Mohon tunggu...
Bahrus Rohmat
Bahrus Rohmat Mohon Tunggu... Tentara - Abdi Negara

Bersyukur Dan Berdoa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman dan Peluang Konflik di Laut China Selatan (LCS) terhadap Kedaulatan Indonesia

31 Mei 2024   19:38 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:22 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik di Laut China Selatan merupakan Ancaman atau Peluang? Laut China Selatan (LCS) adalah satu jalur maritim tersibuk di dunia yang melintasi Indonesia dan banyak negara lain di Asia Tenggara. Permasalahan yang timbul berawal dari penetapan Negara China secara sepihak terkait konsep Nine Dash Line sebagai pembatas lautnya, dimana sepanjang dari utara hingga selatan mencakup sebagian Laut Natuna Utara milik Indonesia. 

Berdasarkan hukum laut internasional UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) tahun 1982 dan Putusan Peradilan Arbitrase LCS (South China Sea Tribunal) tahun 2016 Indonesia tidak mengakui konsep tersebut. Indonesia mengeksploitasi sumber daya alam di Laut Natuna Utara dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)nya sesuai dengan hukum Internasional adalah hal yang legal, namun Indonesia menghadapi banyak ancaman dan tantangan terhadap kedaulatan meliputi perselisihan klaim wilayah yang bertentangan, penyusupan dan penangkapan illegal, tindakan agresif dan ketegangan regional. 

Meskipun ancaman konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan wilayah Indonesia merupakan masalah serius ada potensi untuk mengubah ancaman tersebut menjadi peluang. Beberapa peluang dapat dilakukan melalui beberapa inisiatif dalam penguatan kerjasama regional, mendorong dialog dan diplomasi, memperkuat kapasitas pertahanan, memanfaatkan sumber daya alam yang berkelanjutan serta mendorong integritas ekonomi regional. 

Dengan mengubah ancaman konflik menjadi peluang, Indonesia dapat memainkan peran yang lebih konstruktif dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Laut China Selatan, serta menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan bagi pembangunan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut. Kehadiran Pemerintah ke Laut Natuna Utara sangat diperlukan. 

Kehadiran Presiden Jokowi secara langsung tahun 2016 dan 2020 ke Natuna Utara memberikan dampak postif bagi dalam meyakinkan stabilitas keamanan, politik, ekonomi dan sosial di wilayah tersebut. Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk Natuna dengan menetapkan 5 pilar pembangunan Natuna yang meliputi Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Pembangunan Jasa Industri Migas, Pembangunan Pariwisata, Perlindungan Lingkungan Laut, dan Pengembangan Pertahanan dan Keamanan. 

Sikap Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo terkait permasalahan klaim China atas Laut Natuna Utara lebih mengedepankan jalan damai lewat diplomasi dalam menangganinya, namun tetap menyatakan sikap tegas dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. Pengelolaan wilayah negara dibutuhkan kolaborasi antara pusat dan daerah dengan melalui pendekatan keamanan, kesejahteraan dan lingkungan, selain itu keikutsertaan warga negara sangat penting sesuai dengan Undang-undang Pertahanan Indonesia yang terdiri dari Komponen Utama (Tentara Nasional Indonesia), Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. 

Keterlibatan semua elemen mulai dari pimpinan negara sampai dengan masyarakat merupakan salah satu effective occupation dalam mempertahankan kedaulatan wilayah dimana kehadiran pemerintah, nelayan, jasa maritim, serta stakeholder terkait lainnya suatu keharusan dan dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu. 

Antisipasi terhadap inisiatif Keamanan Regional Ancaman keamanan maritim lainnya juga perlu diperhatikan, dalam hal ini dengan adanya beberapa Inisiatif keamanan regional di Laut China Selatan yang kemungkinan berdampak terhadap keamanan Indonesia seperti adanya pakta keamanan AUKUS (Australia, United Kingdom, United States Security Pact), QUAD (Quadrilateral Security Dialogue), FPDA (Five Power Defence Arrangement) yang bertujuan untuk mempromosikan stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tenggara melaui peningkatan kerjasama pertahanan, berbagi informasi intelijen dan latihan militer bersama untuk meningkatkan keamanan kawasan di Laut China Selatan. 

Beberapa strategi yang dilakukan oleh beberapa negara seperti pembangunan kapal selam nuklir oleh Australia melalui AUKUS, penerapan grey zone tactics and strategic oleh China, Aktivitas militer asing di Laut China Selatan baik berupa kapal perang, kapal selam, pesawat serta drone udara maupun bawah air, hal-hal tersebut dapat kita prediksi sebagai ancaman terhadap keamanan yang dapat berujung terhadap kedaulatan. Kedaulatan Indonesia di Laut China Selatan menghadapi berbagai ancaman dan tantangan yang memerlukan respons yang tepat dan terkoordinasi. 

Melalui pendekatan yang cerdas dan komprehensif, termasuk peluang dalam diplomasi aktif, penguatan keamanan maritim, kerjasama regional, dan pembangunan ekonomi maritim, harapan besar Indonesia dapat mengatasi ancaman tersebut dan mempertahankan kedaulatannya di wilayah yang strategis ini. Keberlanjutan dan konsistensi program yang sudah diperjuangkan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya adalah hal penting yang harus terus diteruskan, sehingga ancaman yang ada menjadikan peluang dan semangat dalam mepertahankan kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun