Mohon tunggu...
Adi Guna
Adi Guna Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Manusia pembelajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Emansipasi Bagendul

12 Agustus 2016   18:59 Diperbarui: 13 Agustus 2016   22:00 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu malam di sebuah angkringan di pinggir jalan suhat Kota Malang, yang dingin, di depan ruko-roka yang suram.

Jumeni menghisap rokok kretek merek penthul dalam-dalam, menahan sebentar asapnya di dalam mulut kemudian menghembuskan keluar. Hembusan asap rokok itu bagai membawa masalah-masalah keluar dari dalam diri Jumeni. Di sebelah selatan Jumeni, dihadapannya duduklah seorang pria yang bernama Bagendul, malam itu Jumeni dan Bagendul memang janjian buat ngopi di angkringan. Namun Jumeni melihat ada gundah gulana menghinggapi wajah polos Bagendul, sahabatnya.

“Aku tidak sepakat sama sekali dengan emansipasi Jum” kalimat Bagendul yang keluar dari mulut di wajahnya yang gundah gulana, bahkan kopi susu yang dipesan Bagendul belum dia sentuh sama sekali dia sudah berujar seperti itu. Jumeni seorang mantan playboy tentu penasaran dengan kalimat yang diutarakan oleh sahabatnya itu. Belum sempat Jumeni mengutarakan tanya, Bagendul sudah mendahuluinya.

“Atas nama emansipasi dan uang, sekarang banyak wanita jadi wanita karir. Sekarang kok banyak wanita yang pamer dirinya mandiri, punya banyak uang, dan coba lihat kebanyakan mereka jomblo, atau kalau mereka sudah menikah mereka banyak yang bercerai. Berarti lak kebahagiaan mereka dasarnya uang to Jum?”

“Itu lak konsekuensi pendidikan tinggi to Ndul” jawab Jumeni yang masih sambil mengemut ujung batang rokok kretek itu.

“Tapi kan menuntut ilmu itu wajib, berpendidikan itu wajib. Banyak kasus wanita yang karirnya bagus tapi rumah tangganya hambar. Banyak anak-anak terlantar, kurang kasih sayang, akhirnya anaknya nyolong, madat, salah pergaulan. Kan berarti kayak gitu wanita lupa kodratnya sebagai Ibu dan istri, bahwa wanita itu penuh kasih sayang yang diperlukan untuk mendidik anak-anak menjadi anak-anak yang cerdas. Kalau keluarga berantakan gitu lak lama-lama bangsa kita nanti jadi individualis dan lemah Jum.”

Jumeni menanggapi singkat, “Apa hubungannya Ndul?”

“Bangsa itu orang yang ada dalam negara to Jum, kalau ngomong satuan  terkecil bangsa kan berarti itu keluarga. Jika keluarga-keluarga sebagai penyusun bangsa di negara yang aku cintai ini rusak dan ndak harmonis, bangsa akan juga rusak to Jum. Kalau penyusunnya dan fondasi rusak, mau seberapa lama bangunan yang kita sebut bangsa Indonesia ini bertahan?”

Jumeni terkejut dengan logika Bagendul, tapi ia tetap berusaha membuat wajahnya tenang. Setenang asap rokok kretek yang tinggal setengah batang itu. Pikiran jumeni berputar-putar menelaah kalimat terakhir Bagendul. Istilahnya bagai Jumeni adalah antena, kalimat Bagendul adalah sinyal, antena itu masih mencari posisi dan setelah pas buat menerima sinyal secara maksimal. Ternyata Bagendul yang jika dilihat dari luar polos ini punya pemikiran sedalam itu yang tidak membuat Jumeni kepikiran.

“Saya kan jadi curiga, bahwa emansipasi dan kartini itu propaganda bangsa barat yang sengaja dihembuskan kepada orang-orang kayak kita ini, supaya negara di timur rusak dan hancur pelan-pelan dan dari dalam. Tujuannya merusak keluarga-keluarga di Indonesia.” Bagendul berhenti sebentar dan kemudian menyeruput kopi susunya.

“Bagi perempuan, pendidikan tinggi itu penting dan bukan pada ranah menyaingi laki-laki, tapi membentuk pola pikir perempuan supaya mampu mendidik anak-anak mereka menjadi anak-anak cerdas, tangguh, berkarakter. Coba lihaten teman-teman wanita kita yang cuma lulusan SMP sama SMA, kalo diajak ngobrol sama kita yang kuliah ini kan jauh jangkauan pola pikirnya Jum. Bayangkan Jum bayangkan!, jika anak-anak kita cerdas, jika ibu dari anak-anak itu cerdas, bangsa kita bisa jadi bangsa yang kuat. Bayangkan jika setiap keluarga itu harmonis dan cerdas, wuhh Indonesia sejahtera, rukun Jum. Prinsipnya ndak apa-apa perempuan bekerja, berkarir, menjadi pemimpin, asal tidak lupa sama kodrat dan fungsinya dalam keluarga dan masyarakat.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun