Mohon tunggu...
Bahrul Jhoned
Bahrul Jhoned Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Diskusi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Eksistensi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dalam Aktivitas Jurnalistik

30 April 2024   23:34 Diperbarui: 30 April 2024   23:34 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Eksistensi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Dalam Aktivitas Jurnalistik

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers lahir pada awal era reformasi. UU Pers ini menjamin kebebasan pers dan menjamin tidak adanya kriminalisasi karya jurnalistik dan juga menghapus peraturan yang memberikan kewajiban Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dengan kata lain UU Pers tersebut dengan tegas menghilangkan upaya penyensoran serta pemberedelan terhadap pers. Karena itu barang siapa yang menghalang-halangi tugas jurnalistik dapat di pidana penjara dan/atau denda.

Undang-Undang Pers telah memenuhi syarat untuk dapat dikategorikan sebagai lex specialis karena kegiatan jurnalistik merupakan suatu hal yang khusus. Keberadaan UU Pers telah mengatur kegiatan atau aktivitas jurnalistik itu secara khusus. Benar pula bahwa UU Pers itu telah mengadopsi seperangkat kinerja jurnalistik seperti objektifitas dan keakuratan, keseimbangan dalam memberitakan kebenaran dan sebagainya. Demikian pula dalam hal penyelesaian hasil kerja profesional sebagaimana terefleksikan pada hak jawab, hak koreksi, dan kewajiban koreksi termasuk hak tolak.

Namun, lex specialis  tidak hanya berada pada ranah etika. Tetapi etika itu harus tunduk pada hukum manakala permasalahannya tidak dapat diselesaikan berdasarkan pedoman etika. Konkretnya pada saat muncul penilaian masyarakat bahwa telah terjadi arogansi pers. Dalam bahasa etika pers melaksanakan kinerjanya dengan tidak profesional dan melampaui batasan-batasan hukum yang berlaku.

Tindak pidana pers adalah kelompok tindak pidana yang mempublikasikan berita dengan tulisan yang isinya bersifat melawan hukum. Dapat ditemui di KUHP dan di peraturan perundang-undangan lainnya. Penyelesaian kasus pidana pers tidak bisa dipaksakan dengan UU Pers. 

Dikarenakan tindak pidana pers bukan lex specialis. Meskipun dengan alasan harus terlebih dulu menggunakan hak jawab dan usaha mediasi. Tidak menggunakan hak jawab atau mediasi bukan alasan peniadaan penuntutan. Hak jawab sekedar hak untuk menempatkan berita yang semula dianggap salah pada keadaan yang sebenarnya. Pemenuhan hak jawab atau mediasi tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana. Mediasi sekedar menyelesaikan konflik keperdataan saja.

Selain Undang-Undang pers ini tidak bisa menyelesaikan permasalahan tindakan pidana pers oleh jurnalistik dan lembaga pers karena bukan sebagai lex specialis, juga Undang-Undang pers ini terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang atau aturan yang lainnya seperti UU ITE.

Dalam hal pertanggungjawaban pidana pers sering mengalami perbedaan atau ketidaksamaan dalam kasus-kasus pers yang telah masuk ke wilayah pengadilan. Di beberapa kasus terdapat penggunaan sistem pertanggungjawaban pidana menurut KUHP dan ada juga yang menggunakan sistem pertanggungjawaban pidana menurut UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Ada  banyak kasus dalam hal ini, sebagai contoh yaitu kasus Muhammad Asrul yang menerbitkan tiga berita pada Mei 2019 tentang dugaan korupsi di kota Palopo. Berita yang dibuat tersebut menyeret nama Kepala BPKSDM Palopo, Farid Karim Judas. Atas terbitnya berita tersebut, Farid Karim Judas melaporkan Asrul ke Polda Sulsel pada 17 Desember 2019. 

Selanjutnya, pada 29 Januari 2020 dimulai penyidikan atas kasus tersebut dan pada 30 Januari 2020 terbit surat penahanan terhadap Muhammad Asrul. Dalam kasus ini, Asrul dianggap terbukti secara sah dan diyakinkan melanggar Pasal 27 ayat (3) Juncto Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Atas dasar tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman selama tiga bulan penjara kepada Muhammad Asrul pada Selasa, 23 November 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun