Mohon tunggu...
NUH dwidayatno
NUH dwidayatno Mohon Tunggu... -

Saya asli Purwokerto; sekolah di SD Karanggintung II; Kec. Sumbang; lalu SMP N 8, SMA N 1 PWT dan kuliah di UNS Surakarta, namun tak lulus. Sekarang aku ada di Kalimantan tengah bertani dan seminggu sekali mengajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pendidikan Politik, Now!! but How?

10 April 2010   12:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:52 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Musim Pilgub di Kalteng. Pemilihan kepala daerah secara langsung ini oleh para penggagasnya diharap jadi ajang pendidikan politik bagai masyarakat. Selain itu juga diharap bahwa calon yang dipilih adalah mereka yang mengusung aspirasi warga lima tahun ke depan, bukan titipan dari atas. Idealnya calon mengusung isu mengenai kebijakan apa yang akan dia tempuh untuk membangun wilayah, dibidang ekonomi, sosial maupun budaya. Namun selama melihat beberapa kampanye PilKaDa di beberapa wilayah muncul sebuah kecemasan.

Kecemasan mengenai nasib bangsa ini, yang dibangun berdasarkan Sumpah Pemuda dan dilandasi Pancasila. Alih-alih menyampaikan kebijakan pembangunan lima tahun ke depan, Isu Putradaerah-isme lebih dikedepankan dan ini berarti Kandidat dari etnis tertentu, bukan orang yang lahir dan besar diwilayah ini. Ini mungkin kehendak masyarakat diluar Jawa, orang dalam lebih mengerti keinginan mereka. Pejabat dari Jawa adalah agen korup pemerintah pusat yang bertugas mengangkut kekayaan mereka ke Jawa. Jawa adalah penjajah. China-isasi Jawa; orang Jawa di luar Jawa dipandang dengan cara yang sama seperti Jawa memandang China di Pulau Jawa (dulu dan mungkin masih kini). Stereotip ini muncul bukan tanpa alasan, salah urus selama rejim sentralistik Soeharto dan represi yang dilakukan bila ada gejolak dan tuntutan akan keadilan adalah sebabnya.

Itu tentu baik, bila kemudian yang muncul dari putra daerah adalah benar-benar mereka yang kapable. Namun dari gumam dan kasak-kusuk masyarakat -Karena aneka indeks dan polling mengenai kepuasan, kepercayaan, harapan dan dukungan politik dan ekonomi tak tersedia- kandidat yang ada tak lepas dari pola lama. Kental berbau KKN. Walau ini tentunya disangkal oleh pendukung mereka.

Fenomena tersebut terjadi pada etnis diluar Jawa secara merata, terutama mereka yang keterwakilannya dipentas nasional minim. Kualitas SDM yang rendah, karena pendidikan yang belum rata menjamah mereka terhalang faktor hambatan geografis dan guru. Dan loncatan kebudayaan dari berburu meramu menjadi industri kapitalis yang konsumtif, membuat pola pikir masyarakat labil dan tidak memiliki pegangan norma yang kokoh. Elit politik yang bersekolah di bawah rejim Soeharto dengan senang hati dan egoistik menggunakan kondisi tersebut demi keuntungan jangka pendek mereka tanpa memikir kepentingan strategis dan holistik Bangsa dan Negara.

Contohnya adalah PILGUB Kalteng ini, tim sukses calon incumbent begitu getol mengajukan putradaerahism. Bahkan dibeberapa tempat mengancam bahwa bila dia kalah didaerah tertentu, pembangunan di daerah tersebut akan diabaikan dan alokasi dana akan dilarikan ke daerah pendukung lainnya. Sementara para calon lain, bahkan menggunakan isu SARA untuk menarik dukungan dan Juga melakukan kampanye negatif (Nepotisme Incumbent) secara gerilya. PREMANISM POLITIK!!

Ketidakadilan pada mulanya akan menimbulkan apatisme. Lalu bila katup emosi sudah lama tersumbat tanpa ada pengaliran akan terjadi anakism. Bila apa yang terjadi pada etnis Jawa mencari dan mendapat kompensasi dipentas politik nasional, menjadi nafsu balas dendam bawah sadar dengan memilih kandidat hanya dari Jawa dan membatasi mereka dari luar Jawa, konflik akan membesar.

Ini adalah hal yang mengancam nasib Nusantara ke depannya. Pembangunan Satu Bangsa, Bangsa Indonesia akan menemui kegagalan. Kita akan tetap menjadi amalgam 300 suku bangsa, yang setiap saat bangunannya dapat runtuh dan terbalkanisasi.

Kita patut merenung dan mulai memikirkan solusinya SEKARANG!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun