Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... Freelancer - pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

I'm the moslem kontak 087863497440/085337792687 email : abdulrahim09bi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara : Membumikan Budaya Membaca sebagai Langkah Awal Membangun Bangsa

9 Januari 2016   11:29 Diperbarui: 9 Januari 2016   11:50 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Logo Resmi GPAN Pusat"][/caption]Seolah tanpa beban berat, beliau tampak tak acuh dengan padatnya lalu lalang di samping pasar beringharjo, jalan menuju taman Pintar pada pagi hari itu (26-12-15). Berbekal Plastik bekas cukup lebar yang digelar di trotoar jalan tersebut, di atasnya tergelar pula bermacam Koran harian yang setia ditunggu oleh bapak tua tersebut. Saidi (Umur 54 tahun menurut penuturannya), sembari menunggu dagangannya ada yang beli, terlihat serius sekali dengan bacaannya pada salah satu koran yang beliau pegang. Di usia yang sudah udzur beliau masih tekun mengikuti perkembangan berita harian melalui koran yang beliau jual. Semisal ungkapan "sambil menyelam minum air", beliau mencoba mencari nafkah melalui gelarannya tersebut, di samping itu tetap mendapat informasi melalui bacaannya.

[caption caption="pedagang koran jalan malioboro (dok. pribadi)"]

[/caption]Melihat ketekunan bapak penjual koran tersebut dalam membaca, mengingatkan saya pada ulasan yang ditulis salah seorang Pimpinan Pondok Pesantren di NTB tentang bapak tua penjaga Toko Buku di bilangan Ampenan, Mataram, tempat Pimpinan Ponpes tersebut biasa membeli bahan bacaan untuk keperluan perpustakaannya. Beliau menulis, penjaga toko buku tersebut walaupun Giginya hampir sebagiannya sudah hilang, akan tetapi ketika pembeli datang ke toko bukunya dan menanyakan tentang isi buku yang ingin dibeli, dengan antusiasnya beliau akan bercerita. Tak jarang juga menceritakan tentang buku lainnya yang beliau anggap inspiratif, penting untuk dibaca orang lain. Artinya buku-buku yang beliau jual pada toko buku tersebut sebagian besar beliau nikmati lebih dahulu sembari menunggu ada yang datang ke toko bukunya. Usia senja tak menyurutkan minatnya untuk melahap bahan bacaan yang beliau tertarik untuk membacanya.

Berbeda sekali dengan kondisi generasi muda (peserta didik) kita sekarang, dari pada mereka suntuk dengan bahan bacaan, mereka lebih menikmati dibuai angan-angan kosong dengan sodoran program-program televisi bertajuk anak-anak gaul dengan kehidupan glamor, hedonis ala anak-anak kota besar yang menyesakkan dada dan miris sekali untuk disaksikan. Semestinya media juga mengambil peran penting untuk menyiarkan program-program yang mendidik dan inspiratif, bukan hanya sinetron tak jelas yang malah merusak moral peserta didik. Menelusuri tentang ranah media edukatif tidak terlepas pula dari peran kontrol yang dilakoni oleh KPI sebagai lembaga negara yang sekarang lebih jelas disusupi ajang bisnis dengan sistim kapitalis terhadap rating-rating acara yang boleh atau tidak untuk disiarkan.

Berbicara tentang inspirasi, ada banyak hal yang menjadi sumber inspirasi itu sendiri, Yang bergelut dengan media audio-Visual, inspirasi banyak disajikan dalam bentuk video, foto-foto inspiratif atau lagu-lagu, maupun podcast dari sebuah acara bincang-bincang bersama tokoh-tokoh yang memiliki dedikasi terhadap pembangunan bangsa, baik dari segi karakter manusianya maupun segi fisik dari bangsa itu sendiri.

Tak jarang inspirasi itu juga direduksi dari bahan-bahan bacaan yang memupuk semangat dan memotivasi untuk terus berjuang, mengabdikan diri pada bangsa dalam segala hal semampu yang kita lakukan. Sedangkan untuk menginspirasi generasi muda supaya mereka memiliki semangat untuk berkarya atau terus berprestasi, termotivasi dalam menuntut ilmu, bahan bacaan cukup tepat sebagai media, sekaligus menumbuh kembangkan budaya membaca dimulai sejak mereka masih di bangku sekolah dasar.

Mengapa generasi muda kita malas membaca, itu disebabkan suplementasi bacaan yang tidak mendukung sama sekali terhadap minat mereka untuk membaca. Bahkan banyak sekolah swasta yang dikelola yayasan di beberapa daerah ( contohnya di NTB) ada yang tidak memiliki perpustakaan, padahal perpustakaan merupakan hal penting sebagai tempat menjejaki wawasan peserta didik.

Sewaktu penulis masih di bangku MI (Madrasah Ibtidaiyah), salah satu bahan bacaan yang cukup menarik di Madrasah yaitu Majalah Asyik dengan tokoh utama Asyik (kucing), dan beberapa temannya Cici (kelinci), danil (Kuda Nil), dan lain-lainnya yang penulis lupa lagi tokoh-tokoh pada majalah tersebut. Biasanya di halaman depan dibuat semacam komik mini membahas tema kesehatan, dengan gambar yang cukup menarik. Lalu pada kolom berkirim karya kita bisa mendapatkan karya-karya peserta didik, baik berupa Cerpen, Puisi, yang dimuat pada kolom Karyaku, pastinya cukup membanggakan bagi penulisnya maupun bagi sekolah yang disebutkan dalam terbitan itu.

Masih banyak hal-hal menarik dan inspiratif yang disajikan majalah Asyik tersebut, salah satu yang paling penulis gemari yaitu pada halaman terakhir yang disambung ke sampul belakang, isinya tentang cerita-cerita daerah yang ada di Indonesia. Dari majalah Asyik itulah penulis tahu tentang Legenda Malin Kundang, Atu Belah, Tangkuban Perahu, legenda asal mula nama suatu daerah dan lain-lainnya. Intinya majalah Asyik tersebut mencoba menyajikan konten lokal daerah yang beragam agar pembaca (bidikan khususnya peserta didik) dapat mengetahui keragaman budaya bangsa kita. Secara umumnya majalah tersebut bisa dikatakan berhasil menumbuh kembangkan minat baca kami dahulu, di samping itu terbitan tersebut didistribusikan secara gratis ke tiap sekolah tidak seperti majalah anak lainnya yang dijual secara komersil.

Selain majalah Asyik, sumbangan buku-buku dari pusat perbukuan nasional juga cukup membantu dalam menumbuhkan minat membaca kami. Pada beberapa buku yang penulis baca di Madrasah dahulu, di sampul depannya biasanya tertulis "Milik Negara Tidak Diperdagangkan" atau di halaman pertama tertulis " Buku Ini merupakan pemenang sayembara penulisan naskah yang diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan Nasional tahun......", yang artinya Pusat Perbukuan Nasional dahulu sering mengadakan sayembara penulisan buku, lalu mereka yang terbitkan dan layak untuk disebarkan ke seluruh perpustakaan di tanah air. Tak jarang penulis dari berbagai daerah yang menampilkan cerita rakyat dari daerah mereka menjadi buku favorit yang dicari anak-anak sekolah.

Begitu juga yang penulis alami hingga menginjak bangku MTs. (Madrasah Tsanawiyah), tulisan-tulisan yang memuat konten lokal daerah NTB menjadi bahan buruan untuk dinikmati di rumah. Karena di Madrasah tidak ada perpustakaan, maka buku-buku sumbangan tersebut ditempatkan juga di ruang guru. Nah, untuk mendapatkan buku-buku bacaan tersebut dari pada hanya dipajang di ruang guru, penulis selalu datang lebih awal, biasanya langsung membersihkan ruang guru, atau sekedar masuk dengan tujuan mengambil kapur tulis, penulis sempatkan untuk menelusuri buku-buku yng tersimpan di rak, lalu membawa satu atau dua buku yang penulis anggap menarik untuk dibaca. Ketika selesai dibaca di rumah, pengembaliannya pun secara diam-diam pula di pagi hari yang belum ada seorang pun datang. Kejadian tersebut penulis lakoni sampai tidak ada lagi buku yang penulis anggap menarik untuk dibaca dari buku-buku tersebut.

Beranjak ke bangku SMA, kali ini pemuasan hasrat untuk bahan bacaan cukup terpenuhi di perpustakaan sekolah Negeri. Pelayanan perpustakaan cukup tertib dengan koleksi yang lebih banyak pula, dari sanalah penulis mulai mengenal Majalah Sastra Horison, buku-buku terbitan lama karya-karya fenomenal penulis Indonesia, serta banyak pula karya-karya penulis NTB yang dipatenkan oleh pusat perbukuan nasional sebagai pemenang sayembara penulisan naskah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun