Haloo Sobatt Kaum mudaa...
   Generasi milenial, yang lahir antara tahun 1980-an hingga sekarang, telah menjadikan teknologi digital sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Penggunaan gadget bukan hanya sekadar alat, tetapi telah menjadi gaya hidup yang memengaruhi berbagai aspek aktivitas sehari-hari. Media sosial, khususnya, menjadi sorotan banyak kalangan, termasuk eksekutif, dosen, dan orang tua, karena dampaknya yang signifikan terhadap generasi muda. Dengan tingkat penggunaan media sosial mencapai 93% di kalangan milenial, penting untuk mengarahkan pemanfaatan platform ini ke arah yang positif, terutama dalam mendukung perbaikan ekonomi bangsa melalui industri kreatif berbasis online.
  Dalam era digital yang semakin maju, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kaum muda. Dari Instagram hingga TikTok, platform-platform ini tidak hanya memengaruhi cara mereka berinteraksi, tetapi juga membentuk identitas budaya. Data dari "We Are Social" menunjukkan bahwa pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta orang, dengan sebagian besar berasal dari generasi muda berusia 18-34 tahun. Peningkatan penggunaan media sosial ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman budaya digital di kalangan pemuda.
   Media sosial juga berfungsi sebagai arena konsumsi budaya global. Kaum muda dapat mengakses tren, gaya hidup, dan subkultur dari seluruh dunia, membentuk identitas digital yang semakin penting. Mereka menggunakan foto profil, status, dan konten yang dibagikan untuk menciptakan citra diri. Namun, di balik kebebasan ini terdapat risiko pengawasan dan kontrol dari platform yang dapat memengaruhi norma-norma budaya. Selain itu, bahasa yang digunakan di media sosial seringkali lebih santai, menciptakan kosakata baru yang menjadi bagian dari budaya online, termasuk penggunaan emoji sebagai simbol ekspresi identitas.
   Perubahan norma budaya juga dipercepat oleh media sosial, dengan isu-isu seperti hak LGBT dan feminisme yang menjadi perdebatan hangat. Pemuda memanfaatkan platform ini untuk mengampanyekan perubahan sosial, meskipun hal ini juga membawa tantangan bagi kesejahteraan mental mereka. Tekanan untuk menunjukkan kehidupan yang sempurna dapat menyebabkan kecemasan dan depresi. Oleh karena itu, literasi digital menjadi penting agar pemuda dapat memilah informasi dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
   Meskipun media sosial memberikan peluang untuk mengekspresikan diri secara kreatif, tantangan seperti kecanduan dan cyberbullying semakin meningkat. Pemuda sering kali menghabiskan waktu berjam-jam di platform ini, mengabaikan interaksi sosial yang nyata. Selain itu, istilah-istilah gaul yang muncul dari media sosial turut memengaruhi bahasa sehari-hari, dengan beberapa kata menjadi populer di kalangan generasi muda. Namun, ada kekhawatiran bahwa penggunaan bahasa formal akan menurun seiring dengan dominasi bahasa digital.
  Secara keseluruhan, hubungan antara pemuda dan media sosial menciptakan dinamika budaya yang kompleks. Penting untuk terus mengeksplorasi dan memahami bagaimana media sosial memengaruhi identitas, norma, dan interaksi sosial generasi muda. Dengan pengelolaan yang baik, media sosial dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan budaya yang positif di kalangan pemuda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H