Mohon tunggu...
Bahtiar Hayat Suhesta
Bahtiar Hayat Suhesta Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penulis, konsultan IT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pintu-pintu Terdekat Menuju Surga

29 Juli 2012   00:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:30 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasyful Ghummah Abuya As-Sayyid Muhammad Alawy al-Maliki (1) Romadhon 1433H ini saya coba membaca terjemah kitab "Kasyful Ghummah" karya Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki al-Hasani. Semoga bisa khatamkan 25 bab di dalamnya selama puasa ini. Hasil bacaan itu saya tuliskan untuk Anda di sini. Juga di blog pribadi saya. Semoga bermanfaat.

***

Kitab ini diberi nama “Kasyful Ghummah fi Ishthina’il Ma’rufi wa Rohmatil Ummah”. Kasyf berakar dari kata kasyafa berarti “menyingkap”. Kasyf berarti “penyingkapan”. Kita kenal dalam dunia sufi orang disebut “Kasyf” ketika dia mampu menyingkap apa yang tersembunyi dari sesuatu. Ngerti sak durunge winarah. Tahu sebelum terjadi. Mampu melihat di balik sesuatu. Orang yang mencapai maqam Kasyf disebut “mukasyaf”. Sedangkan “ghummah” adalah kata benda untuk “mendung”. Kita sering mendengar, terutama pada bulan Romadhon ini, sebuah hadits “Shuumuu liru’yatihi wa-afthiruu liru’yatihi; fain ghumma ‘alaikum… dst”. Berpuasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah (idul fithri) karena melihatnya (hilal); jika mendung menutupi kalian (sehingga tak bisa melihat hilal) … dst. Kata “ghumma” berkaitan dengan “mendung atau awan”. Jadi, “kasyful ghummah” kira-kira berarti “penyingkapan/menyingkap mendung”. Atau dalam bahasa yang lebih enak diterima telinga kita: “menyingkap rahasia” atas sesuatu. Kitab ini berisikan 25 bab tentang keutamaan berbuat kebaikan. Hal inilah yang ingin “dibuka rahasianya” oleh penulisnya: Abuya As-Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Alawy al-Maliki al-Hasani. Beliau seorang muhaddits keturunan as-Sayyid al-Maliki yang dihormati di Kota Makkah. Keturunan ahlul bait Al-Hasan bin Ali. Pada umur 25 tahun beliau menamatkan Ph.D-nya di bidang ilmu hadits dari Universitas Al-Azhar Asy-Syarif Kairo dan menjadi seorang Arab Saudi pertama dan termuda lulus Ph.D dari universitas terkenal tersebut. Santri-santri beliau datang dari berbagai dunia, banyak di antaranya dari Indonesia. Satu di antaranya adalah Abina KH. M. Ihya Ulumiddin, yang menerjemahkan kitab Kasyful Ghummah yang saya baca ini. Abuya As-Sayyid Muhammad Alawy al-Maliki wafat pada hari Jum’at, 15 Romadhon1425 H beberapa tahun lalu. Lebih lanjut tentang profil beliau bisa dirujuk di banyak tempat, satu di antaranya yang ditulis Abina Ust. Ihya di situs Nurul Haromain.

***

Dalam pengantarnya, Abuya menjelaskan bahwa kitab ini berisikan sejumlah hadits yang memberikan dorongan untuk melakukan kebaikan. Yang menarik adalah di antara hadits-hadits tersebut ada yang shahihdhaif, dan bahkan lebih dari sekedar dhaif. Tetapi, hadits-hadits tersebut saling menguatkan satu dengan lainnya karena memiliki satu tujuan, yakni bagaimana Rosululloh Saw. mendorong kita berbuat baik kepada orang lain. Dari sini Abuya ingin menekankan juga, setidaknya menurut saya, bahwa hadits-hadits yang berderajat lemah (dhaif) itu tidak lantas harus dibuang dan tertolak  untuk diikuti. Apalagi jika hadits yang lemah itu bersambungan erat dan bisa dikuatkan dengan hadits-hadits yang shahih. Karena kadang kita jumpai ada seseorang yang “alergi” dengan hadits lemah. “Ah, haditsnya kan lemah, mengapa harus kita ikuti?” Mungkin demikian ia memberikan alasan. Ironisnya, dengan hadits lemah ia alergi, tetapi tidak alergi terhadap perkataan hikmah yang bukan hadits, bahkan perkataan tokoh-tokoh dunia entah siapa saja dan apa saja latar belakangnya. Kiranya Abuya menulis kitab ini berangkat dari betapa perlunya umat Islam akan sesuatu hal yang bisa menguatkan hubungan dan mengikat antarindividu di antara mereka. Abuya menunjukkan kepada kita, betapa kasih sayang dan cinta yang merupakan jalan surga akan semakin dekat pintunya terbuka manakala berbuat baik kepada orang lain, memenuhi kebutuhannya, menghibur yang kesusahan, dan sebagainya. Beliau menukil sebuah hadits: لاَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا وَلاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

Kalian tidak masuk surga hingga kalian beriman. Kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Apakah aku akan menunjukkan kalian sesuatu yang apabila kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian. (HR. Muslim)

Dari hadits ini, Abuya menegaskan bahwa Rosululloh Saw. menjadikan iman sebagai sebab masuk surga dan menjadikan rasa cinta sebagai sebab kesempurnaan iman. Dan, berbuat baik sebagai sebab terbesar dan pintu terdekat menuju kekuatan ikatan cinta di antara kaum muslimin. Itulah mengapa Abina Ust. Ihya menamakan terjemah Kasyful Ghummah ini dengan judul “Pintu-pintu Terdekat Menuju Surga”. Satu hal yang ditegaskan pula oleh Abuya melalui pengantar kitab ini, bahwa sejumlah hadits yang beliau sampaikan ingin menjadi motivator bagi kaum muslimin untuk berbuat kebaikan sementara banyak orang menyangka bahwa berbuat baik itu hanya bisa dilakukan jika punya harta benda. Tidak. Pintu-pintu kebaikan itu banyak dan jalan-jalan kebaikan itu terbuka luas. Tidak ada alasan bagi kita untuk berbuat baik kecuali dengan melakukannya dengan semangat, ikhlas, dan serius. Sebab kunci diterima amal kebaikan kita (qabul) adalah kejujuran bersama-Nya. Jika kejujuran itu ada, maka yang kelihatannya kecil akan besar di mata-Nya, dan yang kelihatannya sedikit itu banyak di hadapan-Nya. Bahkan yang tertinggal akan menjadi terdepan. Karena itu, betapa pentingnya ilmu tentang berbuat kebaikan ini kita ketahui dan kemudian amalkan. Saya hanya membaca kitab itu dan ‘membagi hasil bacaan’ itu kepada Anda. Sampaikan, walaupun satu ayat, kata Rosululloh Saw. Semoga sedikit yang bisa saya sampaikan lewat media tulisan ini menjadi berkah ilmu beliau Abuya dan para santrinya dan berkah kebaikan saling menyampaikan. Tentu saja, saya berharap kita semua bisa memahami dan mampu mengamalkannya. Amin. Wallohu a’lam. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun