Kau tentu tahu malamku tak selalu sepi. Di saat yang beruntung, orang-orang kesepian mengunjungiku. Kami berbagi kesepian, hingga ia tak bersisa.
Dalam diam, aku berharap kelak salah satunya adalah kau. Meski kutahu nyaris tak mungkin, sebab seseorang telah mengisi malammu. Tetapi detik di antara nyaris itu yang selalu membangkitkan semangat hidupku.
Kuharap kau ingat. Jika tidak, izinkan kuurai waktu yang telah berlalu : ketika kaos yang kau kenakan bergambar seorang lelaki berkumis berbaret terhias bintang, kau tersenyum menyapaku yang larut di antara kerumunan, lalu kau teriakkan, "Panjang umur perlawanan!"
Perpaduan sisi magismu dan kisah sang revolusioner yang kau puja, membawa hidup yang telah lama hilang dari diriku. Tetapi aku tak tumbuh, malah mengosong. Yang baru mengempas yang lama. Dan keduanya tak tinggal. Kosong. Sepi.
Kau datang hanya meninggalkan bayang. Segala yang terlihat dalam pertemuan yang singkat, kurangkai menjadi kalimat penghiburan, "Kau ingin berbicara lewat kaosmu, dalam perjuangan tak ada ikatan yang abadi. Sang Revolusioner harus mati bersama revolusi. Di ujung kemenangan, tak ada lagi Sang Revolusioner. Yang ada manusia baru. Bersamanya kenangan perjuangan harus terkubur dalam-dalam."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H