Setelah 14 hari terakhir menjalani isolasi mandiri di kamar belakang, akhirnya pagi tadi saya putuskan memulai work from home (WFH). Ini benar-benar keputusan yang saya buat sendiri. Lembaga tempat saya bernaung, KSPPS Al Uswah Indonesia, tak pernah terang-terangan menuntut saya untuk mulai bekerja lagi.
Hasil swab kedua saya pada Senin lalu memang masih positif. Sebagai akibatnya, saya harus melanjutkan isoman untuk dua pekan ke depan. Padahal, kondisi tubuh saya sudah terasa jauh lebih baik.
Ini jadi pengalaman WFH pertama bagi saya. Rasanya agak nervous. Sebab, saya sudah tertinggal cukup jauh dari intensitas kerja rekan-rekan satu kantor. Selain itu, komunikasi dua minggu terakhir ini lebih terbatas.
Untuk mengatasi nervous, saya telah bersiap sejak pagi. Rutinitas mandi air hangat, sarapan dan minum obat plus vitamin telah tuntas sebelum pukul 07.30.
Tepat lima menit sebelum jam setengah sepuluh pagi, saya absen pagi di grup dengan mengirimkan foto diri. Sengaja, saya kenakan batik supaya terasa seperti sedang bekerja betulan.
Alhamdulillah, sebagian teman menyambut saya. Sebagian lagi, tentunya sibuk dengan agenda kerja masing-masing. Hehehe. Rasa nervous pun seketika hilang, berganti dengan semangat kerja layaknya seperti sedang hadir di tengah-tengah mereka.
Berikutnya, tidak ada kekhawatiran apapun selama sesi pagi itu. Dengan dibantu tim, saya berfokus untuk menyamakan persepsi dengan mereka atas pekerjaan penting yang sudah di depan mata. Lembaga koperasi syariah kami yang baru saja berulang tahun ke-14, pada 7 Februari 2021 mengagendakan akan menggelar rapat anggota tahunan (RAT), sementara saya ditunjuk untuk memimpin kepanitiaan.
Waktu berlalu, hingga tiba saatnya jam istirahat siang. Saya mohon ijin untuk makan dan bersiap shalat. Nah, rupanya pada saat itulah si virus Corona mulai mengambil alih kembali kontrol tubuh saya.
Lepas dzuhur, rasa lelah kembali datang. Maksud hati ingin stand by di depan laptop sambil bersiap menunggu pekerjaan yang bisa saja datang sewaktu-waktu, rupanya saya terlelap hingga adzan ashar tiba.
Mungkin, boleh jadi saya merasa pikiran saya cukup siap untuk diajak bekerja kembali. Namun, pada kenyataannya apabila tubuh menuntut untuk diistirahatkan kembali, apa mau dikata.