wadah GPAN di daerah masing-masing sangat membutuhkan konsistensi, agar GPAN bukan hanya nama, namun sesuai label Nusantara yang telah digunakan seharusnya akan berprogres besar untuk tersebarnya di seluruh wilayah Nusantara. tentu saja dengan dukungan nyata, tindakan nyata dalam mengembangkan gerakan ini.
Membangun Kompetensi Literasi
Selain menggalakkan budaya membaca, tidak menutup kemungkinan melalui GPAN ini juga digalakkan budaya menulis. Jika otak kita ibarat sebuah teko, membaca adalah cara mengisi teko tersebut dengan berbagai pengetahuan, lalu menulis itulah bentuk penuangan isi teko tersebut. Apa jadinya jika teko hanya penuh berisi air, namun tidak dituangkan dan hanya tersimpan di dalamnya, Â lama kelamaan air yang didalamnya akan rusak substansinya. Begitu juga dengan pengetahuan yang kita serap, jika tidak dituangkan (salah satunya dengan menulis, atau mengajarkan pada yang lain) maka lama-kelamaan akan terlupakan juga, itulah yang memunculkan pernyataan "semakin banyak yang dibaca, semakin banyak yang dilupa". Padahal semakin banyak bacaan yang kita serap, semakin banyak pengetahuan yang didapat, memang tidak semua langsung bisa diingat, namun jika sudah tersimpan di memori jangka panjang (Long term memory), maka suatu saat pasti akan teringat juga, salah satu cara untuk mengingat kembali (recall) pengetahuan-pengetahuan tersebut melalui menulis.
Dengan kompetensi literasi yang baik dari anggota GPAN, maka bukan hal yang mustahil jika setiap anggotanya juga berkarya melalui tulisan, bahkan lebih jauh jika sudah berkembang besar dalam skala nasional, bukan tidak mungkin GPAN mempunyai penerbit sendiri untuk mengakomodir karya-karya anggota maupun anggota binaan, sehingga gerakan budaya membaca lebih mudahnya digalakkan jika bahan bacaan cukup tersedia untuk didistribusikan.
Seperti halnya dukungan dari pusat perbukuan dahulu yang sering mengadakan Sayembara penulisan Naskah, lalu naskah pemenang itu pun dicetak dalam skala besar dengan dilabeli "Milik Negara Tidak Untuk Diperdagangkan" untuk didistribusikan ke tiap-tiap perpustakaan sekolah. Sehingga dukungan untuk budaya membaca dengan buku-buku gratis dari pemerintah langsung dapat dinikmati oleh masyarakat (Khususnya peserta didik). Disamping itu penghargaan untuk pengarang pun sangat dihargai dengan reward-reward yang disediakan panitia.