Mohon tunggu...
Bahrul Islam
Bahrul Islam Mohon Tunggu... -

lahir di lumajang sekarang bekerja di diskoperindag bondowoso

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bangkitkan semangat belajar dan bekerja

15 September 2012   16:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:25 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Proses belajar bagi seorang anak manusia tidak hanya sebatas belajar di sekolah atau perguruan tinggi saja,namun juga dapat dilakukan melalui proses afiliasi sosial di dalam keluarga dan masyarakat.Banyak diantara kita tidak menyadari bahwa anak kita didalam kehidupannya telah menyerap dan memiliki nilai – nilai yang tertanam seperti yang dimiliki oleh orang tuanya,hampir semua tingkah laku orang tua difotocopy oleh anaknya, sebagai contoh apabila orang tua memiliki sikap malas dalam bekerja maka secara otomatis akan menular kepada anaknya dan juga sebaliknya jika orang tua memiliki semangat bekerja yang tinggi dan disiplin juga akan secara perlahan diaplikasi sebagai contoh perilaku tersebut akan dimiliki oleh anak, pentingnya pembudayaan semangat berprestasi dalam keluarga dan penghargaan terhadap prestasi sangat melekat kuat.

Dalam sebuah tulisan dari dari pak Dahlan Iskan bahwa kesulitan terbesar dalam pengentasan kemiskinan adalah ketiadaan harapan untuk berhasil yang ada pada kaum miskin, karena pola pikir kelompok orang miskin sudah tertanam kuat rasa rendah diri yang secara struktural telah meracuni mental dan pikiran mereka,karena itu identifikasi dan solusi dalam pengentasan kemiskinan seharusnya dilakukan secara parsial,dan tidak hanya bersifat proyek yang hanya sesaat saja selama umur proyek atau kegiatan tersebut.dari berbagai kegiatan pengentasan kemiskinan dapat diharapkan 10-20 % angka keberhasilannya, jadi kalau kita kalkulasi masih banyak biaya yang hilang dan tak memberikan pengaruh apapun pada kehidupan mereka karena kemiskina dianggap takdir( narimo ing pandum ).

Pemberantasan paham fatalisme semacam ini harus dimulai dari pembentukan sikap mental  positif dan kesadaran menjadi orang miskin itu hina, karena lemahnya  penguasaan sumber daya dan perbaikan infra struktur pedesaan menjadi kewajiban pemerintah.

Dalam kehidupan di desa masih juga banyak kita saksikan anak anak korban kemiskinan orang tua,berangkat sekolah sebagai suatu kewajiban dengan dukungan yang seadanya dan seolah dimanja dengan slogan sekolah gratis dan hanya mengandalkan dana bos, dan bantuan dana untuk siswa miskin yang terkadang masih saja dipungli, atau juga dibagi rata karena banyaknya siswa miskin, orang miskin/keluarga miskin banyak yang tidak peduli dengan pendidikan anaknya.

Banyak guru muda yang stres melihat sikap dari orang tua siswa dari keluarga miskin, sebab dukungan terhadap sekolah sangat kecil dan sebaliknya banyak orang tua mengesploitasi anak dibawah umur untuk bekerja walaupun hal sebenarnya itu tidak boleh dilakukan,dengan alasan membantu orang tua seringkali murid tidak masuk sekolah dianggap biasa,apalagi pada masa panen.

Semangat dan keuletan dalam belajar juga dapat kita temukan di desa ,ini tidak lepas dari kuatnya semangat anak untuk belajar dan bermodal sedikit dukungan orang tua mampu mengalahkan hambatan teritoralnya walaupun harus menenpuh jalan kaki,hal ini tidak lepas dari keihlasan guru guru yang mengajar walaupun saat ini belum menikmati manisnya sertifikasi sehingga dia dapat mengimbangi dan mengerti untuk apa mereka belajar,belajar adalah mempersiapkan generasi masa depan yang penuh tantangan,dari semangat belajar itulah nanti benih untuk semangat bekerja dapat kita harapkan dapat diwujudkan.

SALAM UNTUK SEMUA GURU YANG IKHLAS BEKERJA DAN PENUH DEDIKASI WALAUPUN SAAT INI ANDA BELUM MENIKMATI MANISNYA SERTIFIKASI ,TAK PERLU IRI HATI PADA MEREKA (SEBENTAR ) LAGI MEREKA AKAN ANDA GANTI WALAUPUN  TIDAK JELAS NAMPAK PERBEDAAN MUTU PENDIDIKAN SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN SERTIFIKASI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun