Aktivitas bisnis tidak pernah lepas dari kisah kehidupan manusia. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, setiap dari kita akan selalu bersentuhan dengan produk bisnis, baik itu berupa barang atau jasa. Bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan terpadu yang meliputi pertukaran barang, jasa atau uang antara dua orang atau lebih dengan maksud mencari manfaat atau keuntungan.
Melihat fakta bisnis, suatu organisasi atau pelaku bisnis akan melakukan kegiatan bisnis dalam bentuk memproduksi atau mendistribusikan barang atau jasa, mencari profit dengan menjual, menyewakan, mengerjakan sesuatu, mendistribusikan, dan aktivitas sejenis lainnya dan mencoba memuaskan keinginan konsumen.
Dengan gambaran di atas, sepintas tampak tak ada hal yang perlu dikritisi karena setiap organisasi atau pelaku bisnis akan melakukan fungsi dan aktifitas yang sama. Namun bagi seorang muslim, ketika bisnis terkait dengan amal perbuatan, terlebih ia akan membawa konsekuensi tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat, maka di sinilah seorang muslim sejati harus mengkritisi, bisnis seperti apa yang akan mengamankan perjalanannya hingga di akhirat kelak.
Selain amal atau perbuatan, yang perlu kita kritisi adalah barang atau jasa seperti apa yang akan memberi kontribusi keamanan bagi perjalanan di akhirat nanti. Berkaitan dengan aspek manfaat, pilihannya adalah apakah hendak meraih manfaat semu atau manfaat hakiki. Manfaat semu hanya nampak ”besar” di dunia namun tidak berkah, sementara manfaat hakiki nampak manfaatnya selagi di dunia dan memberi kebahagian di akhirat.
Bisnis Berkat dan Berkah
Bagi pengusaha muslim, Ramadhan sudah semestinya menjadi momentum perubahan menuju bisnis yang sesuai dengan aturan Allah SWT, yang biasa disebut sebagai bisnis yang penuh ‘berkat’ dan berkah. ‘Berkat’ bermakna bisnis yang menghasilkan profit yang terus tumbuh dan sinambung. Berkah adalah keridhoan Allah SWT, Zat Pemberi Rizki, yang diraih ketika seluruh amal bisnis berjalan sesuai dengan syariah-Nya.
Dengan gambaran di atas maka akan tampak bangunan bisnis Islami akan sangat berbeda dengan bangunan bisnis tidak Islami (konvensional sekuler). Gambaran perbedaan antara anatomi bisnis Islami vs bisnis yang tidak Islami (konvensional sekuler) dapat dirangkum dalam ikhtisar sebagai berikut:
(1)Asas: aqidah Islam (nilai-nilai transendental) vs sekularisme (nilai-nilai material)
(2)Motivasi: dunia-akhirat vs dunia
(3)Orientasi: profit dan benefit (non-materi), pertumbuhan, keberlangsungan dan keberkahan vs profit, pertumbuhan dan keberlangsungan
(4)Strategi induk: visi dan misi organisasi terkait erat dengan misi penciptaan manusia di dunia vs visi dan misi organisasi ditetapkan berdasarkan pada kepentingan material belaka
(5)Manajemen/strategi fungsional operasi/proses: jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, mengedepankan produktifitas dalam koridor “syariah” vs tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, mengedepankan produktivitas dalam koridor “manfaat”
(6)Manajemen/strategi fungsional keuangan: jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan vs tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan
(7)Manajemen/strategi fungsional pemasaran: pemasaran dalam koridor jaminan halal vs pemasaran menghalalkan segala cara
(8)Manajemen/strategi fungsional SDM: SDM profesional dan berkepribadian Islam, SDM adalah pengelola bisnis, SDM bertanggung jawab pada diri, majikan dan Allah SWT vs SDM profesional, SDM adalah faktor produksi, SDM bertanggung jawab pada diri dan majikan
(9)Sumberdaya: halal vs halal dan haram
Bila kesembilan karakter bangunan bisnis Islami ini diringkas maka pembedanya dengan bisnis yang tidak Islami adalah pada aspek keberkahan. Karena itu, aktfitas bisnis Islami tidak dibatasi kuantitas kepemilikan hartanya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).
Bisnis Islami hanya akan hidup secara ideal dalam sistem dan lingkungan yang Islami pula. Sebaliknya bisnis non-Islami juga hanya akan hidup secara ideal dalam sistem lingkungan sekuler/sosialis. Karena bagaimanapun aktivitas bisnis sangat bergantung pada sistem dan lingkungan yang ada. Jadi, saatnya pengusaha juga menjadi pengusaha pejuang syariah.
Ramadhan, Momentum Perubahan Bisnis Berkat dan Berkah
Bulan Ramadhan dengan takwa sebagai puncak hikmah dari ibadah shaum, setidaknya telah mengingatkan dan mengokohkan kita pada segala hal yang terkait dengan aktifitas bisnis, yaitu:
a.Ramadhan mengokohkan orientasi akhirat pada bisnis kita
Allah SWT berfirman kepada malaikat yang diserahi urusan rezeki bani Adam: “Hamba manapun yang kalian dapati cita-citanya hanya satu, yaitu semata-mata untuk kehidupan akhirat, jaminlah rezekinya di langit dan di bumi; dan hamba manapun yang kalian dapati mencari rezekinya dengan jujur karena berhati-hati dalam mencari keadilan, berilah ia rezeki yang baik dan mudahkanlah ia; dan jika ia telah melampaui batas kepada selain itu, biarkanlah ia sendiri mengusahakan apa yang dikehendakinya. Kemudian dia tidak akan mencapai lebih dari apa yang Aku tetapkan untuknya.” (HR Abu Na’im dari Abu Hurairah ra).
Hadits ini merupakan janji Allah kepada orang-orang yang selalu berorientasi akhirat dalam setiap perbuatannya. Allah akan memberikan rezeki dan memudahkan urusan mereka.
b.Ramadhan mengingatkan kita bahwa hanya nafkah yang halal lagi baik yang membawa keberkahan dan nikmat hidup
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya Allah tidak akan menerima sesuatu kecuali yang baik (thoyyib) dan sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mukmin sebagaimana halnya Ia memerintah para Rasul. Kemudian, Ia berfirman, "Wahai para Rasul, makanlah dari rejeki yang baik-baik, dan berbuat baiklah kalian. Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang engkau ketahui." Selanjutnya Beliau bercerita tentang seorang laki-laki yang berada dalam perjalanan yang sangat panjang, hingga pakaiannya lusuh dan berdebu. Laki-laki itu lantas menengadahkan dua tangannya ke atas langit dan berdoa, "Ya Tuhanku, Ya Tuhanku..", sementara itu makanan yang dimakannya adalah haram, minuman yang diminumnya adalah haram, dan pakaian yang dikenakannya adalah haram; dan ia diberi makanan dengan makanan-makanan yang haram. Lantas, bagaimana mungkin doanya dikabulkan?" (HR Muslim).
Al Qadliy berkata, "Hadits ini merupakan salah satu pilar agama Islam dan tonggak dari hukum-hukum Islam. Ada 40 hadits yang menjadi bagian tak terpisahkan dari hadits ini. Di dalam hadits ini ada perintah kepada kaum Muslim untuk berinfak dengan rezeki yang halal serta larangan untuk berinfak dengan rezeki yang haram. Hadits ini juga menerangkan bahwa minuman, makanan, pakaian, dan lain-lain harus halal dan terjauh dari syubhat; dan siapa saja yang berdoa hendaknya ia memenuhi syarat-syarat tersebut dan menjauhi minuman, makanan dan pakaian yang haram." (Imam Nawawiy, Syarah Sahih Muslim, Hadits no 1686).
c.Ramadhan mengingatkan kita bahwa bisnis yang halal dan thoyyib memuliakan kita di dunia dan akhirat
“Sesungguhnya, dunia itu diperuntukkan bagi empat orang: pertama, seorang hamba yang diberi harta dan ilmu oleh Allah SWT dan menghubungkan silaturrahim dan ia mengetahui bahwa ada hak Allah di dalam hartanya. Ini adalah seutama-utama kedudukan. Kedua, seorang hamba yang diberi ilmu oleh Allah namun tidak diberi harta, kemudian ia berniat seraya berkata, ‘Seandainya aku punya harta, sungguh aku akan beramal sebagaimana si fulan (yang kaya).’ Dengan niatnya itu, maka pahala keduanya adalah sama. Ketiga, seorang hamba yang tidak diberi ilmu, namun hanya diberi harta oleh Allah. Lalu, ia membelanjakan hartanya tanpa dengan pengetahuan dan tidak dijadikan sebagai wasilah untuk bertakwa kepada Allah SWT dan menyambung silaturrahim, dan ia juga tidak tahu bahwa di dalamnya ada hak Allah SWT, maka ini adalah serendah-rendahnya kedudukan. Keempat, seorang hamba yang tidak diberi harta dan ilmu oleh Allah SWT dan ia berkata, ‘Seandainya saya memiliki harta, maka saya akan beramal sebagaimana si fulan (yang ketiga) tersebut’, maka dosa keduanya adalah sama.” (HR Turmudziy).
Makin jelas bagi pengusaha yang ingin meraih 'berkat' dan berkah bahwa Islam telah memotivasi umatnya untuk bekerja – tentu saja termasuk berbisnis - dengan serius, dengan tetap memperhatikan dan melaksanakan ketentuan syariat Allah SWT dan kaidah sebab akibat atas segala usahanya. Halal dan baik lakukan, haram lagi laknat tinggalkan. Allah pun akan membalasnya dengan ‘reward’ kemudahan rezeki dan kemudahan urusan bisnis kita. Wallahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H