Mohon tunggu...
Bahrul Ulum
Bahrul Ulum Mohon Tunggu... wiraswasta -

Trainer Kewirausahaan dan pendamping UMKM, Direktur Makassarpreneur, website :www.makassarpreneur.com, www.bahrul-ulum.net

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AIDS ,Apakah Ini Dibiarkan Saja?

23 Mei 2011   04:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:20 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Penyakit AIDS atau Acquired Ummune Deficiency Syndrom, penyakit yang disebabkan virus HIV (Human Immunodoficiency Virus) kiranya tak berlebihan disebut penyakit globalisasi. Penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya kini telah merajai kehidupan, menginfeksi tanpa pandang bulu, menyapu layar perak, pentas seni, lapangan olahraga hingga ke tempat-tempat prostitusi, dan tak terkecuali jabang bayi. Tak pelak lagi penyakit AIDS ini membikin histeria, ia mengakhiri kejayaan, kebanggaan, prestise dan hidup seseorang. Penyebaran penyakit AIDS tiap tahun mengalami peningkatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia meningkat jumlahnya hingga mencapai 5,2 juta jiwa. Di Indonesia, jumlah penderita HIV/AIDS di  seluruh kabupaten/kota di Indonesia pada 2010 diperkirakan mencapai 93 ribu sampai 130 ribu orang. Tingginya angka ini jelas menunjukkan kegagalan berbagai program yang selama ini sering ditawarkan negara-negara Barat dalam masalah ini. Negara-negara Barat selama ini gagal dalam menentukan apa sebenarnya sebab utama dari mewabahnya penyakit ini. Mereka malah menawarkan solusi-solusi yang tidak berhubungan langsung dengan akar persoalan dari penyakit ini. Sosialisasi penyakit ini, bahkan dalam bentuk pelajaran khusus pendidikan seks di sekolah-sekolah, terbukti tidak menghentikan laju penyakit ini. Selama ini sosialiasi tentang penyakit ini seperti dalam pendidikan seks, hanya berbicara bahaya dari penyakit seksual termasuk AIDS dan bagaimana melakukan seks secara aman, yakni dengan menggunakan kondom. Sementara solusi yang lain, tidak ada hubungan langsung dengan masalah ini. Seperti hidup bersama penderita AIDS, tidak diskriminasi terhadap penderita AIDS. Hal ini hanya bicara tentang sikap setelah seseorang terjangkiti penyakit AIDS, bukan mencegah seseorang terkena penyakit AIDS. Melacak Akar Persolaan Akar persoalan penyakit ini sebenarnya, berpangkal dari pandangan hidup kebebasan (freedom) yang dianut oleh banyak orang dan negara di dunia saat ini. Kebebasan bertingkah laku sendiri merupakan pilar penting dari kapitalisme. Sehingga sebenarnya pangkal penyakit ini adalah Kapitalisme itu sendiri. Pandangan kebebasan kemudian menganggap masalah seksual adalah masalah individu, yang selama tidak mengganggu individu lain dan dilakukan suka sama suka, tidak boleh ada yang mengintervensinya. Termasuk negara sekalipun. Karenanya, berganti-ganti pasangan seksual atas dasar suka sama suka, bukanlah merupakan pelanggaran. Padahal berganti-ganti pasangan adalah faktor penyebab menyebarluasnya penyakit ini. Demikian juga anggapan bahwa setiap orang bebas menentukan orientasi (kecendrungan) seksnya, adalah merupakan bagian dari kebebasan individu. Karena itu homoseksual dan lesbianisme bukanlah sesuatu yang terlarang dalam masyarakarat Kapitalisme. Masyarakat kapitalis juga menganggap industri seks yang jelas menumbuhsuburkan penyakit-penyakit seksual sebagai sesuatu yang legal, karena memiliki nilai ekonomis. Bisa menjadi penghasilan invidu atau negara, berupa pajak. Padahal jelas, keberadaan industri seks merupakan salah faktor yang menumbuhsuburkan penyakit-penyakit seksual termasuk AIDS. Sebagai implikasi dari pandangan liberal, ditemukan banyak sekali sarana-sarana yang mendorong hajat seksual manusia secara terbuka. Pornograpi dan pornoaksi merupakan hal yang biasa dieksploitasi, dengan alasan kebebasan. Jelas sekali sarana-sarana ini turut mendorong tumbuhnya hajat seksual pemuda dan para remaja, yang menyebabkan banyak diantara mereka yang melakukan hubungan seks tanpa ikatan pernikahan. Disamping itu pergaulan yang demikian bebas, antar pria dan wanita, termasuk pendorong utama munculnya hajat seksual ini. Tidaklah mengherankan kalau di negara-negara liberal dan permisif terhadap masalah seksual ini perkembangan penyakit seksual termasuk AIDS menjadi tinggi. Sementara itu negeri-negeri Islam, yang dikenal masih ketat dalam masalah pengaturan pergaulan pria dan wanita (seksual), penderita penyakit AIDSnya, secara signifikan rendah. Kembali Pada Islam Islam jelas berbeda dengan kapitalisme dengan paham kebebasannya. Dalam Islam, dengan sangat jelas menyatakan bahwa manusia tidak bisa dibebaskan untuk mengatur kehendaknya sendiri. Sebab kalau ini terjadi , manusia akan terjerumus pada hawa nafsunya seperti yang terjadi pada saat sekarang ini. Karena itu dalam Islam, seluruh tingkah laku manusia wajib terikat pada aturan-aturan Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang. Aturan Allah SWT jelas akan memberikan kebaikan pada manusia, sebab Allah SWT yang paling tahu tentang apa yang paling baik untuk manusia. Sangat jelas, saat manusia lalai dari aturan Allah, munculnya penderitaan, antara lain penyakit seksual ini. Karena itu Islam, mengatur bagaimana hubungan pria dan wanita yang aman, yakni lewat ikatan perkawinan yang sah. Tidak hanya itu, Islam pun menutup segala jalan yang mengakibatkan munculnya kebebasan seksual yang berbahaya. Islam melarang pria wanita berinteraksi secara bebas kecuali dalam hal-hal yang dibolehkan oleh syari'i. Campur aduk (ikhtilat) adalah perkara yang diharamkan dalam Islam. Sehingga, Islam memenimalkan hubungan pria dan wanita, kecuali dalam perkara-perkara tertentu seperti jual beli, pendidikan, pengadilan, kesehatan dan interaksi lain yang memang membutuhkan sikap ta'awun (tolong menolong) antara kedua belah pihak. Itupun tetap dalam batasan-batasan yang sangat ketat. Mulai dari cara berpakaian yang menutup aurot sampai larangan tabarruj (berhias berlebihan di ruang publik), yang memungkinkan munculnya hajat seksual lawan jenisnya. Islam juga melarang wanita berduaan dengan laki-laki yang bukan mahromnya (khalwat). Jelas pula, dalam Islam industri atau bisnis seksual atau yang mengeksploitasi pornograpi diharamkan, tidak perduli apakah itu menghasilkan uang atau tidak. Dalam Islam, uang bukanlah segalanya untuk menghalalkan segala cara. Semua ini akan menghindari munculnya seks bebas ditengah-tengah masyarakat. Karena itu siapun yang melanggar aturan-aturan tersebut akan diberikan sanksinya secara tegas dalam Islam, baik bagi pezina ghoiru muhshan (yang belum menikah), pezina muhshan (yang sudah menikah) maupun pelaku homoseksual. Untuk pelaku bisnis haram atau menyebarluaskan pornograpi akan dikenakan sanksi ta'zir, yang hukumannya diserahkan kepada peradilan. Oleh karena itu masarakat harus diseru kepada jalan hidup yang sehat, yaitu jalan hidup yang digariskan oleh Allah SWT Yang Maha Mengetahui gaya hidup apa yang paling layak untuk manusia, yang membawa pada masyarakat yang tentram, suci dan terhindar dari berbagai penyakit seksual. Adakah AIDS ini sekedar pertanda zaman bahwa manusia tidak boleh pongah dan lengah, ataukah AIDS ini menjadi seleksi alam bagi ummat manusia, dan hanya mereka yang paling "fixed" menjalani fitrhanya sebagai manuia yang akan bertahan hidup?. Yang jelasnya wabah raya AIDS telah menyebar pesat, menembus semua batas yang ada dalam kehidupan manusia, usia, jenis kelamin, status sosial, profesi, geografi maupun etnis. Manusia sedunia telah sepakat bahwa AIDS mesti diperangi hingga lenyap dari kehidupan sehingga dana, tenaga dan pikiran siap dikorbankan. Hanya saja, sejauh ini prostitusi, free sex dan praktek-praktek sodomi serta situasi yang mengkondisikannya masih kurang serius dipertanyakan. Dan akhirnya, kita tentunya ingin saling mengingatkan, bahwa setiap penyimpangan dari ketetapan-Nya pastilah membawa bencana. Hanya dengan taat dijalan-Nya sajalah kita bisa hidup selamat. Wallahu alam bisshawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun